Jember _ Jempolindo.id _ Untuk memberikan dukungannya, Pataji (Paguyuban Pecinta Tosan Aji) Nuso Barong, Sebuah komunitas pecinta benda pusaka, turut hadir saat Pameran dan Bursa Ekonomi Kreatif 2024, yang berlangsung di Gedung Serbaguna Kaliwates Jember, pada Sabtu (08/06/2024) malam.
Ketua Pataji Nuso Barong Linasrillah Nurus Subhi bersama para perngurusnya, hadir dalam acara itu, bermaksud untuk saling menyapa diantara para pecinta benda pusaka.
“Ya ini kan semacam acara reunian, antara teman teman penggemar benda pusaka. Kami bisa saling bertemu dalam acara semacam ini,” katanya.
Para peserta yang menggelar benda pusaka yang sudah disediakan panitia, kata Gus Anas, memang berasal dari berbagai daerah.
“Biasanya teman teman yang mengikuti acara semacam ini bisa saling bertukar informasi, atau bahkan bisa saja terjadi transaksi,” katanya.
Seperti yang dilakukannya, Gus Anas membeli sebilah keris milik Haji Wawan, Warta Desa Bangsalsari Kecamatan Bangsalsari Kabupaten Jember.
“Kebetulan, saat melihat benda pusaka yang dipamerkan, saya tertarik dengan keris milik Ji Wawan, jadi saya beli saja,” ujarnya.
Kehadirannya, kata Gus Anas merupakan wujud dalam memberikan dukungan terhadap kegiatan yang memberikan ruang kepada para pecinta benda pusaka.
“Meskipun kami tidak terlibat secara langsung, namun kami mengapresiasi upaya Pemkab Jember melalui Disparbud, dalam penyelenggaraan kegiatan ini,” ujarnya.
Namun, menurut Gus Anas, akan lebih baik jika kegiatan semacam ini, bukan hanya sekedar menggelar pameran saja, melainkan juga dilakukan edukasi, sehingga masyarakat bisa mendapatkan ilmu pengetahuan tentang benda pusaka.
“Sehingga para pengunjung yang mungkin masih awam, bisa mendapatkan informasi yang cukup tentang benda pusaka,” ujarnya.
Dalam sebilah keris, kata Gus Anas, mengandung kekayaan informasi masa lalu, baik dari sisi bahannya, teknik membuatnya, bentuknya hingga yang sifatnya transendental.
“Dari bahannya saja, sebilah keris tentu dibuat dari bahan pilihan, bahkan ada bahan yang berasal dari batu meteor, yang kemudian membentuk pamor,” jelasnya.
Pamor merupakan bagian penting dari sebilah keris, sehingga dapat diketahui tujuan ditempanya sebilah keris.
“Dari Pamornya, orang bisa mengerti untuk tujuan apa sebilah keris dibuat, untuk siapa siapa keris dibuat, jadi tidak sembarangan,” Katanya.
Cara Empu, sang pembuat keris juga menggunakan teknik menempa, yang bukan sekedar membakar besi, lalu menempanya begitu saja, melainkan juga menggunakan ritual tertentu, sehingga sebilah keris memiliki kekuatan tertentu.
“Itulah makna transendental dalam sebilah keris, yang begitu mendalam,” ujarnya.
Setiap keris, juga memiliki Warangka, yang maknanya bukan hanya sekedar berfungsi sebagai wadah, namun juga bermakna filosofis.
“Secara filosofis, Warangka keris bermakna bahwa sebilah keris bukan untuk dipamerkan kehebatannya, melainkan harus disembunyikan dengan warangkanya,” paparnya.
Bahkan, kata Gus Anas, bagi pemiliknya tidak boleh sembarangan mengeluarkan keris dari warangkanya, kecuali dalam keadaan terdesak.
“Jadi sebilah keris hanya akan dikeluarkan dari warangkanya, manakala memang sudah dianggap sangat mendesak,” ujarnya.
Makna sebilah keris yang kaya itulah, menurut Gus Anas, yang menjadikan Keris memang patut menjadi mahakarya leluhur yang adiluhung.
“Untuk itu, Pataji Nuso Barong, berkomitmen untuk terus mengedukasi masyarakat agar bisa memiliki informasi yang cukup tentang keris,” tandasnya.
Komitmen Pataji Nuso Barong itu ditunjukkan dengan sikap konsistennya, untuk terus menggunakan berbagai kesempatan memberikan transformasi ilmu pengetahuan tentang dunia benda pusaka.
“Dalam setiap kesempatan, tentu Pataji Nuso Barong manfaatkan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat, agar mengerti tentang peninggalan para leluhur ini,” pungkasnya. (MMT)