Bedah Buku Merahnya Ajaran Bung Karno

Loading

Jember _ Jempolindo.id Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember (FIB UNEJ) bersama Himpunan Badan Keluarga Mahasiswa Sejarah (BKMS), berkolaborasi mengadakan kegiatan diskusi publik dan bedah buku Merahnya Ajaran Bung Karno, diselenggarakan di di Aula Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember.  Senin ( 26/06/2023).

Jempolindo, Jember, bedah Buku, Merahnya Ajaran Bung Karno, GMNI FIB UNEJ
Bedah Buku Merahnya Ajaran Bung Karno

Bedah buku karya  Airlangga Pribadi Kusman itu,  dalam rangka memperingati bulan Pancasila. Sekaligus bulan Bung Karno.

Selain Penulis buku Merahnya Ajaran Bung Karno itu sendiri, juga turut hadir  dua pembicara lainnya, Andang Subaharianto, selaku Rektor Universitas 17 Agustus Banyuwangi sekaligus Alumni GMNI Jember dan Ikwan Setiawan, selaku Dosen FIB Universitas Jember sekaligus Budayawan.

Hadir juga, beberapa elemen, yaitu Mahasiswa, Rektor Universitas Jember, Akademisi, Anggota DPRD Jember, dan beberapa tokoh lainnya.

Jempolindo _ Paparan Penulis 

Pada acara diskusi tersebut, Airlangga Pribadi Kusman, penulis buku Merahnya Ajaran Bung Karno, memaparkan makna diksi ‘Merah’ dalam judul bukunya.

Airlangga menjelaskan ‘Merah’ dalam kajian sosiologi politik menggambarkan simbol keberpihakan terhadap kalangan marginal, kalangan yang dimiskinkan oleh suatu struktur sosial.

Dalam bukunya, dijelaskan konsistensi Soekarno, sebagai Tokoh Pergerakan hingga menjadi Presiden Pertama Republik Indonesia, dalam memihak kesejahteraan.

Lebih dalam lagi, Airlangga menyebutkan bahwa ‘Merah’ adalah kehidupan. Lahirnya tokoh revolusioner berasal dari tetesan darah merah.

“Ini adalah ilustrasi dari apa yang dipersembahkan perjuangan Bung Karno kepada rakyat Indonesia. Tentang suatu kehidupan yang mulia, tentang kehidupan yang setara,” jelasnya.

Pendapat Andang

Andang, salah satu pembicara dalam diskusi tersebut, menyebutkan bahwa buku Merahnya Ajaran Bung Karno sangat menarik. Karena ditulis oleh seorang Intelektual mantan aktifis organisasi Islam.

Tradisi menulis yang mengedepankan nilai Intelektual daripada eksklusifitas satu kepentingan, diharapkan menjadi kultur cerdas dalam meningkatkan kualitas Intelektual generasi bangsa.

“Saya kira kalau tradisi ini betul-betul terbentuk, ini saya kira tradisi intelektual yang luar biasa. Bisa ditumbuhkan oleh anak-anak muda dengan pikiran yang jernih dengan ketajaman Intelektual, kepekaan Intelektual, sehingga kita bisa betul-betul membangun sebuah kultur cerdas bagi masa depan bangsa Indonesia,” ujarnya.

Rektor Universitas 17 Agustus Banyuwangi sekaligus Alumni GMNI itu menyebutkan, bahwa buku Merahnya Ajaran Bung Karno berisi tentang jawaban kebutuhan Intelektual generasi muda saat ini.

Buku setebal 570 halaman itu tidak hanya memaparkan permasalahan, namun juga menyuguhkan solusi.

Bagi Andang, Airlangga selaku penulis buku telah berhasil dalam merekontekstualisasikan pemikiran Bung Karno, menjadi relevan dengan kondisi Indonesia mulai dari pasca Perang Dingin hingga hari ini.

Pendapat Ikwan Setiawan  

Ikwan Setiawan, akademisi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember sekaligus Budayawan, berpendapat bahwa buku Merahnya Ajaran Bung Karno mengajak pembaca untuk memahami sosok Bung Karno secara akademis, alih-alih hanya sebagai patriot yang berapi-api.

“Di situlah kemudian kita bisa mendapatkan betapa Bung Karno itu adalah The Thingking Subject dan juga Resisting Subject. Subjek yang berfikir dan juga subjek yang melawan,” ucapnya.

Ia juga menambahi pernyataan Andang tentang transformasi konsep Nasionalisme dari Barat oleh Bung Karno.

“Bagaimana kemudian membawa Nasionalisme dalam konteks Indonesia yang terjajah pada saat itu. Barat nggak ada. Barat tidak mengalami kolonialisme itu, Barat yang menjajah. Maka kemudian ada dimensi yang berbeda. Maka kemudian, Airlangga dalam bukunya itu menjelaskan bagaimana kita harus memahami itu sebagai satu karya kritis dari seorang Soekarno,“ papar akademisi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember itu.

Pemikiran Bung Karno

Dalam acara diskusi publik dan bedah buku tersebut, ketiga pembicara sepakat bahwa pemikiran Bung Karno tentang Nasionalisme dan perjuangan kemanusiaan sangat relevan dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Mereka berharap buku Merahnya Ajaran Bung Karno ini dibaca dan dikaji oleh kalangan generasi muda guna meningkatkan kualitas Intelektual serta rasa Nasionalisme kemanusiaan ala Soekarno.

Acara diskusi publik dan bedah buku yang diselenggarakan juga bukan semata-mata perihal momentum saja, tetapi juga sebagai cara untuk kembali memurnikan seluruh pemikiran Soekarno tentang Kebangsaan dan Kemanusiaan dari berbagai perspektif yang berbeda.

Maka dari itu, esensi diselenggarakannya diskusi dan bedah buku ini untuk memurnikan dan memahami secara utuh berbagai bentuk pemikiran dari Soekarno. (*)

*) Penulis: Zahra Fadia Siti Haliza