Jember Sandang Predikat Buruk, GRJ Bakal Gelar Aksi Desak APH

Jember Mendapat Predikat Buruk
Ket Foto : Koordinator GRJ Kustiono Musri, berencana gelar aksi desak APH

Loading

JEMBER – JEMPOL – Jember Mendapat Predikat Buruk, Predikat Opini Tidak Wajar yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)  Jawa Timur, atas Laporan Keuangan Pemda Kabupaten Jember Tahun Anggaran 2020, menurut Koordinator Gerakan Reformasi Jember (GRJ) Kustiono Musri merupakan dampak dari lemahnya penegakan  hukum di Kabupaten Jember.

Saat diskusi santai, Senin (31/05/2021), Kustiono menyesalkan atas predikat buruk yang disandang Kabupaten Jember itu, menurutnya jika saja Aparat Penegak Hukum (APH) bekerja sesuai tugas pokok dan fungsinya, secara profesional, tentu Kabupaten Jember  bisa menghindari predikat  buruk itu.

“Ini tak lepas dari kinerja APH yang lamban, sehingga berdampak merugikan jutaan rakyat Jember,” sergahnya.

Kustiono mengaku, sejak tahun 2018 sudah mengingatkan semua pemangku kebijakan di Kabupaten Jember, untuk mewaspadai kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam pemanfaatan dan tata kelola keungan pemkab Jember. Kustiono menengara telah terjadi banyak penyimpangan dalam pemanfaatan APBD.

“Buktinya, kita pada tahun 2019 juga mendapat predikat disclaimer, tahun 2020 malah ditambahi lagi dengan predikat buruk Opini Tidak Wajar,” tandasnya.

Badan Pemeriksa Keuangan menemukan anggaran belanja dan realisasinya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Jember tahun 2019 senilai Rp 70 miliar lebih pada 13 organisasi perangkat daerah yang tidak tepat.

Atas dugaan itu, GRJ telah melaporkan kepada APH, namun hingga kini pihaknya belu menerima perkembangan laporannya.

“Jika saat itu APH serius menangani masukan GRJ, sudah tentu persoalan ini tidak terus berlarut-larut,” imbuhnya.

Sedangkan, DPRD Jember, menurut Kustiono sudah menjalankan  fungsi Legislasi, Budgeting dan Controlling. Seperti diketahui masyarakat Jember, DPRD telah menggunkan hak politiknya, melalui Hak interpelasi, Hak Angket dan terahir  Hak Menyatakan Pendapat, yang sayangnya Mahkamah Agung justru lebih berpihak kepada kepentingan kekuasaan saat itu.

“Dampaknya, orang lain yang berbuat, kita semua yang menerima getahnya,” tukasnya.

Uang Rakyat Jember Dirampok Terang Terangan

Lebih lanjut, Kustiono menjelaskan, seperti yang tertuang dalam pres rilis BPK Jawa Timur,  bahwa Pemeriksaan atas LKPD, bertujuan untuk memberikan opini tentang kewajaran penyajian laporan keuangan oleh pemerintah daerah dengan berdasar pada empat kriteria, yaitu:

(a) kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan;

(b) kecukupan pengungkapan;

(c) kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

(d) efektivitas Sistem pengendalian internal.

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan BPK atas LKPD Kabupaten Jember TA 2020, BPK memberikan opini Tidak Wajar (TW). Adapun hal-hal yang bersifat material sehingga menyebabkan LKPD Kabupaten Jember tidak disajikan secara wajar, yaitu:

  1. Tidak ada pengesahan DPRD atas APBD Tahun Anggaran 2020.
  2. Jumlah penyajian Belanja Pegawai sebesar Rp1.302,44 miliar serta Belanja Barang dan Jasa sebesar Rp937,97 miliar tidak sesuai dengan penjabaran APBD dan merupakan hasil pemetaan (mapping) yang dilakukan untuk menyesuaikan dengan penyajian beban pada Laporan Operasional. Akibatnya, Belanja Pegawai disajikan lebih rendah sedangkan Belanja Barang dan Jasa disajikan lebih tinggi, masing-masing sebesar Rp202,78 miliar.
  3. Terdapat realisasi pembayaran senilai Rp68,80 miliar dari angka Rp1.302,44 miliar yang disajikan dalam Belanja Pegawai, yang tidak menggambarkan substansi Belanja Pegawai sebagaimana diatur dalam Standar Akuntansi Pemerintahan. Realisasi tersebut merupakan pembayaran yang terjadi karena kesalahan penganggaran dan realisasi Belanja Pegawai yang tidak sesuai dengan ketentuan.
  4. Dari jumlah Rp126,08 miliar yang disajikan sebagai Kas di Bendahara Pengeluaran per 31 Desember 2020, di antaranya terdapat sebesar Rp107,09 miliar yang tidak berbentuk uang tunai dan/atau saldo simpanan di bank sesuai ketentuan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan dan berpotensi tidak dapat dipertanggungjawabkan.
  5. Terdapat Utang Jangka Pendek Lainnya sebesar Rp31,57 miliar dari jumlah sebesar Rp111,94 miliar yang tidak didukung dokumen sumber yang memadai.
  6. Tim Manajemen Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Penyelenggaraan Pendidikan Gratis (PPG) tidak melakukan rekapitulasi realisasi belanja sebesar Rp66,59 miliar atas mutasi persediaan dan saldo akhir persediaan yang bersumber dari Belanja Barang dan Jasa yang berasal dari dana BOS dan PPG. Atas realisasi belanja tersebut, tidak diperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat untuk dapat menentukan apakah diperlukan penyesuaian terhadap nilai Beban Persediaan.
  7. Pada penyajian nilai perolehan Akumulasi Penyusutan dan Beban Penyusutan atas Aset Tetap – Jalan, Irigasi,dan Jaringan masing-masing sebesar Rp3.470,53 miliar, Rp2.007,36 miliar, dan Rp141,46 miliar, terdapat Aset Tetap –Jalan, Irigasi, dan Jaringan berupa rehabilitasi, renovasi, dan/atau pemeliharaan yang belum dan/atau tidak diatribusikan secara tepat ke aset induknya sehingga mempengaruhi akurasi perhitungan Beban dan Akumulasi Penyusutan.

Atas permasalahan itu,GRJ berencana mendesak semua pihak agar  menindak lanjuti, dugaan penyimpangan penggunaan uang negara yang telah menyebabkan kerugian rakyat Jember.

“Ini sudah ceto welo, harusnya APH segera bertindak, untuk itu kami, jika diperlukan akan mendesak Kejaksaan, keplisian, dan DPRD Jember, menindak lanjuti perkara ini,” tandasnya. (wildan)

 

Table of Contents