Jember, Jempolindo.id – Baru lalu, Bupati Jember Muhammad Fawait mencanangkan program Bunga Desa (Bupati Ngantor di Desa), saat giat Pro Gus’e, 100 hari kerja.
Baca juga:
Program itu lalu banyak yang mengomentari, baik dari sisi namanya, maupun maknanya yang tersirat.
Pemkab Banyuwangi Lebih Dulu
Nama program Bunga Desa, ternyata bukan barang baru, Pemkab Banyuwangi lebih dulu, telah melaksanakannya, dengan nama yang persis sama.
Urusan menjiplak nama, memang tidak masalah, karena tidak ada hak patennya, tentu jauh dari nyerempet pidana.
Tetapi, Gus Fawait tentu tak bisa klaim, sebagai orang yang mengusungnya pertama kali.
Malu ?, ya gak perlu malu juga, toh kalau program itu baik, kenapa tidak ?!.
Dari sisi konten kegiatannya, menurut pernyataan Gus Fawait, melalui kegiatan itu, dia akan mengajak seluruh jajaran OPD untuk ngantor dan menginap di desa.
“Pemerintah Desa, tidak perlu repot, karena saya akan membawa tenda dan tidur di tenda itu,” katanya.
Melalui Vidio rekaman yang diunggah di Instagram Pemkab Jember, tampak Gus Fawait bersama Kepala Dinas Sosial Jember Ahmad Hilmi Lukmas, tampak sedang mempersiapkan sebuah tenda. Rencananya yang akan digunakannya, untuk menginap di desa.
Dengan giat Bunga Desa, Bupati Jember ini ingin tahu langung situasi di desa, dan mengenal lebih dekat kondisi rakyat Jember.
“Masyarakat boleh menyampaikan apa saja. Kegiatan ini, semacam Wadul Gus’e Off Line,” katanya.
Bisa Meningkatkan Elektoral
Sekretaris LSM TrAPP Jember Hariyanto menilai program ini, merupakan bisa jadi program yang bakal mendekatkan Bupati dengan rakyatnya.
“Orang akan menilai Gus Fawait, adalah pemimpin yang merakyat,” katanya.
Jika dilakukan merata di 226 Desa dan 22 Kecamatan, seluruh Kabupaten Jember, maka melalui giat ini, akan berdampak pada meningkatnya elektoral.
“Apalagi, jika pada saat Bunga Desa, Bupati Jember bisa lebih terbuka menerima semua masukan dari rakyatnnya,” katanya.
Jangan Asal Bupati Senang
Hanya saja, jika kehadiran Bupati Jember saat kegiatan itu, lantas hanya mendengar masukan dari aparatur desa saja, maka sudah pasti tidak akan secara utuh menangkap kondisi sebenarnya.
“Lebih lebih, jika aparatur desa hanya menyampaikan informasi yang asal Bupati senang,” tegasnya.
Untuk itu, Hariyanto menyarankan agar saat Bupati Jember, melaksanakan giat itu, dia turun langsung melihat kondisi di desa itu.
“Bagaimana pelaksanaan pembangunannya, bagaimana tata kelola pemerintahannya. Kan masih banyak pembangunan di desa yang indikasinya kurang beres,” tandasnya.
Bunga Desa Indikasi Buruknya Birokrasi
Di sisi lain, LSM TrAPP Jember menyoroti bahwa giat Bunga Desa merukan simbol tidak beresnya tata kelola pemerintahan, mulai tingkat kabupaten hingga desa.
“Terutama dalam menangani layanan publik dan transparansi informasi publik,” ujarnya.
Berdasarkan pengalaman pribadinya, Hariyanto menjelaskan bahwa transparansi publik, hampir terjadi diaemua desa, belum berjalan dengan baik.
“Kami mengalami sendiri, betapa sulitnya, hanya untuk meminta salinan APBDes saja,” ujarnya.
Masalah tersebut, sudah berulangkali, disampaikannya melalui berbagai forum. Baik ditingkat desa, kecamatan, maupun Kabupaten Jember.
“Bahkan, kami sudah sering mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPRD Kabupaten Jember, Dinas PMD, inspektorat dan dinas terkait lainnya. Tapi, persoalan ini tak kunjung bisa diselesaikan,” paparnya.
Padahal, transparansi informasi, kata Hariyanto merupakan kata kunci dalam penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
“Semakin tertutup tata kelola pemerintahan, maka semakin kuat dugaan adanya indikasi ketidak beresan,” tegasnya.
Apakah program Bunga Desa ini akan membawa angin segar perbaikan transparansi informasi Pemerintahan Desa ?.
“Kan belum berjalan, ya kita tunggu saja, apakah setelah berjalan, kegiatan Gus Bupati ini bisa mendobrak buruknya tata kelola pemerintahan desa,” tutupnya. (MMT)