Jember _ Jempolindo.id _ Menanggapi permohonan masyarakat pengrajin tumangan Gunung Sadeng Puger Kabupaten Jember, Jawa Timur, untuk mendapatkan hak kelola khusus pengelolaan wilayah penambangan di Gunung Sadeng, Bupati Jember Ir H Hendy Siswanto ST IPU, tetap bertumpu pada aturan yang berlaku.
Baca Juga : Ribuan Warga Puger Jember Blokade Jalan
Pasca terjadinya beberapa aksi demonstratsi massa yang tergabung dalam Persatuan Tumangan Gunung Sadeng (PTGS), pemkab Jember menggelar rapat koordinasi bersama para pengusaha peambang Gunung Sadeng. Rapat koordinasi itu dipimpin Pj Sekdakab Jember Arief Tjahjono, pada Rabu (18/01/2023).
“Menanggapi permohonan PTGS, kami baru saja melaksanakan rapat koordinasi, bersama empat pengusaha pertambangan Gunung Sadeng, termasuk Komisi B DPRD Jember,” papar Arief, ketika ditanya wartawan.
Dalam rapat koordinasi itu, kata Arief didapat beberapa upaya untuk dapat menangani permohonan warga, yang sesuai dengan keinginan Bupati Jember, agar tetap bertumpu pada regulasi yang ada.
“Kondisi penanganan Gunung Sadeng ini memang mengalami stag, sejak tahun 2016. Karena terkait dengan regulasi,” katanya.
Pemkab Jember, menurut Arief bukanlah lembaga yang berwenang menerbitkan perijinan, meski memliki lahan seluas 190 hektar. Namun perijinan tetap menjadi kewenangan pemerintahan pusat, yang kini sudah diserahkan kepada pemerintah provinsi Jawa Timur.
“Jadi urusan perijinan bukan urusan pemkab Jember lho ya, dulu menjadi kewenangan pusat, sekarang sudah dilimpahkan kepada Pemerintah Provinsi,” ujarnya.
Sedangkan untuk mengurusi perijinan pertambangan batu kapur itu, menurut Arief terdapat banyak persyaratan yang harus dipenuhi.
“Para pengusaha yang ingin mengajukan perijinan pertambangan harus memenuhi persyaratan yang ditentukan, termasuk ketersediaan alat berat. Ada pengusaha yang sudah mengajukan perijinana selama dua tahun, tetapi hingga sekarang masih belum jelas,” katanya.
Pada dasarnya, Pemkab Jember berkeinginan memiliki perhatian terhadap pembinanan UMKM, termasuk PTGS yang selama ini memang menjadi pengrajin tumangan.
“Namun jangan asal klaim, mengakui bahwa lahan ini miliknya. Kalau hanya berdasar pada pokoknya, ya nanti repot juga, karena kami tidak ingin berbenturan dengan regulasi yang sudah ada,” kata Arief.
Lanjut ke halaman berikutnya —–>