Jember_ Jempolindo.id _ Aksi Ribuan Mahasiswa Jember yang tergabung dalam Aliansi Jember yang bergerak mengepung Gedung DPRD Jember berhasil diredam, Kamis (8/10/2020).
Pantauan Jempol ditengah aksi mahasiswa, meski sempat memanas, pihak aparat kepolisian Jember hanya bertahan dan tidak terpancing situasi.
Setelah cukup lama Aliansi Jember Menggugat yang menggelar sidang rakyat bertahan di depan Gedung DPRD Jember, ahirnya perwakilan mahasiswa ditemui Ketua DPRD Jember M Itqon Syauki.
“Kami berjanji akan mengantarkan aspirasi mahasiswa kepada DPRRI langsung, tidak mungkin kami akan berpihak kepada kepentingan oligarki,” kata Itqon saat membacakan surat pernyataan yang ditanda tanganinya.
Saat ditemui di ruang Gedung DPRD Jember, perwakilan aksi menyampaikan kekecewaannya atas sikap DPRD Jember yang selama ini tidak serius menanggapi penyampaian aspirasi mahasiswa.
“Selama ini setiap kali ada gerakan mahasiswa hanya menjawab ya ya saja tidak jelas tindak lanjutnya, jadi kami minta sikap tegas DPRD Jember,” keluh perwakilan aksi.
DPRD Jember berkenan menanda tangani kesepakatan bersama perwakilan aksi yang dibacakan didepan masa mahasiswa.
Selanjutnya, Korlap massa aksi meminta mahasiswa membubarkan diri.
Sebagai catatan, Aliansi yang merupakan gabungan dari 25 elemen mahasiswa Jember itu menuntut UU Cipta Kerja yang baru saja di sahkan dicabut, karena dinilai tak memenuhi rasa keadilan.
Aliansi Jember Menggugat juga menyatakan Mosi Tidak Percaya atas pemerintahan Jokowi dan DPRRI.
Melalui press reales nya, Aliansi Jember Menggugat menjelaskan penyusunan UU Cipta Kerja dilakukan tidak melibatkan elemen terdampak. Padahal, disahkannya UU Cipta Kerja yang disusun
DPRRI dengan metode Omnibus Law ditetapkan setelah 64 kali pembahasan di masa pandemi Covid 19.
UU Cipta Kerja terdiri atas 15 bab dan 174 pasal ini disusun dengan metode omnibus law. Pengesahan RUU Cipta Kerja berdampak terhadap 1.203 pasal dari 79 UU yang terkait dan terbagi dalam 7.197 daftar inventarisasi masalah.
Aliansi Jember Menggugat mencemaskan terjadinya perampasan lahan atas nama kepentingan investasi dan kerusakan lingkungan yang masive.
“Ada beberapa hal yang membuat kami geram atas disahkannya RUU Cipta Kerja, pertama, RUU ini dikebut ditengah rakyat sedang berjuang matia – matian mempertahankan hidup ditengah pandemi covid 19. Pemerintah ternyata lebih mementingkan membuka peluang selebar – lebarnya bagi investor daripada melakukan penguatan di sektor kesehatan. Kedua, RUU Omnibus Law mengandung cacat formil dan materiil dalam pembentukannya,” seperti tertulis dalam rilis Aksi. (Jan/arul)