Jempol – Jember . Hampir setiap malam minggu grup jaranan “Putra Tanjung” asal Dusun Karang Anyar Desa Balung Lor , kecamatan Balung Jember, melakukan latihan rutin. Seperti kali ini, Jempol berkesempatan bercengkrama bersama grup ini, Minggu,(9/3/19).
![](https://i2.wp.com/jempolindo.id/wp-content/uploads/2019/03/jaranan5.jpg?fit=696%2C522&ssl=1)
Menurut ketua paguyupan kesenian jaranan Putra Tanjung Bambang Sugiarto, anggota grupnya sebanyak 30 orang terdiri dari kalangan remaja hingga dewasa.
Kesenian Jaranan kreasi yang dibinanya sudah mengikuti perkembangan zaman. Terlihat dari garapan musik jaranan yang aransemennya merupakan gabungan dari musik jawa timuran, musik sunda jaipong.
“Mereka latihan saat ini dalam rangka memeriahkan acara dialog budaya yang rencananya di gelar komunitas jaranan lintas selatan ( jls ) sekaligus sosialisasi pemilu damai 2019,” tuturnya.
![](https://i2.wp.com/jempolindo.id/wp-content/uploads/2019/03/jaranan6.jpg?fit=696%2C522&ssl=1)
![](https://i2.wp.com/jempolindo.id/wp-content/uploads/2019/03/jaranan6.jpg?fit=696%2C522&ssl=1)
![](https://i2.wp.com/jempolindo.id/wp-content/uploads/2019/03/jaranan6.jpg?fit=696%2C522&ssl=1)
Selayang Pandang
Kesenian jaranan bermula dari hikayat Raja Airlangga, konon memiliki seorang putri bernama Dewi Sangga Langit. Putri kediri yang sangat cantik.
Kala itu banyak sekali yang melamar, saking banynya, maka diadakanlah sayembara. Pelamar-pelamar Dewi Songgo Langit semuanya sakti. Mereka sama-sama memiliki kekuatan yang tinggi.
Dewi Songgo Langit sebenarnya tidak mau menikah dan dia Ingin menjadi petapa saja. Prabu Airlangga memaksa Dewi Songgo Langit Untuk menikah. Akhirnya dia mau menikah dengan satu permintaan. Barang siapa yang bisa membuat kesenian yang belum ada di Pulau Jawa dia mau menjadi suaminya.
Ada beberapa orang yang ingin melamar Dewi Songgo Langit. Diantaranya adalah Klono Sewandono dari Wengker, Toh Bagus Utusan Singo Barong Dari Blitar, Kalawraha seorang adipati dari pesisir kidul, dan 4 prajurit yang berasal dari Blitar.
Para pelamar bersama-sama mengikuti sayembara yang diadakan oleh Dewi Songgo Langit. Mereka berangkat dari tempatnya masing-masing ke Kediri untuk melamar Dewi Songgo Langit.
Beberapa pelamar bertemu dijalan dan bertengkar sebelum mengikuti sayembara. Dalam peperangan itu dimenangkan oleh Klana Sewandono atau Pujangganom.
Dalam peperangan itu, Pujangganom menang dan Singo Ludoyo kalah. Pada saat kekalahan Singo Ludoyo rupanya singo Ludoyo memiliki janji dengan Pujangganom. Singa Ludoyo meminta jangan dibunuh. Pujangganom menyepakati. Akan tetapi Pujangganom memiliki syarat, Singo Barong harus mengiring temantennya dengan Dewi Sangga Langit ke Wengker.
Iring-iringan temanten itu harus diiringi oleh jaran-jaran dengan melewati bawah tanah diiringi alat musik yang berasal dari bambu dan besi. Pada zaman sekarang besi ini menjadi kenong. Dan bambu itu menjadi terompet dan jaranan.
Dalam perjalanan mengiringi temanten Dewi Songgo Langit dengan Pujangganom, Singo Ludoyo beranggapan bahwa dirinya sudah sampai ke Wengker, tetapi ternyata dia masih sampai di Gunung Liman.
Dia marah-marah, mengobrak-abrik Gunung Liman. Sekarang tempat itu menjadi Simoroto. Akhirnya sebelum sampai ke tanah Wengker, dia kembali lagi ke Kediri.
Dia keluar di gua Selomangklung. Sekarang nama tempat itu adalah selomangkleng.
Karena Dewi Songgo Langit sudah diboyong ke Wengker oleh Pujangganom dan tidak mau menjadi raja di Kediri, maka kekuasaan Kahuripan diberikan kepada kedua adiknya yang bernama Lembu Amiluhut dan Lembu Amijaya.
Setelah Sangga Langit diboyong oleh Pujangganom ke daerah Wengker Bantar Angin, Dewi Sangga Langit mengubah nama tempat itu menjadi Ponorogo.
Jaranan muncul di kediri itu hanya untuk menggambarkan boyongnya dewi Songgo langit dari kediri menuju Wengker Bantar Angin.
Pada saat boyongan ke Wengker, Dewi Sangga Langit dan Klana Sewandana diarak Singo Barong. Pengarakan itu dilakukan dengan menerobos dari dalam tanah sambil berjoget.
Untuk mengenang sayembara yang diadakan oleh Dewi Songgo Langit dan Pernikahanya dengan Klana Sewandono atau Pujangga Anom inilah masyarakat kediri membuat kesenian jaranan.Sedangkan di Ponorogo Muncul Reog. Dua kesenian ini sebenarnya memiliki akar historis yang hampir sama. Seni jaranan ini diturunkan secara turun temurun hingga sekarang. (sgt)