Jember – jempolindo.id – Dalam rangka peringatan Hari Tani Nasional (HTN) ke-62, sekira 3000 petani Jember yang tergabung dalam Serikat Tani Independen (Sekti), menggelar tasyakuran di depan Kantor Pemkab Jember, pada Selasa (27/09/2022) siang.
Menjumpai para petani itu, Bupati Jember Ir H Hendy Siswanto ST IPU berjanji akan menyelesaikan konflik agraria secara bertahap.
“Saya sebagai ketua Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Kabupaten Jember, siap bersama untuk melengkapi soal dokumen (lahan tanah) itu. Kita cek ke lapangan sama-sama. Kalau ada persoalan duduk bareng, bukan keluar (melakukan aksi unjuk rasa), saya nilai itu kurang tepat. Ngomong saja, wong orangnya ada. Saya ingin ikut menyelesaikan, saya juga orang Jember juga ingin ikut bantu,” katanya.
Hendy menjelaskan persoalan konflik agraria di Kabupaten Jember akan diselesaikan secara bertahap.
“Yang jelas saya harapkan jangan menambah-nambah masalah. Nanti kita terus kawal untuk menyelesaikan yang satu perkara kecil-kecil dulu, baru nanti yang besar. Soal mengatasi persoalan agraria ini, saya beberapa waktu lalu ke kementeriaan agraria. Yang utama nanti kita akan proses dan bergerak terus,” ujarnya.
Ungkapan Hendy menjawab aspirasi ribuan petani yang menyampaikan protes terkait belum tegasnya pemerintah. Khususnya dalam menyelesaikan soal konflik ataupun persoalan agraria di tingkat petani.
Menurut Ketua SEKTI (Serikat Tani Independen) Jember Jumain, dari catatan konsorsium pembaharuan agraria (KPA), hingga 2020 telah terjadi 241 sengketa dan konflik agraria di seluruh Indonesia, tidak terkecuali di Kabupaten Jember.
Sementara, langkah serta tahap penyelesaian, menurut Jumain, terkait konflik agraria yang terjadi masih jalan di tempat.
“Jadi hari tani ke 62 ini, kita memperingati Hari Undang-Undang Pokok Agraria nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang sampai sekarang belum dijalankan secara murni dan konsekuen,” ujar Jumain saat dikonfirmasi sejumlah wartawan.
Dari kegiataj tasyakuran tersebut, lanjutnya, ribuan petani di Jember juga menyampaikan sejumlah poin tuntutan.
“Tuntutan pertama, Hentikan kriminilisasi petani sekarang juga, kedua Tegakkan konstitusi agraria melalui jalan reforma agraria sejati, ketiga Segera selesaikan dan tuntaskan sengketa juga konflik agraria di Jember, juga segera selesaikan kasus sengketa agraria di Jember,” sebutnya.
Selain itu, kata Jumain, terkait penyelesaian soal konflik agraria. Tidak hanya di tingkat gugus tugas reforma agraria (GTRA).
“Meskipun Sekti sebagai anggota KPA, telah diberi mandat harus masuk menjadi bagian dari gugus tugas reforma agraria. Harus ada tim di bawah presiden, tapi juga bukan hanya lewat Kementerian,” ujarnya.
“Untuk itu, kita masih tunggu perubahan Perpres nomor 86 tahun 2018 yang akan segera diproses presiden,” sambungnya.
Terkait konflik Agraria, Jumain juga menambahkan, untuk wilayah Jember ada di 22 wilayah kecamatan.
“Diantaranya di Kecamatan Sumberejo, Bangsalsari, Silo, Panti, dua di wilayah Kalisat, juga wilayah lainnya,” ujar Jumain.
Menanggapi hal itu, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jember Akhyar Tarfi mengatakan terkait persoalan konflik agraria pihaknya sudah melakukan identifikasi.
“Paling besar konflik di Jember ini (soal konflik agraria) dibagi menjadi tiga. Pertama, persoalan masyarakat dengan pemerintah (BUMN). Ada PTPN X, XI, dan XII. Kedua persoalan (lahan tanah) dengan perusahaan daerah (BUMD) soal HGU (Hak Guna Usaha), kemudian ketiga, yang dikuasai oleh TNI,” kata Akhyar.
“Tiga persoalan ini yang memang sangat lama (proses penyelesaian konfliknya). Sehingga dengan memanfaatkan Tim GTRA yang sudah terbentuk, sebelumnya belum ada. Kita coba mencari solusi dan akar persoalannya. Sehingga menjadi win-win solution bagi semua pihak,” sambungnya.
Terkait persoalan penyelesaian, lanjut Akhyar, lebih dikedepankan dengan jalur komunikasi yang baik.
“Harus duduk bersama dan butuh waktu. Untuk target penyelesaian, ada beberapa skala prioritas. Diantaranya persoalan HGU, kemudian terkait dengan penguasan masyarakat di kawasan hutan. Target kita, beberapa persoalan HGU bisa selesai. Kemarin saat peringatan Hantaru di kantor BPN. Pak bupati menyerahkan 750 sertifikat berasal dari tanah HGU, yang kini sudah kita selesaikan dan di distribusikan ke masyarakat. Itu untuk petani,” ujarnya.
Kemudian untuk persoalan tanah di tangan penguasaan hutan.
“Kita mengundang dan minta kementeriaan LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan), untuk mengalokasikan anggaran kegiatan dalam rangka usulan melepaskan kawasan hutan, yang dikuasai oleh masyarakat. Luasan masih tentatif karena masih diidentifikasi. Ada sekitar 400 hektare, yang dihuni 50-60 ribu masyarakat,” ungkapnya.
Untuk yang yang masuk kawasan hutan, katanya dikuasai masyarakat. Untuk pemukiman, fasos, dan untuk bangunan pemerintah.
“Saat ini proses kita pegumpulan data. Harapannya memang, data ini bisa kita siapkan di bulan Oktober nanti. Tapi yang untuk kawasan hutan, Ini beda dengan kawasan hutan sosial. Karena memanfaatkan lahan tanah di dalam kawasan hutan. Dengan perjanjian-perjanjian atau kesepakatan,” ucapnya.
Jumain menyinggung masih terjadi permainan oknum yang melakukan kriminalisasi terhadap petani.
“Kemudian soal oknum di lapangan, yang (dituding) melakukan kriminalisasi. Untuk persoalan agraria ini, diselesaikan secara formal tidak bisa diselesaikan sepihak,” pungkasnya. (Fit/Agung)