Jember_jempolindo.id_ Desa Banjarsari terletak di wilayah administrasi Kecamatan Bangsalsari Kabupaten Jember, hampir selama lebih dari 43 tahun hidup dalam tekanan ketakutan akibat kuatnya rezim penguasa.
Kini Warganya tampaknya mulai mencoba membangun kesadaran baru dengan mendesak agar pemerintah desa dibawah kepemimpinan Pj Kepala Desa Sundari dapat diawali tonggak budaya pemerintah yang profesional dan transparan, seperti diamanatkan undang – undang.
Sundari saat menerima audiensi perwakilan Warga Desa Banjarsari menegaskan akan mengawali pemerintahan desa dari titik nol.
“Kami tampung semua aspirasinya, dan kami akan mengawali semuanya dari titik nol,” tegasnya.
Diketahui, sejak tanggal 23 Desember 2020 Jabatan Kepala Desa Naning Roniani berahir. Perempuan muda itu sudah dua kali masa jabatan berkuasa melanjutkan kekuasan orang tuanya.
Masyarakat Desa Banjarsari barangkali tak sendirian, tak sedikit masyarakat desa lainnya yang serupa. Hak – hak warga dalam mendapatkan informasi tentang desanya diabaikan.
Praktis, rakyat hanya dijadikan objek kebijakan dan sama sekali tak boleh bertanya.
Perwakilan Warga Desa Banjarsari Maswar dalam audiensi itu bertanya tentang keberadaan kekosongan beberapa jabatan yang dalam kurun waktu tertentu tak ada kejelasan.
“Kami hanya ingin tahu sebenarnya tentang kekosongan jabatan, yang itu bisa berdampak pada pelayanan masyarakat. Kami ketahui beberapa jabatan kosong, tanpa ada kejelasan siapa penggantinya ,” tanya Maswar.
Sementara, Perwakitan Warga lainnya Hariyanto mempertanyakan keberadaan Tanah Kas Desa (TKD) yang selama ini juga tidak jelas keberadaan dan peruntukannya.
“Berapa jumlahnya ? dimana saja ? Apakah sampai hari ini masih utuh ? Kalau terjadi peralihan kepada pihak ketiga atas dasar apa peralihannya ? Berapa penghasilan desa dari pemanfaatan TKD ? ,” tanya Hari.
Hari menyoal keterbukaan informasi desa sebagaimana diamanatkan dalam UU Desa Pasal 24, bahwa salah satu azas penyelenggaraan pemerintahan Desa adalah keterbukaan.
“Selama ini kami tidak tahu apa yang terjadi dalam pelaksanaan pemerintahan desa, bahkan terkesan tidak boleh tahu,” sergahnya.
Selanjutnya Hariyanto menyatakan pada bagian penjelasan bahwa yang dimaksud dengan keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudian pada pasal 26 ayat (4) huruf (f) diatur bahwa dalam menjalankan tugasnya Kepala Desa berkewajiban untuk melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme. Masih pada pasal dan ayat yang sama, pada huruf (p) diatur bahwa Kepala Desa juga memiliki kewajiban untuk memberikan informasi kepada masyarakat Desa.
Pada bagian lain, yakni pada pasal 27 huruf (d) diatur bahwa dalam menjalankan hak, tugas, kewenangan, dan kewajiban Kepala Desa wajib memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat Desa setiap akhir tahun anggaran. Pasal 68 ayat (1) huruf (a) dinyatakan bahwa masyarakat desa berhak meminta dan mendapatkan informasi dari Pemerintah Desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Bagian akhir yang mengatur tentang keterbukaan informasi pada UU Desa terdapat pada pasal 86 ayat (1) dan ayat (5) yang menyatakan bahwa desa berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem informasi desa yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan sistem informasi tersebut dikelola oleh Pemerintah Desa dan dapat diakses oleh masyarakat desa dan semua pemangku kepentingan.
Secara spesifik, kewajiban untuk menjalankan keterbukaan informasi bagi badan-badan publik selama ini telah diatur oleh UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Mengacu pada UU KIP, Pemerintah Desa tergolong sebagai badan publik, sebab Pemerintah Desa merupakan lembaga yang salah satu sumber pendanaannya berasal dari APBN dan APBD.
“Jika keterbukaan tidak ada dan kami tidak boleh mengetahui dengan alasan gak jelas, lantas untuk apa ada peraturan,” katanya seraya bertanya.
Berdasar Vidio yang dikirim Reporter Jempol yang mengikuti gelar dengar pendapat bersama perwakilan Warga, tampak Plt Sekretaris Desa Suwarno mencoba memotong pembicaraan sebagai wujud pembelaan atas pelaksaan kebijakan pemerintahan desa yang dijalaninya bersama matan Kepala Desa Naning Roniani.
================
Berdasarkan Permendagri Nomor 67 Tahun 2017 dalam perubahan ketentuan ke-6 atas Pasal 7 Permendagri Nomor 83 Tahun 2015, ketika terjadi kekosongan jabatan perangkat desa, diuraikan:
6. Ketentuan Pasal 7 diubah dan ditambahkan 2 (dua) ayat baru yakni ayat (4) dan ayat (5), sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7
(1) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan perangkat Desa maka tugas perangkat Desa yang kosong dilaksanakan oleh pelaksana tugas yang dirangkap oleh perangkat Desa
lain yang tersedia.(2) Pelaksana tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh kepala Desa dengan surat perintah tugas yang tembusannya disampaikan kepada bupati/wali kota melalui camat paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal penugasan.
(3) Pengisian jabatan perangkat Desa yang kosong paling lambat 2 (dua) bulan sejak perangkat Desa yang bersangkutan berhenti.
(4) Pengisian jabatan perangkat Desa sebagaimana dimaksudpada ayat (3) dapat dilakukan dengan cara:
a. mutasi jabatan antar perangkat Desa di lingkungan pemerintah Desa; dan
b. penjaringan dan penyaringan calon perangkat Desa.(5) Pengisian perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikonsultasikan dengan camat.
==================
“Semua sudah sah dijalankan berdasarkan undang – undang. Semua ada aturannya, tidak semena – mena,” katanya membela diri.
Saat ditanya mengenai transparansi publik yang seharusnya dijalankan pemerintahan desa Banjarsari, Suwarno bersikukuh pada aturan yang hanya dipahaminya saja.
“Plt itu kewenangan Kades, pokok sudah di stempel kades ya sudah sah,” tegasnya.
Tampaknya Masyarakat akan terus bergerak mendapatkan hak – haknya yang sudah sewajarnya diperjuangkan. (*)