Di Tengah Perebutan Posisi Jabatan Dirut
JEMBER- JEMPOL – Dirut PDP Kahyangan diguncang Isu Fee Lelang, diantara mulai merebaknya perebutan posisi jabatan. Hariyanto yang menjabat sebagai Direjtur Utama perusahaan daerah milik pemkab jember sejak era pemerintahan Bupati Jember dr Faida MMR, dituding main fee lelang penjualan produk karet, kopi, dan sengon.
Memang patut dipertanyakan, framing isu itu, mencuat justru bersamaan dengan ramai-ramainya bursa calon Dirut PDP Kahyangan, yang diperkirakan bulan Agustus perpanjangan masa jabatan Hariynto sudah berakhir, dan para makelar-makelar mungkin mempunyai calon-caon yang nantinya bisa menggerakkan praktek mereka untuk mencari keuntungan
Mendengar adanya isu itu, Hariyanto berkelit. Seperti dirilis Viralkata.com, Hariyanto yang dikonfirmasi di kantornya pekan lalu, membantah adanya fee penjualan dari pemenang lelang produk yang dihasilkan PDP Kahyangan, seperti dituduhkan.
“Tidak benar selama ini saya mendapatkan fee penjualan dari pemenang lelang, semua pemenang lelang berdasarkan penawaran tertinggi”, ungkap Harianto.
Tak Ambil Operasional Dirut
Bahkan Harianto mengaku, selama menjadi Dirut PDP hanya mengambil gaji sebesar 12 jt perbulan, Sedangkan untuk biaya operasional, mantan pejabat pemkab Jember itu mengaku tidak pernah ambil dari kas PDP.
“Bisa dicek, saya tidak pernah mengambil biaya operasional dari kas”, ujarnya.
dikonfirmasi jempolindo.id, Selasa (11/5/2021) malam, mengenai posisi keuangan PDP, Hariyanto menjelaskan posisi keuangan PDP sepertinya biasa-biasa saja, bahkan pada tahun 2019, PDP pernah mengalami keuntungan.
“Hanya terus tahun 2020, ikut terdampak covid 19,” tuturnya.
Hariyanto tak menampik, pemberlakuan pemenang lelang dengan harga tertinggi itu memang menutup kemungkinan terjadinya permainan lelang, yang selama ini ada indikasi terjadi, yang justru menyebabkan kerugian PDP.
“Proses dan tahapan lelang sudah ada dasar-dasarnya,” ujarnya.
Makelar Lelang Tak Berkutik
Sepertinya, kebijakan yang diberlakukan Hariyanto justru menutup pintu bagi para pialang, yang merasa dirugikan. Para makelar penjualan tak berkutik, diduga justru merebaknya isu bermula dari tertutupnya para pemain yang biasanya diuntunkan dari lelang.
Isu lama itu kembali sengaja digelindingkan, ditengah kesulitan keuangan PDP Kahyangan, yang pernah mengajukan permohonan penyertaan modal dari APBD Jember. Karena, untuk bayar karyawan saja hanya mampu bayar 70% dari gaji, demikian juga THR tahun ini juga cuma dibayar 70% dari gaji terakhir.
Kasus lelang kopi sempat mengemuka di kalangan karyawan PDP, karena peserta lelang kopi yang memberikan penawaran harga tertinggi itu masih kerabat karyawan PDP di bagian umum. Selama ini, ada dua perusahaan besar yang selalu dimenangkan dalam lelang, yakni PT. Nasional dan PT. AJM.
Dugaan maraknya praktek makelar lelang yang diduga dilakukan orang dalam, mendorong Hariyant untuk menggunakan strategi lelang yang tidak memungkinkan adanya praktek makelar menjalankan aksinya, salah satunya dengan menggunakan penentuan pemenang lelang yang pasti diambil harga tertinggi. Sedangkan dasar penetapan harga mengambil harga pasar katet/kopi dunia dan harga pasar lokal yg setiap harinya dirilis di internet.
“Jadi fluktuatif harga mengacu pada harga pasar ekspor tetapi dikonversikan ke harga lokal, karena penjualan PDP masih terbatas dipasar lokal yang dibeli oleh para eksportir,” jelasnya.
Juga digunakan pola lelang, yang tadinya kwantumnya kecil-kecil, hanya kisaran 10 sampai dengan 20 ton perlelang, seperti yang diberitakan, justru membuka celah para makelar bisa masuk, karena modalnya tidak terlalu besar apabila menang lelang.
Lelang dengan kuantum kecil, yang membuka ruang bagi para makelar bermain, ujungnya setelah menang malah dijual lagi ke eksportir.
“Pada saat saya, kwantum penjualan, saya buat besar agar penjualan bisa langsung ke pembeli besar dan harganya bisa lebih tinggi, ini masalah yang sebenarnya menjadi tujuan framing pemberitaan,” Kata Hariyanto.
Dituding Menguntungkan Diri Sendiri
Tentang pungutan fee lelang itu mengemuka dari informasi yang bersumber dari orang dalam PDP sendiri, menuding Dirut PDP minta fee penjualan sebesar 1.000 – 1.500 rupiah perkg.
Sedangkan frekuensi lelang produksi karet bisa mencapai minimal 100 ton. Karenanya, Dirut PDP bisa mendapat keuntungan sebesar 100 juta sebulan. Belum dari produk kopi, yang setahun sekali panen bisa mencapai 400 ton, fee yang didapat bisa mencapai 400 juta.
Belum lagi penjualan kayu sengon dan kayu karet, fee yang dikutip 10.000 – 25.000 rupiah setiap pohon yang ditebang.
Perihal lelang, disebutkan, pemenang lelang tidak selalu berdasarkan penawaran harga tertingi. Beberapa lelang karet dan kopi terjual bukan atas harga tertinggi. Tapi atas kebijakan Harianto selaku Dirut PDP, ada tim lelang namun tidak difungsikan.
Sumber dari orang dalam, Harga dan pemenang lelang yang menentukan Dirut, bukan atas dasar harga tertinggi. Jika lelang berdasarkan harga tertinggi, pernah terjadi ada saat penawaran lelang kopi dengan harga 26.000 perkg, sedangkan Dirut malah memberikan kepada pemenang lelang dengan penawaran harga 19.000 perkg, yang dimenangkan oleh pihak PT. AJM.
Hariyanto menepis isu itu, menurutnya tidak pernah ada harga lebih rendah yang dimenangkan dari harga penawaran yang lebih tinggi,
“Bahkan kadang penawar tertinggi masih kami nego untuk ditawar lebih tinggi lagi, prinsip lelang di PDP, apabila penjualan akan ngambil harga yang paling tinggi tetapi kalau pembelian kami mengambil harga yg paling rendah,” pungkasnya. (mmt)