DPK GMNI FIB Unej Nilai Hari Anti Tembakau Sedunia Rugikan Petani Tembakau

Loading

Jember – Peringati Hari Anti Tembakau sedunia, mahasiswa yang tergabung dalam DPK GMNI  FIB Universitas  Jember, bersama Petani Tembakau menggelar aksi di depan gedung DPRD kabupaten Jember. Selasa (31/5/2022)

Melalui Korlap Aksi Vicky Arlensius, aksi kali ini mengusung isu “Tolak Pengendalian Tembakau: Selamatkan Eksistensi Masyarakat Pertembakauan di Kabupaten Jember”.

Tanggal 31 Mei diperingati sebagai hari “Tanpa Tembakau Sedunia”, yang ditetapkan World Health Organization (WHO) sebagai Organisasi Kesehatan Dunia sejak tahun 1987, dinilai Vicky dapat merugikan petani tembakau, berikut rantai ekonominya.

“Penetapan itu dilakukan guna menarik perhatian global pada epidemi tembakau dan juga sebagai upaya pengendalian tembakau di dunia dengan cara terus mempropagandakan tentang bahaya penggunaan tembakau,” ujarnya.

WHO juga mempertegas dalam instrumen hukum dunia, yaitu Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang memuat tentang pengendalian permintaan, harga dan cukai, kemasan dan pelabelan, iklan atau promosi.

“Tetapi, dengan adanya pengendalian tembakau tersebut justru mematikan eksistensi para masyarakat pertembakauan yang ada karena tembakau termasuk dalam tanaman perkebunan yang cukup banyak dibudidayakan oleh petani karena mempunyai nilai ekonomis yang tinggi,” tukasnya.

Sebagai salah satu negara penghasil tembakau terbesar di dunia, penting bagi Indonesia untuk menggunakan prespektif hak asasi manusia dengan mengedepankan prinsip kemanusiaan dalam segala bidang kehidupan, termasuk dalam menyikapi perihal segala urusan pertembakauan dari hulu sampai hilir.

“Sejauh ini walaupun Indonesia tidak meratifikasi FCTC tetapi pengendalian tembakau masih sangat masif dilakukan, salah satunya yaitu dengan menaikkan Cukai Hasil Tembakau (CHT) setiap tahunnya. Kenaikkan CHT berdampak buruk terhadap keberlangsungan aktivitas masyarakat tembakau yang didalamnya mencakup petani tembakau, buruh pabrik rokok, dan industri rokok,” paparnya.

Kenaikan CHT yang terus-menerus, menyebabkan petani tembakau mengalami kerugian, karena harga tembakau yang tidak sesuai dengan harapan. Industri harus menekan harga tembakau dari petani untuk menyelaraskan dengan kenaikan CHT.

“Tarif kenaikan CHT berdampak pada buruh pabrik rokok, yang mana dengan naiknya CHT akan membuat industri rokok melakukan PHK massal kepada buruh pabriknya untuk memangkas biaya yang keluar, sehingga industri rokok skala menengah dan kecil akan mengalami gulung tikar karena ketidaksanggupan membayar cukai serta berakibat meningkatnya peredaran rokok ilegal,” ujarnya.

Dampak kenaikan CHT dialami oleh daerah yang masih menggantungkan perekonomiannya terhadap tanaman tembakau.

“Seperti Kabupaten Jember yang dikenal sebagai kota tembakau dan

tentunya masih konsisten menjalankan aktivitas pertembakaun,” jelasnya

Maka dari itu, masyarakat tembakau di Kabupaten Jember juga merasakan dampak dari naiknya CHT. Selain itu, timbal balik atas kebijakan penarikan cukai terhadap produk tembakau oleh negara adalah dalam bentuk DBHCHT

(Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau) yang juga menjadi permasalahan di Kabupaten Jember.

DBHCHT hanya sebesar 2% dari pendapatan cukai. Pada tahun 2022 DBHCHT diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 2/PMK.07/2022 tentang Rincian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau menurut daerah Provinsi/Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2022.

Sedangkan ketentuan mengenai penggunaan, pemantauan, dan evaluasi DBHCHT diatur dalam Peraturan Menteri

Keuangan nomor 215/PMK.07/2021. Merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan nomor 215/PMK.07/2021 pasal 12 ayat 7, bahwa Kepala Daerah berkewajiban menetapkan Rencana Kerja Pemerintah perihal DBHCHT dalam APBD.

Akan tetapi sejak tahun 2020-2022 besaran penganggaran penggunaan DBHCHT tidak pernah diatur dalam APBD Kabupaten Jember. Bahkan Pemerintah Kabupaten Jember tidak pernah mengungkap alokasi DBHCHT kepada publik.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 215/PMK.07/2021, penganggaran DBHCHT sebesar 50% untuk kesejahteraan masyarakat dan terbagi menjadi 20% untuk peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, dan pembinaan lingkungan sosial. Kemudian 30% digunakan untuk pembinaan lingkungan sosial dan kegiatan pemberian bantuan. Dalam 20% tersebut termasuk kualitas pupuk, serta sarana produksi lainnya. Sedangkan sebesar 30% berupa BLT (Bantuan Langsung Tunai).

Pendistribusian pupuk bersubsidi telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan nomor 15/M-DAG/Per/4/2013 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk sektor pertanian secara nasional mulai dari Lini I sampai Lini IV dan Peraturan Menteri Pertanian nomor 41 Tahun 2021 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi. Akan tetapi, kelangkaan pupuk bersubsidi masih

marak ditemui di Kabupaten Jember. Kelangkaan jatah pupuk subsidi berakibat pada para petani dalam memenuhi kebutuhan pupuk sehingga mereka memilih pupuk ilegal dibanding pupuk subsidi, padahal harga pupuk non-subsidi/ilegal jauh lebih mahal dari harga pupuk subsidi.

Hal tersebut diakibatkan kurangnya efisiensi e-RDKK (Elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok)

dalam hal pendataan yang menjadi sebab masih banyaknya petani yang tidak mendapatkan jatah pupuk subsidi. Tidak efisiennya e-RDKK juga berdampak pada pendistribusian BLT bagi masyarakat tembakau, masih banyak masyarakat tembakau yang belum menerima BLT dan banyak elemen diluar masyarakat tembakau yang justru menikmati BLT. Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya efisiensi dalam penyaluran BLT.

Dalam merespon segala permasalahan yang ada di masyarakat tembakau maka dipandang perlu untuk memberikan perlindungan hukum yang mampu menjamin kedudukan para pelaku pertembakauan sesuai dengan tuntutan dan perkembangan di masyarakat.

Begitu juga dengan Kabupaten Jember, yang sudah memiliki payung hukum guna melindungi kepentingan masyarakat

tembakau berupa Peraturan Daerah No.7 Tahun 2003 tentang Pengusahaan Pertembakauan.

Namun ditingkat program, keseriusan Pemerintah Jember dalam pelaksanaan kebijakan tersebut tidak di rasakan oleh masyarakat tembakau di Kabupaten Jember.

Dalam Perda No.7 Tahun 2003 terdapat amanat tentang pembentukkan Komisi Urusan Tembakau Jember (KUTJ) yang memiliki tugas serta fungsi dalam melaksanakan pembinaan, pemantauan, dan pengawasan terhadap berjalannya aktivitas masyarakat tembakau di Kabupaten Jember.

Namun, KUTJ masih belum terasa perannya dalam menyelesaikan permasalahan tembakau di Kabupaten Jember, bahkan keberadaan KUTJ juga masih menjadi pertanyaan.

Pada tingkat pusat, permasalahan pertembakauan pun belum menemui jalan keluar. RUU Pertembakauan yang menjadi harapan bagi masyarakat pertembakauan di Indonesia hingga kini masih menjadi polemik di DPR RI. RUU Pertembakauan urgensi guna tetap menjaga eksistensi dan juga melindungi kepentingan masyarakat tembakau yang ada di Indonesia. RUU tersebut menjadi aspek penting karena mengatur terkait tujuan pengelolaan tembakau yang bertujuan meningkatkan

budidaya dan produksi tembakau, mengembangkan industri tembakau, dan melindungi petani dan pekerja tembakau.

Bertepatan dengan Hari Tanpa Tembakau Sedunia, maka sebagai organisasi gerakan yang juga menjadi bagian daripada perjuangan yang terus berkomitmen untuk menegakkan keadilan dan menumpas segala tindakan yang berpotensi menindas rakyat.

Atas dasar pertimbangan itu, kata Vicky, Dewan Pengurus Komisariat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) FIB-UNEJ menyatakan sikap sebagai berikut :

  1. Menolak Hari Tanpa Tembakau Sedunia.
  2. Menolak kebijakan kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT).
  3. Mendesak Pemerintah Kabupaten Jember untuk segera melakukan transparansi alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) kepada masyarakat di Kabupaten Jember.
  4. Mendesak Pemerintah Kabupaten Jember untuk segera mengevaluasi dalam mengatur distribusi pupuk subsidi dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) agar tepat sasaran kepada masyarakat tembakau di Kabupaten Jember.
  5. Mendesak Pemerintah Kabupaten Jember dan DPRD Kabupaten Jember untuk segera mengevaluasi pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) No.7 Tahun 2003 tentang Pengusahaan Tembakau di Kabupaten Jember.
  6. Mendesak DPR RI untuk segera mengesahkan RUU Pertembakauan.
Hari Anti Tembakau
Ketua APTI Kabupaten Jember Suwarno

Dalam orasinya ketua APTI kabupaten Jember Suwarno meminta Bupati Jember Hendy Siswanto untuk mengembalikan kejayaan petani tembakau yang ada di kabupaten Jember.

Suwarno mendesak Bupati Jember melaksanakan undang-undang pertembakauan yang sudah ada.

“itu cara Bupati Jember menghidupkan petani tembakau yang ada di kabupaten Jember,” ujarnya

Suwarno menilai keberadaan KUTJ (Komisi usaha tembakau Jember) penting sebagai wadah perjuangan petani.

“Krenanya kami memohon kepada Bupati dan DPRD kabupaten Jember, untuk menolak hari Anti tembakau sedunia di kabupaten Jember,” tandasnya.

Sedangkan keberadaan perusahaan swasta yang menanam tembakau di kabupaten Jember, sudah mencapai ribuan hektar, bisa beraktivitas dengan nyaman

“Kami punya datanya,” aku Suwarno dalam orasinya.

Sedangkan petani tembakau tradisional yang ada di kabupaten Jember, kata Suwarno, ketika menanam tembakau selalu dibenturkan dengan kerugian karena murahnya harga tembakau milik petani.

“Ada apa ini ?,” Sergahnya seraya Suwarno

Kehadiran Pemerintah Daerah Kabupaten Jember, menurut Suwarno dapat membawa kejayaan petani tembakau.

“Pemerintah harus hadir ditengah petani tembakau,” tandasnya.

Sedangkan di tempat terpisah, petani asal desa Wringin Telu, Agus ketika di wawancarai mengatakan,kami berharap agar harga tembakau milik petani tradisional di tahun 2022 ini bisa mahal,harapnya

Kami dari desa Wringin telu membawa sekitar 50 orang petani tembakau,dengan tujuan agar bisa mengadukan persoalan tembakau ini kepada Bupati Jember.

“Bupati Jember Hendi siswanto adalah satu-satunya harapan petani desa Wringintelu, kami sangat berharap kebijakan Bupati kali ini, dapat memperjuangkan nasib petani tradisional dengan harga yang mahal,” pungkas Agus (Gito)

Table of Contents