Jember, Jempolindo.id – Setiap tanggal 20 Mei, Indonesia memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas). Tanggal ini dipilih untuk mengenang berdirinya organisasi Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908, yang dianggap sebagai tonggak awal kebangkitan kesadaran nasional melawan kolonialisme.
Namun, mengapa peristiwa ini begitu penting hingga dijadikan simbol kebangkitan bangsa?.
Jawabannya terletak pada konteks sejarah, transformasi perjuangan, dan semangat persatuan yang menginspirasi generasi berikutnya.
Latar Belakang Kolonial dan Perlawanan yang Terfragmentasi
Sebelum abad ke-20, perlawanan terhadap penjajahan Belanda bersifat lokal, sporadis, dan dipimpin oleh tokoh-tokoh regional seperti Pangeran Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol, atau Pattimura.
Meskipun heroik, perlawanan ini mudah dipatahkan karena kurangnya koordinasi dan visi bersama.
Masyarakat Indonesia saat itu masih terpecah oleh identitas kesukuan, agama, dan kepentingan kerajaan-kerajaan kecil. Kolonial Belanda memanfaatkan perpecahan ini dengan politik “divide et impera” (pecah belah dan kuasai).
Situasi mulai berubah memasuki awal abad ke-20. Pemerintah Belanda menerapkan Politik Etis (Balas Budi) sebagai bentuk tanggung jawab moral atas eksploitasi sumber daya Indonesia.
Salah satu aspeknya adalah membuka kesempatan pendidikan terbatas bagi pribumi.
Dari sinilah muncul elit terdidik yang terpapar ide-ide modern seperti nasionalisme, demokrasi, dan hak self-determination (penentuan nasib sendiri).
Berdirinya Boedi Oetomo: Dari Pendidikan Menuju Kesadaran Nasional
Boedi Oetomo didirikan oleh dr. Wahidin Soedirohoesodo, dr. Soetomo, dan mahasiswa School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) di Jakarta.
Organisasi ini awalnya berfokus pada peningkatan pendidikan dan budaya Jawa, tetapi seiring waktu, cakupannya meluas.
Meski masih terbatas pada kalangan priyayi (elit Jawa), Boedi Oetomo menjadi pelopor dalam membentuk organisasi modern berbasis rasionalitas, bukan primordialisme.
Kehadiran Boedi Oetomo menandai peralihan dari perlawanan fisik ke perjuangan berbasis pemikiran dan organisasi.
Ini berbeda dengan perlawanan sebelumnya yang bergantung pada kekuatan senjata.
Organisasi ini juga menjadi inspirasi bagi lahirnya gerakan-gerakan lain, seperti Sarekat Islam (1912), Indische Partij (1912), dan Muhammadiyah (1912), yang mulai menyuarakan aspirasi politik dan kesetaraan.
Mengapa 20 Mei Dijadikan Simbol Kebangkitan?
Pertama, Boedi Oetomo adalah organisasi modern pertama yang mengedepankan persatuan.
Meski awalnya berorientasi pada Jawa, gagasannya tentang kemajuan melalui pendidikan dan kolaborasi menjadi fondasi bagi gerakan nasional yang lebih luas.
Kedua, semangat intelektualisme, yang dibawa Boedi Oetomo membuka jalan bagi dialog tentang identitas kebangsaan.
Para pemuda terpelajar mulai mempertanyakan hak-hak mereka sebagai bangsa yang dijajah.
Ketiga, tanggal 20 Mei dipilih sebagai simbol rekayasa sejarah oleh Presiden Soekarno pada 1948.
Saat itu, Indonesia sedang menghadapi agresi militer Belanda dan ancaman perpecahan internal.
Soekarno perlu menciptakan narasi pemersatu yang mengalihkan perhatian dari perbedaan ideologi (Islam, nasionalis, komunis) ke semangat bersama melawan kolonialisme.
Boedi Oetomo, meski bukan organisasi politik, dianggap netral dan mewakili semangat awal kebangsaan.
Kritik dan Kontroversi
Sejumlah sejarawan mengkritik pemilihan Boedi Oetomo sebagai simbol kebangkitan nasional.
Alasannya, organisasi ini dianggap elitis, hanya mewakili kepentingan Jawa, dan tidak memiliki agenda politik jelas.
Selain itu, gerakan seperti Sarekat Islam justru lebih masif dan radikal dalam menentang kolonialisme.
Namun, penting dipahami bahwa Harkitnas tidak sekadar merayakan Boedi Oetomo, melainkan semangat zaman (zeitgeist), yang muncul pada awal 1900-an.
Periode ini menjadi era ketika gagasan “Indonesia” sebagai satu bangsa mulai dikonstruksi melalui Kongres Pemuda 1928, media massa, dan karya sastra.
Relevansi Hari Kebangkitan Nasional Masa Kini
Di tengah tantangan modern seperti disintegrasi, hoaks, dan politik identitas, Harkitnas mengingatkan kita pada pentingnya Persatuan dalam keberagaman.
Kebangkitan nasional 1908 mengajarkan bahwa kemajuan hanya mungkin dicapai melalui pendidikan, kolaborasi, dan kesadaran kolektif sebagai satu bangsa.
Selain itu, Harkitnas juga menjadi refleksi atas perlunya kritik terhadap ketimpangan.
Boedi Oetomo lahir dari keprihatinan dr. Wahidin terhadap nasib rakyat miskin yang tak terjangkau pendidikan.
Di era sekarang, semangat ini harus diterjemahkan dalam upaya mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi.
Penutup
Hari Kebangkitan Nasional bukan sekadar ritual tahunan, melainkan pengingat bahwa Indonesia lahir dari kesadaran bersama untuk merdeka, maju, dan berdaulat.
Boedi Oetomo mungkin bukan organisasi sempurna, tetapi keberadaannya membuktikan bahwa perubahan dimulai dari keberanian untuk bersatu dan berpikir maju. Seperti kata Soekarno, “Jangan sekali-kali melupakan sejarah” — karena di sanalah kita menemukan identitas dan tujuan sebagai bangsa.
Dengan memaknai Harkitnas, diharapkan terus menjaga api persatuan dan memperjuangkan keadilan, sebagaimana para pemuda 1908 meletakkan batu pertama pergerakan nasional. (#)