Jember, Jempolindo.id – Kepala Inspektorat Jember Ratno C Sembodo menolak permintaan Wabup Jember Djoko Susanto, untuk mengaudit 17 SK Plt Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Jember, yang telah ditetapkan oleh Bupati Jember Muhammad Fawait.
Wabup Jember Djoko Susanto, mengomentari penolakan tersebut, kepada sejumlah wartawan, saat menghadiri acara even Lomba Ketangkasan Baris Berbaris Krisna, di Gedung Joeang 45, Jalan Bengawan Solo, Jember, pada Minggu (13/04/2025).
“Ya, suruh belajar lagi lah, mungkin dulu sekolahnya belum panjang, ya,” ujarnya singkat.
Baca juga: Bedah Kasus: Tindakan Plt Kepala Bapenda Jember Saat Menyikapi Kedatangan Wabup Jember
Sebelumnya, kepada sejumlah media Djoko menjelaskan bahwa dalam penetapan 17 pelaksana tugas pajabat organisasi perangkat daerah (OPD), perlu diaudit.
Pasalnya, Djoko menengara ada kesalahan dalam pengangkatannya.
“Ya kalau pejabat belum wayahe, pangkatnya belum memenuhi syarat, ya jangan diangkat lah, ini kan menjadi tidak produktif,” ujarnya.
Untuk itu, Djoko telah menerbitkan nota dinas kepada Inspektorat Kabupaten Jember dan PLH Sekdakab Jember.
“Prinsipnya, apapun yang kita lakukan, harus memenuhi mekanisme kepegawaian,” ujarnya.
Penjelasan Kepala Inspektorat Jember
Sementara, dikonfirmasi wartawan, Kepala Inspektorat Kabupaten Jember Ratno C Sembodo mengaku bukan tidak mau menuruti kemauan Wabup Djoko, namun menurutnya terkait pengawasan perangkat daerah, menjadi kewenangan mutlak Bupati Jember.
Mengutip Kabarpas.com, Kepala Inspektorat Ratno C Sembodo membenarkan, bahwa Wabup Djoko telah berkirim surat, meminta melakukan audit atas 17 SK Plt yang telah diterbitkan Bupati Jember Muhammad Fawait.
Ratno menerima surat pertama, dalam bentuk nota dinas tanpa stempel dikirim pada 10 Maret 2025.
Kemudian, menerima surat kedua, berkop wakil bupati, pada 20 Maret 2025, bertanda tangan Wabup, namun tanpa stempel.
Sebenarnya, Ratno selama ini enggan berkomentar, saat ditanya soal permintaan Wabup, untuk menghindari terjadinya miskomunikasi.
“Sebenarnya kami sangat menghormati Pak Wabup sehingga setiap kali ada pertanyaan media selalu saya jawab no coment, karena kami berusaha menghormati beliau sebagai pimpinan,” ujarnya.
Namun, ketika media terus menanyakan tindak lanjut permintaan Wabup Djoko, maka dirinya merasa perlu menjelaskannya.
“Tidak elok rasanya, kalau kemudian tidak diberikan informasi yang sebenarnya, bagaimana regulasi terkait kewenangan pengawasan,” jelasnya.
Kewenangan Bupati
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, pada Pasal 17 tegas menyebutkan, bahwa pembinaan dan pengawasan kepala daerah terhadap perangkat daerah dilaksanakan oleh bupati atau walikota untuk kabupaten/kota.
Sedangkan, tugas dan fungsi Inspektorat pada pasal tersebut di atas hanya sebagai pembantu.
“Sehingga 100 persen pembinaan dan pengawasan itu kewenangannya ada di bupati selaku kepala daerah. Kami sebagai pembantu, kalau tidak ada kewenangan yang diberikan kepada Inspektorat untuk membantu bupati maka kami belum bisa melaksanakan apa yang diminta oleh Pak Wabup. Jadi itu merupakan kewenangan bupati, kami belum bisa melaksanakan tugas pengawasan kalau tidak mendapatkan perintah atau pendelegasian dari bupati,” paparnya.
Ratno pun memberikan contoh, Inspektorat memiliki tugas rutin sesuai pendelegasian berdasarkan UU Nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan melalui Perda.
Begitu juga dengan Kepala OPD lainnya yang sudah mendapatkan pendelegasian melalui Perda KSOTK (Kedudukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja) yang diturunkan menjadi Perbup.
“Itu juga kenapa teman OPD memiliki kewenangan karena memang sudah mendapatkan pendelegasian sesuai regulasi berdasarkan UU Nomor 30 tahun 2014,” tambahnya.
Koreksi Terhadap Nota Dinas Wabup
Lebih jauh, Ratno juga mengkoreksi nota dinas, yang dikirimkan oleh Wabup Djoko.
Menurutnya, surat tersebut belum memenuhi standar yang ditetapkan oleh regulasi tentang Tata Naskah.
Berdasarkan Permendagri Nomor 1 tahun 2023 tentang Tata Naskah di Lingkungan Pemerintah Daerah yang ditindaklanjuti dengan Perbup Nomor 19 tahun 2024 tentang Tata Naskah. Di Pasal 21, pembuatan Naskah Dinas harus memenuhi setidaknya 18 unsur.
“Salah satunya penomoran (nomor surat) harus sesuai dengan kodefikasi. Kedua, ada stempel yang harus dibubuhkan di setiap Naskah Dinas, sementara yang punya stempel itu hanya bupati, perangkat daerah, dan UPTD saja,” paparnya.
“Kalaupun menggunakan kop wakil bupati, stempel harus tetap stempel bupati sesuai regulasi,” imbuhnya.
Dari sisi penomoran, juga ada standar yang harus dipenuhi. Tiga digit pertama berisi terkait sub bidang apa surat itu akan dikeluarkan.
“Kalau terkait evaluasi maka kodenya seharusnya diawali angka 800,” ujarnya.
Standar tersebut menurut Ratno harus terpenuhi, agar tata kelola pemerintahan itu bisa berjalan dengan baik dan sesuai regulasi yang ada.
“Sebenarnya kami tidak ingin berpolemik dengan ini, dan kami harapkan semua kepala OPD juga melaksanakan tusi sesuai ketentuan yang ada dan tidak ada in subordinasi dengan pemerintahan yang sah,” ujar Ratno mengingatkan.
Imbau Sudahi Kegaduhan
Ratno yang dikonfirmasi langsung di kantornya, pada Sabtu (12/4/2025) menambahkan, bahwa Inspektorat saat ini sedang dalam proses pengawalan pemeriksaan dari BPK perwakilan Jawa Timur agar Pemkab Jember mendapatkan opini terbaik dari lembaga pemeriksaan keuangan tersebut.
“Saya sabtu juga masih lembur ngantor ini mengawal proses pemeriksaan BPK agar kita dapat opini terbaik untuk Pemkab Jember,” katanya.
Karenanya, Ratno berharap untuk menyudahi polemik dikalangan birokrasi, agar tidak mengganggu jalannya pemerintahan.
“Jadi sudahi hal-hal yang bikin gaduh, kita fokus dengan tusi masing-masing agar pemerintahan berjalan dengan baik, pelayanan publik berjalan baik yang hasilnya untuk kesejahteraan kepada masyarakat,” pungkasnya. (MMT)