Jember, Jempolindo.id – DPRD Kabupaten Jember banyak temukan data yang tertuang dalam Rancangan Awal (Ranwal) RPJMD Kabupaten Jember 2025 – 2029, tidak valid.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Jember Widarto, menyampaikan kepada wartawan, bahwa data yang digunakan dalam Ranwal RPJMD Jember 2025 – 2029, hanya data sejak tahun 2020 hingga tahun 2023.
“Padahal, menurut inmendagri 2 tahun 2025, data harusnya digunakan adalah data lima tahun terakhir,” katanya .
Kalau lima tahun terakhir, berarti seharusnya hingga tahun 2024.
“Setelah kami kejar, ternyata Bapeda baru berkirim surat kepada OPD, pada tanggal 27 Maret, H -2 sebelum lebaran,” katanya.
Karenanya banyak OPD yang belum mengirimkan data, hanya karena dikerja tahapan, maka dengan data seadanya, tetap berkirim ke DPRD Kabupaten Jember.
“Karena banyak sekali, bukan hanya target PAD, data yang kurang valid,” ujarnya.,
Widarto menyebut penurunan target PAD, jika dibandingkan pada tahun 2025, PAD Kabupaten Jember ditetapkan 1,79 Triliun, sedangkan pada tahun 2026 dan 2027 mengalami penurunan dibawah 1 triliun.
“Nah itu kemarin saya pertanyakan, Ini bagaimana, padahal pada tahun 2026, justru makin banyak program strategis yang membutuhkan dana yang besar,” katanya.
Tahun 2026 Butuh Anggaran Besar
Jika, target PAD terus menurun, maka Pemerintah daerah akan terus menerus bergantung kepada alokasi keuangan dari pemerintah pusat.
“Padahal situasi fiskal pusat seringkali terjadi gejolak, seperti yang terahir adalah efisiensi, maka hanya akan menambah beban,” katanya.
Untuk membiayai program UHC Prioritas, mulai bulan April hingga Desember , tahun 2025, membutuhkan anggaran Rp 348 miliar.
“Kemarin saya tanyakan, kalau tahun depan (2026), berarti mulai bulan Januari , membutuhkan sekira Rp 370 miliar,” ujarnya.
“Itu hanya untuk program UHC saja, belum yang lainnya,” imbuh Widarto.
Memang data itu belum valid, yang belum disesuaikan dengan ketentuan UU No 1 tahun 2022, tentang keuangan daerah dan pusat.
“Memang tidak bisa langsung dikoreksi sekarang, karenanya kami masukkan rekomendasi untuk dilakukan perbaikan oleh Bepeda,” jelasnya.
RPJMD Selesai Bulan Agustus 2025
Untuk selanjutnya, agar disampaikan kepada Gubernur Jawa Timur, untuk kemudian hasil evaluasinya, akan disampaikan dalam tahapan Musrenbang dan Uji Publik, untuk kemudian menjadi Rancangan Akhir.
“Rancangan akhir itu, akan ditetapkan menjadi Raperda, untuk kemudian akan ditetapkan menjadi Perda,” tegasnya.
Berdasarkan Permendagri No 86 Tahun 2017, Perda RPJMD harus disahkan, setelah selesai dibahas oleh eksekutif dan legislatif, harus sudah selesai dalam 6 bulan setelah Bupati dan Wakil Bupati terpilih dilantik.
“Hitungan kita berarti sekitar bulan Agustus,” ucapnya.
Retribusi Pasar Masih Perlu Perda
Seperti diketahui, bahwa Bupati Jember Muhammad Fawait, usai dilantik telah mencanangkan penurunan retribusi pasar.
“Pedagang pasar, sudah tidak lagi mau membayar retribusi pasar, dengan tarif sebelumnya,” ujarnya.
Namun, karena pembahasan RPJMD, belum selesai, maka penurunan retribusi pasar belum bisa diberlakukan.
“Setelah kami tanyakan ke Disperindag, berlakunya penurunan retribusi pasar masih menunggu, hingga pembahasan RPJMD selesai,” ujar Widarto.
Atas masalah itu, evaluasi BPK masih akan mengacu pada Perda No 1 2024, yang masih belum memberlakukan penurunan tarif retribusi pasar.
“Disini ada potensi masalah, yang bisa muncul akibat pemberlakuan penurunan tarif, yang belum ada payung hukumnya,” ujarnya.
“Ya kita tunggu saja, apakah evaluasi Gubernur Jatim, apakah akan setuju dengan penurunan retribusi pasar atau tidak,” katanya.
Solusinya, dapat dilakukan perubahan Perda No 1 2024, sebagai payung hukum pemberlakuan penurunan retribusi pasar.
“Sebenarnya masalah nya bukan hanya retribusi pasar, ada juga masalah tarif parkir, yang perubahan tarif berlangganan, kan dikembalikan, karena tidak efektif,” tegasnya.
Pada dasarnya, Widarto sepakat atas kebijakan penurunan tarif retribusi pasar, sepanjang untuk kepentingan masyarakat.
“Tetapi caranya harus benar, agar tidak berpotensi menimbulkan masalah. Ini kan sudah terjadi benar ini,” tandasnya.
Selain itu, juga diperlukan kajian akademik yang komprehensif, termasuk persoalan nilai ketentuan tarif.
“Yang secara profesional, berapa sebenarnya nilainya yang dapat diberlakukan,” tutupnya. (Slmt)