Lampung – Petani Tebu Negara Batin Kabupaten Way Kanan Provinsi Lampung, gelar Halal BI Halal Kebangsaan Dalam Rangka Tasyakuran Tebang Tebu. Momen itu menjadi ajang saling curhat, mengurai permasalahan petani tebu di Kampung Negara Batin Kabupaten Way Kanan. Senin (31/05/2022) pukul 7.30.WIB.
Tampak hadir saat halal bihalal, Tokoh Petani Tebu Kampung Negara Batin, Camat Negara Batin, Kepala Kampung Se Kecamatan Negara Batin, serta lebih dari 500 masyarakat adat Negara Batin.
Dalam sambutannya Kepala Kampung SIdik Aroni Kamseno menjelaskan, kondisi Kampung Negara Batin yang membutuhkan perhatian.
“Warga kami sekitar 3000 jiwa, bukan hanya petani tebu saja, melainkan juga petani sawit, karet, padi dan jagung, membutuhkan perhatian,” ujarnya.
Sidik juga memaparkan peta wilayah Kampung Negara Batin seluas 72 ribu hektar. Warga menggarap tebu seluas 12 ribu hektar, PT PSMI seluar 6000 Hektar, Tanah Adat 800 Hektar, dan yang berada dalam penguasaan Inhutani seluas 14 ribu hektar.
“Potensi wilayah itu jika dikelola dengan benar, akan memberikan dampak bagi percepatan pembangunan di Kampung Negara Batin,” tegasnya.
Sedangkan, Lukman TKS, mewakili tokoh adat setempat, menyampaikan bahwa permasalahan tanah yang kini dibawah penguasaan PT Inhutani, merupakan tanah adat, yang klausulnya dipinjamkan bukan diserahkan.
“Maka, jika dibutuhkan adat, tanah tersebut seharusnya kembali kepada adat,” tandasnya.
Kini, tanah seluas 14 ribu hektar itu, telah disewakan kepada masyarakat dengan nilai Rp 1,5 juta per hektar per tahun, maka nilainya bisa mencapai 21 milyar.
“Seandainya tanah itu kembali kepada masyarakat adat, sudah barang tentu dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” tegasnya.
Halal Bi Halal itu juga menghadirkan Narasumber, diantaranya, Wakil Ketua Umum DPN APTRI Dwi Apriyanto, Dewan Pengawas APTRI Taryono dan Ketum PeTebu Amrozy Amenan.
Dwi Apriyanto memaparkan perjalanan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) dalam memperjuangkan petani tebu, diantaranya kenaikan Harga Pokok Penjualan (HPP) gula, kesulitan pupuk bersubsidi, akses permodalan, hingga kerjasama dengan Pabrik Gula
“Kami sebagai asosiasi memang bukan lembaga pemutus, yang bisa membuat kebijakan, tetapi setidaknya kami dapat membuat tekanan,” tegasnya.
Perjuangan petani kata Dwi harus dilakukan bersama, tidak bisa sendiri-sendiri.
“Jika petani tidak kompak, maka akan mudah dipatahkan,” ujarnya.
Dwi juga bersepakat agar dilakukan pendampingan serius terhadap petani tebu, sehingga petani dapat meningkatkan kualitas tebunya, sehingga dapat menghasilkan rendemen tinggi
“Tetapi Pendampingan itu lebih tepat dilakukan oleh pemerintah setempat,” ujarnya.
Saat sesi tanya jawab, Petani Tebu Lampung Negara Batin Lukman TKS menanyakan tentang kebijakan gula rafinasi yang dinilainya merugikan petani. Sebagaimana dimaksud pada Permenperin no 3 tahun 2021, dengan adanya pemisahan antara gula rafinasi untuk industri dan gula tebu untuk konsumsi.
Dwi menjawab pertanyaan itu dengan menyebut, bahwa pemberlakuan GPK (Gula Pasir Konsumsi) dan GPR (Gula Pasir Rafinasi) untuk menjawab target swasembada gula nasional.
“Hanya saja masalahnya, dikhawatirkan adanya’ rembesan dari gula rafinasi menjadi gula konsumsi, yang dapat merugikan petani,” ulasnya.
Sementara, Taryono menyarankan agar petani tebu membentuk Koperasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (KPTRI) sebagai wadah perjuangan ekonomi, guna menanggulangi kesulitan petani tebu.
“KPTRI bisa menjadi wadah petani tebu,untuk memenuhi kebutuhan sarana produksi, misalbya bisa menjadi distributor pupuk, agar petani tebu tidak lagi mengalami kesulitan mendapatkan pupuk,” ulasnya.
Berkenaan dengan kebutuhan permodalan, kata Taryono, petani bisa mengakses permodalan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga rendah.
“Untuk mengakses KUR cukup mudah, bisa dilakukan secara mandiri atau berkelompok,” ujarnya.
Sedangkan Amrozy menegaskan, komitmen PeTeBu, untuk mengadvokasi petani dalam memperjuangkan hak – haknya.
“Termasuk kehadiran kami di Kampung Negara Batin kali ini, bagian dari komitmen kami dalam memperjuangkan nasib petani tebu,” ujarnya.
Pernyataan Narasumber ditanggapi Koordinator Halal Bihalal Petani Tebu Way Kanan Donk A Ira, yang menghendaki adanya kepastian regulasi terkait dengan kebijakan HPP Gula.
“Kami membutuhkan kepastian regulasi, karena dengan kepastian regulasi, maka arah perjuangan petani tebu akan lebih mudah,” tegasnya. (#)