Jember_jempolindo.id _ Peristiwa Banjir dan Bencana Alam yang dalam tiga pekan pertama memasuki tahun 2021 melanda Indonesia, hingga di beberapa wilayah telah merenggut ratusan korban jiwa, menggugah Aktivis DPK GMNI IAIN Jember turut menggalang aksi peduli bencana. Minggu (24 Januari 2021).
Melalui Ketua DPK GMNI IAIN Jember Ilham Ramadhan dijelaskan, aksi peduli bencana dilakukan melalui penggalangan dana di pusat keramaian, sambil menyebar selebaran.
“Bukan semata menggalang dana, kami juga menggugah kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian alam,” katanya.
GMNI Jember, Kata Ilham perihatin atas peristiwa Bencana alam yang melanda di tengah Indonesia sedang melawan pandemi COVID-19 yang terus mengalami peningkatan.
“Tentu bencana itu makin menghawatirkan mengakibatkan dampak bagi stabilitas nasional dan keberlangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lainnya,” katanya.
Ilham menyitir data BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) yang mencatat sudah ada 169 bencana alam yang terjadi di Indonesia sejak awal tahun. Mayoritas bencana alam yang terjadi, banjir, gempa bumi, angin ribut, hingga tanah longsor.
“Bencana alam juga kerap kali terjadi disebabkan karena Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah gunung api terbanyak di dunia,”Jelasnya
Menurut Ilham, tingkat Bencana alam disebabkan kondisi geologis yang ada di Indonesia. Kondisi geologis Indonesia memiliki banyak gunung api yang berdampak positif maupun negatif.
“Selain menyebabkan tanah di Indonesia memiliki tingkat kesuburan yang tinggi, hal ini juga menyebabkan sering terjadi bencana alam yang disebakan peristiwa vulkanik. Misalnya gempa bumi, letusan gunung api, sampai tsunami.
Namun kita tidak dapat terus menyalahkan alam sebagai faktor utama dari adanya bencana alam,” jelasnya.
Ilham mencontohkan bencana di Kalimantan Selatan, saat dilanda hujan lebat berakibat banjir besar, diperparah dengan massifnya aktivitas eksploitasi dan alih fungsi lahan produktif menjadi kawasan industri ekstraktif.
Tercatat dari tahun 2010 hingga 2020 terjadi penurunan luas hutan primer sebesar 13.000 hektare, hutan sekunder 116.000 hektare, sawah dan semak belukar masing-masing 146.000 hektare dan 47.000 hektare. Kurang lebih 50% dari lahan di kalimantan telah beralih fungsi menjadi tambang batu bara dan perkebunan sawit.
“Peningkatan deforestasi dan tutupan hutan yang turun drastis, membuat wilayah Kalsel tidak mampu lagi menampung curah hujan tinggi,” tegasnya.
Selain sebabkan daya tampung air berkurang, deforestasi di Kalimantan juga mendorong terjadinya krisis iklim yang berpengaruh besar pada curah hujan ekstrem di musim penghujan.
Kalsel kehilangan lahan yang dapat menampung air hujan karena berubah menjadi perkebunan sawit maupun pertambangan. Bahkan banyak lubang bekas pertambangan ditinggalkan begitu saja tanpa adanya reklamasi.
“buruknya kondisi alam, memicu daya tampung dan daya dukung lingkungan di wilayah-wilayah yang terjadi banjir itu sudah tidak bisa lagi menampung air hujan ketika intensitas hujan meningkat,” tandas Ilham.
Lebih lanjut, Ilham didampingi Sekretaris DPK GMNI IAIN Jember menjelaskna, Pemerintah pusat terus menggaungkan investasi sebagai jalan utama melepaskan dari krisis ekonomi dan tidak ada gagasan satupun tentang agenda pro lingkungan yang harusnya menjadi perhatian pemerintah juga dalam menyelamatkan negara dari krisis ekologis yang tengah mengancam dunia.
“Kehijakan itu menghasilkan praktik investasi yang lebih parah yakni memanfaatkan lingkungan dan sumber daya alam sebagai komoditas yang harus dieksploitasi agar negara lepas dari krisis ekonomi tersebut,” cemasnya.
Penerbitan UU Minerba dan UU Cipta Kerja adalah manifestasi untuk memudahkan eksploitasi sumber daya alam, dan bukan dilandasi watak serta niat untuk melakukan konservasi.
Ilhama menyayangkan, selain lingkungan yang dijadikan pelampiasan krisis, para aktivis yang selama ini mengadvokasi lingkungan justru mengalami kriminalisasi dan kekerasan.
“Aktivis lingkungan, masyarakat adat maupun masyarakat pedesaan yang selama ini hidupnya sangat bergantung pada pemanfaatan lahan untuk pertanian justru seringkali ditindas oleh negara dengan masuknya perusahaan yang mengalih fungsikan lahan produktif,” tegasnya.
Keruskan Alam Di Jember
GMNI juga menyoroti situasi banjir yang terjadi Kabupaten Jember. Berdasarkan data yang terhimpun, banjir berdampak pada enam kecamatan yaitu Bangsalsari, Tanggul, Gumukmas, Puger, Ambulu, dan Tempurejo. Bencana banjir ini disebabkan curah hujan yang sangat tinggi.
Ada faktor lain yang mengakibatkan banjir di kabupaten Jember, salah satunya adalah terus beroprasinya penebangan hutan produksi di Kawasan BKPH Hyang Barat KPH Perum Perhutani Jember.
“Rencana tebang yang tak peduli kondisi alam, sangat kami saayangkan, seharusnya hutan bisa sebagai penyanggah resapan air hujan tetapi penebangan terus dilakukan saat musim hujan,” sesalnya.
Sementara di sektor Jember Selatan, Bencana alam bisa lebih parah lagi akibat adanya upaya eksploitasi alam yang dilakukan PT. Agtika Dwisejahtera, yang selama 2008 hingga saat ini terus berupaya melakukan aktivitas pertambangan pasir besi diwilayah pesisir pantai Desa Paseban, Kecamatan Kencong meskipun mendapatkan penolakan keras dari warga paseban.
“Kami Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Jember tetap konsisten selama 12 Tahun berjuang bersama warga paseban untuk melakukan penolakan atas rencana PT Agtika Dwisejahtera yang akan melakukan penambangan pasir besi di wilayah pesisir,” tandasnya.
Kegiatan penambangan pasir besi, menurut Ilham akan membawa dampak yang sangat buruk bagi lingkungan sekitar apalagi wilayah paseban termasuk zona merah rawan bencana alam.
Aktivitas tambang pasir akan berakibat terjadi abrasi dan memicu potensi tsunami ketika pasang air laut tinggi dikarenakan hilangnya gumuk pasir, dan hutan mangrove sebagai tameng alami dari ombak besar. Ditambah lagi dengan limbah yang dihasilkan oleh perusahaan tambang tentunya dapat mencemari lingkungan sekitar terutama pada lahan pertanian dan hasil tangkapan laut nelayan.
Kerusakan lingkungan harus menjadi grand issue pemerintah dan masyarakat untuk bersama menjaga lingkungan hidup.
“Kami DPK GMNI IAIN Jember juga mengajak seluruh elemen masyarakat terutama masyarakat Kabupaten Jember untuk bergotong royong membantu saudara kita yang sedang mengalami musibah bencana alam yang terjadi di berbagai daerah termasuk di Jember,” pintanya.
GMNI Jember juga mengecam segala bentuk upaya aktivitas investasi yang sangat berdampak buruk bagi lingkungan, pemerintah harus mengevaluasi kembali aktivitas maupun AMDAL seluruh perusahaan di Indonesia yang bermasalah, serta menindak tegas perusahaan yang membawa dampak buruk bagi lingkungan.
“Semoga segala bentuk perjuangan kita semua untuk menyelamatkan keseimbangan alam selalu diridhoi oleh Tuhan YME. Merdeka! ,” pungkasnya. (*)