Jember_Jempol. Kebijakan penutupan operasional Pasar Tradisional melalui Surat Edaran Bupati Jember dr Faida MMR, sejak tanggal 23 – 29 Mei 2020, telah berdampak meruginya pedagang.
Sebut saja Kristin Nurmala Sari (40), Warga Jl Manggar Gg Jambu No 33 Jember, pedagang kecambah yang biasa mangkal di sebelah timur Pasar Tanjung Jember, kepada Jempol, Rabu (27/05/2020) mengaku sejak diberlakukannya penutupan pasar Tanjung telah mengalami kerugian sekurang – kurangnya Rp 1,5 juta.
“Itu modalnya saja, sementara kami juga harus kehilangan pendapatan kami per hari biasanya sekitar Rp 250 ribu,” tuturnya.
Kristin menyayangkan kebijakan penutupan Pasar belum ada sosialisasi sebelumnya, tiba – tiba sudah ada pengumuman pasar ditutup.
“Kami sebagai pedagang menyanyangkan belum adanya sosialisasi penutupan pasar, sehingga kami kesulitan menjual kecambah yang terlanjur kami buat,” keluhnya.
Kristin biasanya membuat kecambah dari kedelai dan kacang ijo tiga hari sebelum dijual di pasar, dengan kapasaitas tiga kali dari barang yang akan dijual, untuk persiapan pada hari berikutnya.
“Jadi, ya modal kami hilang karena barang tak bisa dijual, padahal kecambah kan barang dagangan mudah rusak,” katanya.
Kristin menyadari bahwa penutupan itu merupakan upaya pemerintah untuk menanggulangi wabah covid 19, tetapi setidak menurutnya harusnya ada solusi agar tidak merugikan pedagang.
“Ini kan tumpuan kami, kalau tidak bisa berdagang lantas darimana kami bisa mencukupi kebutuhan hidup ?,” Sergahnya.
Kalaupun pada tanggal 29 mei 2020 Pasar Tanjung dibuka kembali, Kristin mengaku sudah kehilangan modal untuk membeli kedelai.
“Lantas siapa yang tanggung modal kami yang hilang ?,” Keluhnya.
Tak jauh beda, keluhan Yadi Sofyan (36) warga Tegal Besar, Pedagang Tempe yang biasa mangkal di Pasar Ambulu terpaksa harus menjual dagangannya sembunyi- sembunyi di seputar Pasar Tanjung.
Yadi melakukannya, karena melihat ada yang berdagang diseputaran Pasar Tanjung meski sudah ditutup sementara.
“Ya kalau diusir satpol PP kami lari pindah ke tempat lain. Mau gimana lagi, kalau gak jualan siapa yang nanggung kerugian dan mencukupi kebutuhan hidup kami ?,” Keluhnya.
Yadi mengaku mengalami kerugiaan hingga 1,6 juta akibat tidak bisa menjual tempe seperti biasanya.
“Terus kami orang kecil ini harus bagaimana ? ,” Tanyanya bernada putus asa. (*)