Alit Indonesia Bergerak Selamatkan Candi Songgoriti

jempolindo, batu, yayasan alit indonesia, candi songgoriti
Para peserta diskusi Yayasan Alit Indonesia

Loading

Batu _ Jempolindo.id _ Yayasan Alit Indonesia bergerak berupaya selamatkan kawasan Candi Songgoriti, yang terletak di Desa Songgokerto Kecamatan Batu Kota Batu Provinsi Jawa Timur.

Baca juga : Yayasan Alit Bangunkan Mimpi Gen-Z Jember

Sejalan dengan keinginan untuk menyelamatkan Candi Songgoriti, Yayasan ALIT Indonesia menggelar forum kumpul bocah dan sarasehan bertajuk “Pelestarian Cagar Budaya Berbasis Komunitas”, bertempat di halaman Candi Songgoriti, pada Sabtu (15/04/2023) pukul 15.00 Wib.

jempolindo, batu, yayasan alit indonesia, candi songgoriti
Nara Sumber sarasehan Yayasan Alit Indonesia

Hadir pada acara diskusi itu, para sesepuh desa dan tokoh pemuda desa Songgokerto serta para pegiat budaya dari beberapa daerah seperti Kabupaten Malang, Surabaya, Kota Malang dan Sidoarjo. Sekitar 30 orang hadir dalam diskusi ini.

Latar belakang Alit Indonesia menggelar diskusi itu, menurut Direktur Eksekutif Yayasan Anak Lintang (Alit) Indonesia Yuliati Umrah, berdasarkan masukan warga sekitar, terdapat indikasi penyerobotan lokasi Candi Songgoriti.

“Bukan hanya itu, ada upaya privatisasi sumber mata air panas, oleh pihak pengelola hotel, yang disudet dari bawah candi,” kata Yuli.

Tindakan penyerobotan mata air oleh pihak swasta itu, menurut Yuli sudah terjadi sejak jaman Orde Baru, yang memungkinkan semakin membuat kerusakan cagar budaya itu.

“Mirisnya lagi, pihak pengelola hotel malah membuat larangan – larangan, kepada warga sekitar,  untuk memanfaatkan air candi,” ujarnya.

Padahal, kata Yuli Candi Songgoriti itu merupakan salah satu candi tertua di Jawa Timur, yang merupakan salah satu bukti sejarah peradaban era akhir kerajaan Mataram Kuno di  abad ke VIII.

“Candi yang memiliki keistimewaan yakni dikelilingi 3 sumber air panas, dingin dan hangat ini menjadi salah satu destinasi unggulan Kota Batu untuk tujuan wisata alam,” ujarnya.

Seluruh warga desa sekitar candi, menurut Yuli telah mengenal candi ini sebagai candi yang memberikan manfaat air kesehatan, yakni air panas yang terus memancar dari badan candi dan warga telah memanfaatkan sejak dulu kala, untuk mandi maupun untuk keperluan kesehatan.

“Kehadiran Candi Songgoriti dan sumber air panasnya turut serta membentuk ekosistem budaya masyarakat setempat. Diantaranya seperti tradisi ruwatan desa, sedekah bumi serta menjaga dan membersihkan candi rutinan setiap bulan purnama karena warga desa merasa mendapatkan berkah kebaikan dan kesehatan dari kehadiran candi ini,” papar Yuli.

Sayangnya, kata Yuli, antusiasme warga dalam menjaga kelestarian candi ini harus diwarnai dengan berbagai permasalahan akan status dan dugaan eksploitasi air dari cagar budaya di Desa Songgokerto ini.

“Sayangnya, ide ini disambut kurang baik oleh beberapa investor dan pengusaha di sekitar, yang merasa bahwa ALIT berpotensi mengganggu mereka dalam mengakses sumber air panas yang ada di candi tersebut,” ujar Yuli.

Jempolindo_ Pelestarian Cagar Budaya 

Endah Budi Heryani, Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XI, membuka diskusi dengan menjelaskan terkait dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur pelestarian cagar budaya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2022 tentang Register Nasional dan Pelestarian Cagar Budaya.

“Pada Pasal 57 disebutkan bahwa Pelestarian Cagar Budaya dapat meliputi Perlindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan. Setiap orang atau komunitas bisa ikut serta dalam proses pelestarian budaya,” paparnya.

Selanjutnya, Mishariadi, selaku Kamitua atau perwakilan warga sekitar, menyampaikan keluhan warga, atas kelakuan para investor dan pengusaha di sekitar Candi.

“Pihak swasta itu hanya memanfaatkan sumber air yang ada saja, tanpa melakukan sesuatu untuk merawat kelestarian alam dan budaya yang ada di Candi Songgoriti,” sergahnya.

Terkait dengan rancunya administrasi dan kepemilikan wilayah masuk di Kabupaten Malang atau Kota Batu, kata Endah terdapat permasalahan politik antara wilayah Kota Batu dan Kabupaten Malang, yang membuat candi menjadi terbengkalai.

“Sehingga ini harus ada tindak lanjut, untuk memperjelas status kepemilikan dan administrasi dari candi Songgoriti,” tandasnya.

Berikutnya, Abdul Wachid Habibullah selaku Direktur LBH Surabaya, menjelaskan proses konservasi air dan cagar budaya dalam kacamata hukum. Wachid menyinggung berbagai contoh kasus lain yang serupa terkait dengan maraknya kasus privatisasi air yang dilakukan oleh para pengusaha di kota Batu, sebagai efek samping dari masifnya branding Kota Wisata.

“Candi Songgoriti dilihat dari landscape dan situs cagar budayanya, wilayah ini seharusnya masuk dalam wilayah lindung. Ini berarti wilayah ini merupakan wilayah yang harus dijaga dan tidak boleh ada tindakan eksploitasi sumberdaya secara besar-besaran,” jelasnya.

Jempolindo _ Branding Candi 

Selanjutnya, Retno Hastijanti, menyampaikan perlunya upaya membranding kembali situs candi dan berbagai potensi budaya. Agar, anak-anak dan remaja di sekitar, bisa lebih tertarik dan peduli akan sejarah dan potensi budaya yang ada.

“Sehingga diharapkan di kemudian hari dapat meningkatkan pendapatan wilayah dari sector wisata. Namun dengan branding dan kegiatan yang lebih positif bagi anak-anak dan warga sekitar,” ujarnya.

Hal itu sejalan dengan pendapat Sukarno, Ketua RW 1 sekaligus perwakilan warga sekitar, yang menyampaikan keinginan warga akan kejelasan pengelolaan candi.

“Sehingga warga mendapatkan akses untuk mengelola, melestarikan, dan merawat candi Songgoriti,” harapnya.

Terakhir, Myrtati Dyah Artaria, selaku Guru Besar Antropologi, menjelaskan bagaimana potensi budaya tak benda ini juga bisa menjadi potensi yang dapat dieksplorasi lebih lanjut.

Myrtati juga menjelaskan terkait peran penting sumber mata  air ini, dalam peradaban manusia dan memperbaiki citra candi sebagai tempat yang lebih positif.

“Karenanya, perlu ada upaya agar Candi ini dapat terselamatkan,” tandasnya. (Gilang)