Nestapa TKW Antara Rindu Cinta dan Duka

TKW
Endang Fitriani, TKW asal Desa Wonorejo Kecamatan Kencong Jember

Loading

Jember _ Jempol_ Nestapa TKW tak kunjung reda. Endang Fitriani, perempuan asal desa wonorejo kecamatan kencong kabupaten Jember itu, sejak tahun 2017 harus menjadi TKW di Negara Taiwan.

Mestinya Perempuan malang itu sudah pulang ke kampung halaman pada tahun 2020, sayangnya Pandemi Covid mengharuskannya bersabar menahan rindu, pada dua anaknya dan orang – orang yang dicintainya.

Kepergiannya menjadi TKW Karena kewajibannya memenuhi kehidupan rumah tangganya, dua anaknya harus melanjutkan sekolah, sementara mata pencaharian di daerah sendiri tidak memberinya harapan untuk sekedar memenuhi kebutuhan hidupnya.  Belum lagi beban hutang yang harus ditanggungnya.

Endang, berusaha tidak mengeluh, apalagi didepan ibunya yang sudah renta, semua dihadapinya dengan hati lapang dan penuh ihlas.

Seijin suaminya, perempuan itu pergi meninggalkan kampung halaman, meski menjadi babu di negeri orang.

Pekerjaannya menjaga majikan yang sudah lanjut usia dijalaninya dengan kegembiraan.

“Sebenarnya aku sakit, kakiku bengkak, dan sering kesemutan. Tapi untuk apa mengeluh, semua berusaha kujalani seperti air mengalir,” katanya menuturkan kisah hidupnya.

Barangkali, bukan hanya Endang yang mengalami nasib ironi, tak sedikit mungkin TKW lainnya yang juga mengalami nasib serupa.

Sebenarnya, tak ada yang paling menyedihkannya,  harus bergelut dengan kehidupan di negeri orang, hanya sekedar ingin mendapatkan kehidupan layak, meski kadang kesal karena menghadapi majikan yang sudah lansia mulai merajuk, semua tak lah membuatnya berduka.

Seluruh jiwa raganya dipersembahkannya untuk orang – orang yang dicintainya.

Yang membuatnya tak habis pikir justru ketika orang yang dicintainya berhianat atas seluruh pengorban yang telah dipersembahkannya dengan tulus.

“Rasanya dunia seperti kiamat, sakit rasanya. Ketika aku mendengar kabar yang menyakitkan itu,” kisahnya.

Jika saja, bukan di negeri orang, yang kalau pulang masih harus menyelesaikan banyak persaratan, belum lagi terhambat  pandemic Covid 19 yang melanda dunia, tentu Endang sudah terbang, untuk mengerti apa yang sebenarnya terjadi.

“Aku tak habis pikir, apa salahku,” katanya.

Diantara kecamuk hatinya, Endang harus bertahan, menahan diri dari gejolak emosi jiwa.

Joging dipagi hari, mencari sarapan pagi, mendengarkan music, ngobrol bersama teman, sesama tkw yang dijumpainya, berbelanja atau sekedar jalan – jalan, mungkin sejenak bisa menghiburnya. Tetapi semua tak bisa menjawab kegelisahannya.

“Apakah perempuan memang tidak punya pilihan kecuali menyerah pada takdir?,” keluhnya.

Kini, yang tergambar  dibenaknya hanyalah kerinduan pada orang – orang yang dicintainya.

Meski harus pulang tanpa membawa sepeser uang, karena semua gajinya yang didapat selama ini sudah dihabiskannya untuk memenuhi kebutuhan hidup anak dan orang – orang yang dicintainya, tetapi disadarinya hidup harus  terus berlanjut.

Dan perempuan separo baya itu harus menghadapi kenyataan pahit yang tak pernah dimimpikannya,  berpisah dari orang yang dicintainya. (*)

 

Table of Contents