Jakarta, Jempolindo.id – Setiap 1 Mei, dunia memperingati Hari Buruh Internasional (May Day) sebagai simbol perjuangan hak pekerja. Tahun ini, peringatan May Day 2025 menjadi momen bersejarah, terutama di Indonesia, di mana ratusan ribu buruh bersiap menyuarakan tuntutan kesejahteraan di tengah kehadiran Presiden Prabowo Subianto.
Namun, di balik aksi massa, akar sejarah May Day dan dinamika global turut mewarnai maknanya.
Aksi Massa di Monas: 200.000 Buruh Menuntut Perlindungan
Pusat peringatan May Day 2025 di Indonesia akan berlangsung di Lapangan Monas, Jakarta, pada Kamis (1/5/2025). Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyatakan sekitar 200.000 buruh dari Jakarta, Jawa Barat, dan Banten akan hadir untuk menyampaikan enam tuntutan utama kepada pemerintah .
Keenam poin tersebut meliputi:
- Penghapusan sistem outsourcing yang dinilai mengeksploitasi pekerja.
- Penerapan upah layak dengan formula kenaikan sesuai inflasi plus pertumbuhan ekonomi.
- Pembentukan Satgas PHK untuk mengawasi praktik pemutusan hubungan kerja sepihak.
- Pengesahan RUU Ketenagakerjaan yang pro-buruh, menggantikan omnibus law.
- Percepatan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) yang tertunda 18 tahun.
- Pengesahan RUU Perampasan Aset untuk memerangi korupsi .
Kehadiran Presiden Prabowo Subianto dalam acara ini menjadi sorotan, terutama setelah klaim Said Iqbal bahwa 95% buruh mendukung kebijakan pemerintah .
Agenda ini juga dihadiri perwakilan serikat pekerja internasional, menegaskan solidaritas global .
May Day di Panggung Global: Antara Perjuangan dan Ancaman
Di luar Indonesia, May Day 2025 diwarnai aksi serupa. Di Amerika Serikat, koalisi buruh seperti May Day Strong menggelar unjuk rasa menentang kebijakan yang dinilai merugikan pekerja, seperti privatisasi layanan publik dan serangan terhadap serikat pekerja .
Di Arizona, kelompok buruh berencana melakukan long march ke gedung parlemen negara bagian, menuntut perlindungan bagi pekerja imigran dan penguatan hak berserikat .
Sejarah May Day sendiri berawal dari Tragedi Haymarket 1886 di Chicago, ketika buruh menuntut pengurangan jam kerja menjadi 8 jam sehari.
Aksi damai berubah ricuh setelah ledakan bom menewaskan polisi dan buruh, memicu gelombang solidaritas global . Pada 1889, Kongres Sosialis Internasional menetapkan 1 Mei sebagai Hari Buruh Sedunia, mengukuhkannya sebagai simbol perlawanan terhadap ketidakadilan sistem kapitalis .
Di Eropa, May Day awalnya merupakan festival musim semi pagan seperti Beltane yang merayakan kesuburan. Namun, sejak abad ke-19, maknanya bergeser menjadi hari perjuangan buruh, terutama setelah diadopsi oleh negara-negara sosialis .
Indonesia: Antara Harapan dan Tantangan
May Day 2025 di Indonesia tidak hanya menjadi ajang unjuk kekuatan buruh, tetapi juga ujian bagi pemerintahan Prabowo Subianto. Said Iqbal menegaskan, tuntutan penghapusan outsourcing dan upah layak telah didiskusikan dalam pertemuan dengan pemerintah, dan mendapat respons positif . Namun, isu pengesahan RUU PPRT masih menghadapi tantangan politis, meski RUU tersebut dianggap krusial untuk melindungi 4,2 juta pekerja rumah tangga yang rentan eksploitasi .
Di sisi lain, libur nasional pada 1 Mei 2025 memberi kesempatan bagi pekerja untuk merenungkan kemajuan hak-hak buruh. Sejak ditetapkan sebagai hari libur pada 2013 melalui Keppres No. 24/2013, May Day di Indonesia semakin masif dirayakan dengan aksi damai dan dialog kebijakan.
Refleksi Global: Buruh sebagai Pilar Peradaban
May Day mengingatkan dunia bahwa kesejahteraan buruh adalah fondasi kemajuan suatu bangsa. Di tengah ancaman otomatisasi dan ketidakpastian ekonomi global, perlindungan hak pekerja harus menjadi prioritas. Seperti dikatakan Presiden KSPI, “Buruh bukan sekadar mesin produksi, tetapi manusia yang berhak hidup layak” .
Di Amerika, gerakan buruh menghadapi tekanan dari kebijakan pro-korporasi, sementara di Eropa, May Day tetap dirayakan dengan parade dan pidato politik . Di Indonesia, momentum ini menjadi ujian apakah janji pemerintahan Prabowo untuk “meningkatkan kesejahteraan buruh” dapat terwujud dalam kebijakan konkret .
Penutup
May Day 2025 bukan sekadar ritual tahunan, tetapi cermin perjuangan abadi kaum buruh. Dari Monas hingga Arizona, suara pekerja bersatu menuntut keadilan. Sejarah telah membuktikan: tanpa perlindungan hak buruh, pembangunan ekonomi hanyalah ilusi. Semoga tahun ini menjadi titik balik bagi kesejahteraan pekerja global. (#)
*Sumber data: [Kompas.com], [Bisnis.com], [Metrotvnews], [APWU], [Britannica].