Sidoarjo _ Jempolindo.id _ Mendengar disebut Desa Tarik, menggugah ingatan Bakal Calon Bupati Sidoarjo Bambang Haryo Soekartono (BHS) nomor urut 1, tentang sejarah berdirinya Kerajaan Majapahit yang konon didirikan di sebuah kawasan bernama Alas (hutan) Tarik.
“Berdasarkan fakta yang ada menunjukkan cikal bakal Majapahit ada di Sidoarjo bukan di Mojokerto. Yakni berasal dari Desa Tarik yang jaman dulu disebutkan sebagai Alas Tarik (Hutan Tarik),” tegasnya.
Fakta lain yang memperkuat spekulasi BHS, masih terawatnya Tari Ujung yang diduga merupakan cikal bakal kesenian Kerajaan Majapahit. Tarian eksotis, magis dan penuh makna itu hingga kini masih menjadi kebanggan Warga Desa Tarik.
“Tarian Ujung ini tidak boleh punah, ini harus dilestarikan dan dikembangkan lagi. Karena ini kebudayaan yang akan menarik wisatawan domestik dan internasional. Saya ingin mendorong semakin banyak penari. Sehingga semua masyarakat Sidoarjo, Jatim dan nasional bisa menikmati indahnya tarian ini,” terang Bambang Haryo Soekartono seperti dirilis republikjatim.com, Jumat (01/05/2020).
Tarian Maskot Sidoarjo :
Seiring dengan tekadnya hendak mengembangkan Tari Banjar kemuning yang dikenal sebagai tarian warga pesisir Sidoarjo, Mantan anggota DPR RI periode 2014 – 2019 itu, juga bertekat bakal mendorong Tarian Ujung ini menjadi tarian maskot Sidoarjo.
Kata BHS, Tarian Ujung merupakan lambang kekuatan dan keberanian orang Sidoarjo dan orang Tarik. Kendati Tarian Ujung juga dikembangkan diwilayah lain.
“Ini harus bisa diekspose. Meski sudah ada penari yang berusia sepuh, tetapi nilai seninya tetap tinggi. Tarian ini harus segera dipatenkan karena sudah mulai banyak ditiru daerah lainnya dengan nama yang berbeda,” tandasnya.
BHS berharap kebudayaan asli Majapahit itu bisa dinikmati masyarakat luas, bukan hanya dinikmati warga Sidoarjo dan Jatim, tetapi bisa dinikmati wisatawan Nasional dan Internasional.
“Bahkan kalau dikelola dengan baik bisa menghasilkan devisa besar bagi Sidoarjo, Jatim dan Nasional,” jelasnya
Tari Ujung Desa Tarik Unik
Seniman Tarian Ujung, Toni menjelaskan, meski Tari Ujung asal Tarik juga dikembangkan didaerah lain, tetapi gaya tariannya berbeda.
Karenanya Toni dan penari Ujung lainnya berkeinginan mematenkan Tarian Ujung asli Desa Tarik itu.
Penari Ujung biasanya dilakukan sekitar 30 orang dengan diiringi musik gamelan yang dimainkan sekitar 5 orang.
Pemain Tari Ujung naik panggung gantian dua orang dibantu pelandang (wasit) yang mengatur pertunjukkan.
Masing – masing pemain menggunakan rotan dengan ukuran tertentu.
Tarian Ujung dibagi 3 sesi, Telak (mengelak), gantian memukul dan pukulan bebas.
Penari sulit menghindar dari kemungkinan terkena pukulan rotan, acapkali kulitnya melepuh, seusai pertunjukan kulit penari diolesi pisang hijau dan ditaburi beras kuning.
“Tahun 2017 kemarin, kami tampil di Bali dan dapat penghargaan dari Gubernur Bali. Tapi, kami belum bangga dan puas total karena belum mengantongi hak paten itu,” pintanya.
Dukungan Warga :
Kades Tarik Achmad Fathoni menjelaskan, upaya pelestarian tarian asal Majapahit itu, dilakukan dengan memfasilitasi kelompok tari Ujung agar bisa tampil di daerah lain.
“Disamping gelaran yang Tarian Ujung yang biasa diadakan saat bulan Agustus dan saat meminta hujan,” jelasnya.
Kampoeng Seni :
Kepedulian BHS terhadap perkembangan seni dan kebudayaan ditunjukkan melalui gagasannya menjadikan Kampoeng Seni di komplek Perum Pondok Mutiara Sidoarjo sebagai Sentra Budaya sekaligus Sentra Market Sidoarjo, lengkap dengan panggung kesenian, stan market, juga Mall Galeri hasil kerajinan para seniman dan budayan Sidoarjo.
Selain itu, di samping Tol Sidoarjo – Malang juga bakal disiapkan videotron. Isinya daftar berbagai hasil kesenian, produk unggulan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta berbagai jadwal pertunjukkan kesenian dan kebudayaan.
Gagasan itu disampaikannya saat Silaturrahmi bersama seniman dan budayawan di Kampoeng Seni, Senin (09/03/2020) malam
BHS mengaku prihatin melihat kondisi Kampoeng Seni. Apalagi, mendengar ada isu rencana Kampoeng Seni bakal dijual.
“Kampoeng seni ini potensinya sangat luar biasa. Kami yakin yang menggagasnya juga orang-orang luar biasa. Mari bersama-sama mengembangkan Kampoeng Seni ini menjadi Sentra Budaya dan Sentra Market yang dilengkapi mall galeri dan panggung pertunjukkan kesenian,” tandasnya.
Gelar 10.000 Penari Remo
Kata BHS, kebudayaan Sidoarjo berkarakter dan berkualitas baik. Jika Banyuwangi mampu menampilkan 1.000 penari Gandrung, BHS ingin menampilkan 10.000 Penari Remo (massal).
Sementara Tuan Rumah Kampoeng Seni, Mahmud Yunus mengapresiasi program BHS untuk menghidupkan dan mengembangkan kembali Kampoeng Seni. Apalagi, sebelumnya para seniman di Kampoeng Seni sukses mengikuti berbagai pameran di Jakarta, Surabaya dan Bali. Bahkan saat jadi tuan rumah pameran nasional bersama seniman dan budayawan se nusantara juga sukses.
“Kami bercita-cita Kampoeng Seni ini bisa hidup kembali. Karena Kampoeng Seni ini bukan milik perorangan, tapi milik seluruh seniman dan budayawan Sidoarjo. Kami mengapresiasi berbagai program Pak BHS. Seniman dan budayawan disapa, dibuatkan panggung dan pameran serta diharapkan banyak yang membeli. Kami berharap Kampoeng Seni maju dan berkembang serta semakin positif bagi kemajuan para seniman dan budayawan,” tandas pria yang akrab dipanggil Abah Willy itu. (*)