FPK Kabupaten Jember Gelar Ngopi Kebangsaan

FPK Kabupaten Jember
Caprion : Usai gelaran Ngopi Bareng FPK Kabupaten Jember

Loading

Jember – FPK Kabupaten Jember menggelar Diskusi Ngopi Kebangsaan bertajuk  “Budaya Sebagai Perekat Pembauran Indonesia”,  bertempat di Nong Kafe JL. Semeru No. 49 Jember. Sabtu, 5 Februari 2022.

Diskusi itu dimeriahkan hiburan  Jula Juli Operane Wong Jember, Tarian Tradisional Suku Batak, dan Tari Manuk Daddali dari Suku Sunda.

Tampak hadir dalam diskusi itu, Kepala Bakesbangpol Kabupaten Jember Drs Edy Budi Susilo, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jember Hary Agustriono, Pengurus Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Kabupaten Jember, perwakilan etnis yang ada di Kabupaten Jember dan Mahasiswa.

Dalam sambutannya Kepala Bakesbangpol Jember Drs Edy Budi Susilo mengapresiasi upaya FPK Kabupaten Jember, yang mengawali tahun 2022 telah mencoba melaksanakan kegiatan yang dinilainya sebagai pemantik pada program kelanjutan berikutnya.

“Saya senang sekali, FPK Kabupaten Jember yang baru dilantik pada November tahun 2021, sudah bisa melakukan kegiatan semacam ini, yang akan menjadi embrio bagi kegiatan berikutnya,” ujar Edy.

Edy menjelaskan, FPK Kabupaten Jember terdiri dari 36 tokoh perwakilan etnis mulai dari suku Aceh hingga Papua  yang ada di Kabupaten Jember, diharapkan mampu merajut perbedaan lintas etnis, dalam sebuah kesatuan.

“Jika itu bisa terwujud, maka  keberagaman akan menjadi kekuatan, sehingga Jember bisa digambarkan sebagai Indonesia mini,” ujarnya.

Semangat kebersamaan yang terbangun dalam kepenguruan FPK Kabupaten Jember, menurut Edy akan terus dilanjutkan dengan membentuk FPK tingkat Kecamatan sebagai kepanjangan tangan dari FPK Tingkat Kabupaten.

“Nah, disinilah perlunya kebersamaan, dan semangat gotong royong, terlebih unsur yang terlibat dalam FPK Kabupaten Jember merupakan tokoh yang sudah memiliki tanggung jawab dipundaknya masing – masing,” tandasnya.

Lebih lanjut, Edy menegaskan  Bakesbangpol Kabupaten Jember  akan mencoba memberikan fasilitasi untuk menghimpun berbagai komunitas.

“Kita akan gelar diskusi – diskusi setiap minggu, lintas budaya, lintas etnis, lintas agama, kita akan kumpul bersama,” tandasnya.

Pentingnya Peranan FPK Kabupaten Jember

Giliran Wakil Ketua FPK Kabupaten Jember Ignatius Sumarwiadi, menyampaikan pentingnya eksistensi FPK sebagai lembaga yang mewadahi beragam etnis, sebagai perwujudan nilai Bhinneka Tunggal Ika.

Hal itu, kata Ignatius, merupakan perwujudan dari amanah Permendagri No 34 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pembauran Kebangsaan di Daerah, yang dalam pelaksanaannya  berada di Bawah Bakesbangpol Kabupaten Jember.

“Tentu kami mengapreasi semangat Bakesbangpol Jember yang telah bersedia menjadi rumah besar bagi beragam budaya, etnis, dan suku bangsa, untuk berhimpun bersama,” katanya.

Relevansi FPK Kabupaten Jember, ditengah Ke Bhinnekaan, menurut Ignatius justru menjawab masih adanya perilaku oknum yang masih belum bisa menghargai satu sama lain, sebagaimana yang terjadi pada peristiwa penendangan sesaji di Gunung Semeru, Kasus Edy Mulyadi yang terindikasi menghina etnis suku dayak dan Ucapan Arteria Dahlan yang dinilai menyinggung suku sunda.

“Maka dengan keberadaan FPK diharapkan dapat meminimalisir adanya praktek – praktek yang dapat melukai semangat kesukuan,” tandasnya.

Jalannya Diskusi

Diskusi Ngopi Kebangsaan yang berlangsung sekira 1 jam 12 menit itu dipandu oleh Dosen Universitas Muhammadiyah Amri.

Mengawali paparannya, bertindak selaku pemantik, H Sugeng Widodo, S.Pd mencoba menggambarkan keberagaman, serta seluk beluk suku Jawa, yang memiliki kekayaan budaya serta nilai – nilai tatanan adat.

“Budaya itu adiluhung, penuh dengan ajaran yang sarat nilai, misalnya tidak boleh makan ditengah pintu, itu sebenarnya hanyalah kiasan untuk mendidik agar kita bisa sopan dan tau adat,” ujarnya.

Tata krama dan sopan santun itu, kata Sugeng dinilai sudah mulai luntur, karenanya dirinya mencoba  mendorong Dinas Pendidikan supaya mulai menggunakan  pendidikan budi pekerti.

“Apalagi kini sudah mulai hilang tata bahasa jawa, yang kita kenal memiliki beberapa tingkatan, mulai dari ngoko, kromo alus dan kromo inggil,” ujarnya.

Sedangkan A. Sinaga yang bertindak selaku pemantik Suku Batak, karena berhalangan hadir, maka diwakili Oloan Sahat Situmeang, yang menegaskan bahwa suku Batak tidak mengenal  Kasta. Bagi orang Batak, semua berlaku sama, tetapi tetap memiliki tatanan adat yang harus dipatuhi.

“Seperti penghargaan terhadap keluarga dari istri, dengan menempatkan pada posisi yang terhormat,” katanya.

Membahas tentang budaya, Dosen Universitas Jember  DR  Rosnida Sari mengutip pendapat filsuf Perancis Michel Dumont, yang menyatakan bahwa manusia dibentuk oleh tatanan budaya dan  kebiasan sejak kecil.

“Maka dimungkinkan terjadinya buta budaya, mengukur budaya orang lain, dengan budaya kita,” ujarnya.

Sedangkan Prof Dominikus Rato menjelaskan bahwa Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang beragam, tetapi juga bisa berada dalam kebersamaan,

“Yang itu ditunjukkan pada malam hari ini, yang berkumpul kali terdiri dari beragam etnis, berasal dari timur dan barat,” katanya.

Karenanya kata Prof Dominikus, mengutip pendapat Almarhum Dr Ayu Sutarto bahwa Jember memiliki karakteristik budaya pandalungan.

“Barangkali kita bisa katakan bahwa Jember merupakan Kabupaten Bhinneka Tunggal Ika,” ujarnya.

Keberagaman itu, menurut Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten  Jember Hary Agustriono merupakan kekayaan dan potensi Kabupaten Jember yang dapat terus dikembangkan.

“kekayaan budaya Jember dapat berjalan seiring dengan pengembangan wisata, yang memang tak dapat dipisahkan dari budaya yang ada,” tandasnya. (Rilis FPK Kabupaten Jember )

Table of Contents