Jember_jempolindo.id _ Kisruh Gunung Sadeng, memicu menurunnya kontribusi Tambang Gunung Sadeng Kecamatan Puger Jember, yang kabarnya terbentur konflik piranti peraturan perundangan.
Hal itu terungkap saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi B dan C DPRD Jember, Pengusaha Tambang dan OPD Pemkab Jember terkait, Rabu (23/12/2020)
Ketua Komisi C David Handoko Seto mempertanyakan kejelasan kontribusi pengelolaan tambang Gunung Sadeng terhadap PAD. Menurut David, Gunung Sadeng seluar 252 Ha seharusnya bisa memberikan PAD milyaran. Kabarnyay di era Bupati Jalal malah pernah ditetapkan PAD sebesar 500 Milyar.
“Kok cuma 600 juta, Coba jelaskan berapa sebenarnya jumlah PAD dari tambang Gunung Sadeng,” pinta David.
David menegaskan RDP diselenggarakan tidak dalam rangka saling menyalahkan, tetapi untuk mendapatkan input agar pengelolaan lebih optimal.
Kedepan, agar terjadi sinergi untuk akselarasi pengelolaan asset pemkab jember.
“Sebagai masukan bagi bupati baru,” tegasnya.
Kepala Dinas Pendapatan Daerah Pemkab Jember Ruslan Abdul Gani diwakili staf menjelaskan kontribusi Gunung Sadeng, target 600 jt, per nopember masuk 809 jt, 134 persen dari target.
Meski menurut versi Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemkab Jember Sigit Akbari, data yang ada di Disperindag pendapatan pajak Gunung Sadeng sekira 785 Juta.
“Kondisi ini bisa dimaklumi, karena aktivitas penambangan memang tidak dilakukan secara terus menerus,” kata Sigit.
Untuk meningkatkan PAD, di Era Bupati MZA Djalal, tahun 2013 ada upaya mensertifikatkan Gunung Sadeng.
Sigit menyarankan agar upaya sertifikasi ditindak lanjuti dengan persewaan lahan milik Pemkab Jember.
Mewakili Kepala BPKAD Pemkab Jember Yuliana Harimurti yang berhalangan hadir, Ismu Hadi menjelaskan luasan Gunung Sadeng sekira 300 Ha telah diajukan sertifikasi. Pada tahun 2015, telah terbit 190 Ha.
Menegaskan penjelasan Ismu, Kasubid BPKAD Jember Faris menambahkan, sisanya tidak bisa diterbitkan, karena sudah ada sertifikat yang terbit atas nama perorangan
“Termasuk diantaranya, sekitar 3,6 ha belum bisa diterbitkan, misalnya Kartika Chandra yang masih bersengketa dengan PTP,” jelas Faris.
Tambahan pula, terjadi pemanfaatan tanpa ijin, seperti yang dilakukan PT Gunung Klabat Citra Abadi, PT Imasco dan PT Kurnia
Sementara, mewakili Kepala DKLH Kabupaten Jember Arismaya Parahita yang berhalangan hadir, Staf DKLH Ani menjelaskan perihal perijinan Gunung Sadeng daerah hanya memproses UKL UPL nya, yg secara rutin diminta melaporkan
“Daerah hanya sebatas mengelola dokumen yang didalamnya ada janji mengelola aspek lingkungan,” kata Ani.
Ketua Asosiasi Tambang Gunung Sadeng Jember Ihwan Kusaeri menjelaskan ada 11 pengusaha tambang aktif, 13 pengusaha belum bisa membayar pajak.
Pasca perubahan kewenangan perijinan dari Pemerintah Kabupaten dialihkan kepada Pemerintah Propinsi, sebagai diatur dalam UU 23 2014, menyebabkan Pengusaha tambang kian kelimpungan
“Dampaknya bukan saja tak bisa bayar pajak daerah, Sumbangan terhadap masya sekitar tambang sekalipun nyaris habis,” kata Ihwan.
Pihak penambang, kata Ihwan bukan tak mengurus ijin, pengusaha sudah proaktif megurus Ijin langsung ke menteri kehutanan, ijin dikeluarkan tetapi tidak bisa mengelola, meski proses ijin sudah dilalui sesuai amanat UU.
“Malahan Duit penambang milyaran ngendon di bank jatim sebagai jaminan pemulihan dampak lingkungan, manakala sudah tidak menambang,” keluhnya.
Peralihan perijinan kata Ihwan malah membuat lemah semangat. Tetbitnya Perbup 23/ 2014, tentang pajak daerah, justru jadi perdebatan.
“Era pak Jalal sudah terbit Perda, yg dikaji di Mendagri. Bagaimana mungkin dalam satu objek muncul dua pajak ?,” Kata Ihwan seraya bertanya.
Terlebih, selama pemerintahan Bupati Faida, pengusaha tambang malah mengalami kesulitan untuk mendapatkan rekomendasi perijinan.
“Kami sudah mengajukan 4 kali tapi bupati tidak berkenan menemui,” kata Ihwan
Sekretaris Asosiasi Tambang Jember menjelaskan, sebelum tahun 2000, hanya ada 9 perusahaan, 3 perusahaan mengajukan sertifikat seluas 72 ha, terbit 31 desember 1999
Periode 2000 – 2013, sebelum perijinan ke propinsi Gunung Sadeng sudah penuh ijin
Sekira September 2013, terbit sertifikat atas nama pemkab Jember, Sedangkan amanah Perbup, persyaratan perijinilam harus ada rekomendasi pemilik tanah, dalam hal ini pemkab jember
“Sedangkan Ijin propinsi hanya bisa diterbitkan jika ada rekomendasi pemkab,” katanya.
Kepala Tambang PT Kencana Heru Wahyu menyatakan kekesalannya akibat dari sulitnya perijinan pertambangan sehingga menyebabkan banyak perusahaan tumbang karena tak bisa mengurus ijin
“Masalahnya pada status lahan yang milik pemkab Jember,,” keluhnya.
Wahyu menyesalkan adanya ketidak adilan, terdapan 3 perusahaan yang tergabung dalam imasco grup bisa terbit rekomendasi,Tahun 2020.
“Ini amat disayangkan,” katanya.
Anggota DPRD Jember dari PAN Nyoman Aribowo menegaskan, politik hanya sarana, ujungnya adalah kesejahteraan masyarakat
“Jember yang harus dibangun adalah pertumbuhan ekonomi, bukan dengan cara memapankan kemiskinan, bukan dengan memanjakan dengan bantuan,” kata Nyoman
Kata Nyoman, jika sektor swasta difasilitasi pemerintah, seperti perijinan tambang Gunung Sadeng, maka ada setidaknya 1500 orang yang terlibat dalam tambang Gunung Sadeng dapat disejahterakan.
Lebih lanjut, Ketua Komisi B DPRD Jember Siswono Akbar, berjanji akan mengundang kembali semua pihak, untuk menjernihkan terkait tambang Gunung Sadeng.
“Kami komisi B akan mengundang kembali pengusaha, dan semua pihak terkait Gunung Sadeng untuk dicari jalan keluar terbaiknya,” tandasnya (*)