Surabaya – Jempolindo.id – Hari Keterbukaan Informasi Nasional (Hakin) yang diperingati setiap 30 April, dijadikan momen Komisi Informasi (KI) Provinsi Jatim untuk melakukan refleksi 16 tahun kehadiran Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Kilas balik itu digelar melalui dialog publik di dua stasiun televisi. Yakni, JTV dan TV9.
Hadir sebagai narasumber dalam program dengan tema Refleksi Implentasi Keterbukaan Informasi Publik di Jawa Timur itu, Ketua KI Provinsi Jatim Edi Purwanto, Wakil Ketua KI Provinsi Jatim Elis Yusniyawati, Ketua Bidang Penyelesaian Sengketa Informasi (PSI) KI Provinsi Jatim A. Nur Aminuddin.
Turut serta Ketua Bidang Kelembagaan M. Sholahuddin dan Ketua Bidang Advokasi, Sosialisasi, dan Edukasi (ASE) Yunus Mansur Yasin.
Pada kesempatan tersebut, ada banyak hal yang dikupas para Komisioner KI Provinsi Jatim.
“Sejauh ini, keterbukaan informasi ini belum diimplementasikan secara maksimal di seluruh tingkatan pemerintahan dan instansi. Beberapa instansi dan pemerintahan masih mengalami kendala dalam memberikan akses informasi kepada masyarakat,’’ ujar Edi.
Hal itu, lanjut dia, salah satunya bisa dilihat dari masih cukup banyaknya pemohon yang mengajukan permohonan penyelesaian sengketa informasi ke KI Provinsi Jawa Timur.
‘’Di era digital seperti sekarang ini sudah seharusnya badan publik juga memanfaatkannya sebagai media penyebaran informasi kepada publik. Faktanya, perkembangan digital belum banyak dimanfaatkan secara optimal oleh badan publik di Jatim,’’ paparnya.
Padahal, kemajuan digitalisasi informasi itu memiliki peran penting dalam meningkatkan transparansi, demokratisiasi, akuntabilitas, dan partisipasi penyelengaraan pemerintahan.
’’Masyarakat memiliki peluang untuk mengakses informasi ke badan publik. Masyarakat pun bisa turut andil dalam menyebarkannya. Di era digital ini publik pun dapat dengan cepat untuk menyuarakan aspirasi, memberikan umpan balik, sehingga kebijakan publik berjalan dengan baik,’’ ujarnya.
Diakui, di era digital ini juga terjadi keberlimpahan informasi. Setiap orang hampir tidak lepas dari informasi melalui gawai masing-masing orang. Bahkan, informasi itu juga membuat bingung.
Tidak mudah membedakan mana informasi valid atau tidak. Nah, dalam kondisi ini, dibutuhkan literasi yang intensif kepada masyarakat terkait informasi publik.
Sementara itu, Elis Yusniyawati menyatakan, sesuai UU tentang Keterbukaan Informasi Publik, ada amanat bagi setiap badan publik untuk membentuk pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID).
Mereka itulah yang menjadi garda terdepan dalam layanan informasi publik. Dari hasil monitoring dan evaluasi (Monev) yang dilakukan KI Provinsi Jawa Timur dalam dua tahun terakhir, memang sudah banyak badan publik telah membentuk atau memiliki PPID.
Namun, keberadaannya masih belum mendapatkan support optimal. Baik itu ketersediaan anggaran hingga sumber daya manusia (SDM) yang berkompeten.
‘’Karena itu dibutuhkan komitmen bersama, terutama para kepala daerah atau top leader dari badan publik bersangkutan. Kalau badan publik di tingkat pemkab/pemkot, maka bupati atau wali kota mesti memberikan atensi terhadap keberadaan PPID. Support anggaran, SDM, sarana dan prasarana. Sebab, keterbukaan informasi ini merupakan mandat dari Undang-undang,’’ kata Elis.
Karena masih ada kendala-kendala itu, Elis menambahkan KI Provinsi Jatim pun pada periode ini membentuk bidang khusus asistensi PPID.
Harapannya, ada akselerasi terhadap kinerja mereka dalam memberikan pelayanan informasi publik.
‘’Selama ini, para Komisioner KI Jatim juga terus turun ke badan-badan publik, ke daerah-daerah, untuk mengedukasi dan melaksankan sosialisasi tentang Keterbukaan Informasi yang memiliki niat dan tujuan baik itu,’’ ungkapnya.
Pernyataan senada disampaikan A. Nur Aminuddin. Dia menyatakan, karena PPID menjadi gerbang pelayanan informasi publik, maka SDM yang menggawangi mesti memahami betul dengan regulasi UU tentang Keterbukaan Informasi Publik dan turunannya.
Apakah itu Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Komisi Informasi (PerKI), aturan Kementerian, peraturan daerah (Perda), aturan bupati/wali kota, dan lainnya.
“’Dengan demikian, PPID dapat menjalankan fungsi dan perannya secara optimal, dan tidak sampai terjadi sengketa informasi,’’ jelasnya.
Amin memaparkan, sejauh ini masih ada lebih dari 200 sengketa informasi yang harus diselesaikan KI Provinsi Jatim. Angka sengketa itu termasuk paling banyak dibandingkan dengan KI provinsi di seluruh Indonesia.
‘’Alhamdulillah, setelah kami melakukan evaluasi, permohonan PSI bisa cepat kita selesaikan. Tahun ini, misalnya, dalam waktu tiga sampai empat bulan, majelis bisa menyelesaikan lebih dari 50 perkara. Ini saya kira bagian dari ikhtiar KI Jatim dalam mengoptimalkan kinerja,’’ pungkasnya. (Rilis)