Jember – Jempolindo.id – Seorang supporter Arema FC Theo Bhelva Dwinanda Putra, warga Desa Sidomulyo, Kecamatan Silo, Jember, salah satu penonton yang beruntung bisa pulang selamat, usai menonton Pertandingan Sepakbola Arema FC vs Persebaya yang berakhir ricuh, di Stadion Kanjuruhan, Malang. Sabtu (01/10/2022) malam
Diduga kericuhan bermula dari aksi supporter yang merasa kecewa, karena Tim kesebelasan Arema FC kalah dari Persebaya Surabaya 2-3 dalam laga Derby Jawa Timur pada lanjutan Liga 1.
Semula, Pria berumur 25 tahun itu, tidak mengira, jika pertandingan sepak bola yang ditontonnya itu berakhir ricuh, sampai menyebabkan jatuh korban, ratusan orang meninggal dunia.
“Saya baru pulang dari Malang Minggu malam (2/10). Saya memang menonton pertandingan Arema vs Persebaya itu. Tapi terkait kejadian kericuhan yang terjadi. Saya tidak mengira kalau sampai jatuh korban dan ada ratusan yang meninggal,” kata Theo saat dikonfirmasi sejumlah wartawan di rumahnya, Senin (3/10/2022).
Theo mengatakan pulang dari Malang sampai di Jember sekitar pukul 10 malam. Dirinya pun baru mengetahui kericuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan ternyata menyebabkan banyak jatuh korban.
Saat itu, dirinya tidak langsung pulang ke Jember, tapi sempat kembali ke hotel di sekitar wilayah Kota Malang. Tempatnya menginap saat berada di Malang.
“Saya awal berangkat ke Malang itu niatnya hanya nonton konser musik, ada sejumlah artis dan Mahalini. Saya berangkat Kamis malam kemarin. Nah tahu kalau ada Arema FC bertanding lawan Persebaya, saat melihat medsos. Sebagai Aremania juga, saya ingin menonton. Baru kemudian pulang ke Jember,” ujarnya.
Saat akan menonton pertandingan sepak bola, antara Arema FC vs Persebaya. Theo bersama seorang temannya, sengaja memesan tiket di bagian tribun VVIP.
“Karena saya tahu yang bertanding melawan Persebaya. Biasanya kan ada kericuhan, hal wajar menurut saya. Apalagi saya Aremania sejak kecil sampai SMP di Malang. Baru SMA saya pindah sekolah ke Jember. Kalau melawan Persebaya biasanya ada bentrok-bentrok. Tapi wajarlah,” ujarnya.
Theo bermaksud membeli tiket tribun VIP. Tapi karena tiketnya tidak dapat, adanya hanya VVIP.
“Apalagi saya beli tiketnya tanya ke teman, dan posisi sudah di Stadion. Saat saya di dalam, di tribun ekonomi sudah banyak penonton,” sambungnya.
Terkait kericuhan yang terjadi hingga menyebabkan ratusan korban meninggal ataupun luka-luka, Theo mengaku tidak tahu pasti penyebab terjadinya kericuhan itu karena apa.
“Jelang akhir pertandingan, menit ke 50 mungkin. Arema tertinggal satu gol. Skor akhir 2-3 unggul Persebaya. Skor itu bertahan sampai akhir pertandingan,” katanya.
Kemudian, Theo melihat ada sejumlah penonton mulai masuk ke lapangan. Maksudnya menemui manajemen pemain. Sepertinya ingin menyampaikan, kenapa permainan bola kurang bagus.
“Setelah itu satu persatu sejumlah penonton berusaha menuju tengah lapangan. Tapi itu gak sampai ricuh atau penyerangan terhadap pemain,” ujarnya menambahkan.
Namun, para pemain dan official dari tim Arema FC maupun Persebaya saat itu, katanya, masuk ke dalam ruang ganti.
“Setelah itu, ada aparat Polisi atau TNI ikut masuk ke lapangan. Mungkin bermaksud membubarkan (penonton) yang masuk ke lapangan. Terus saya lihat seperti ricuh untuk disuruh bubar. Tapi penyebabnya apa tidak tahu, saya lihat dari atas (Tribun VVIP),” ungkapnya.
Theo bercerita, tembakan gas air mata, Detik-detik tindakan yang dilakukan aparat keamanan saat itu, ke tengah lapangan.
“Tapi terus (karena ada gas air mata), para penonton yang di lapangan membubarkan diri. Tapi tidak semuanya bubar. Tidak lama setelah itu, ada tembakan yang dilakukan aparat ke arah tribun. Nah pemicunya apa juga saya tidak tahu,” ucapnya.
Sontak tembakan ke arah tribun tersebut, kata Theo, menyebabkan banyak penonton di tribun berusaha menghindar dan membubarkan diri dengan situasi kala itu panik.
“Yang saya lihat, tembakan gas air mata itu ke arah tribun. Kalau tidak salah gate 2, 3, 4. Kemudian gate di bawah skor. Juga di gate 13, dan 14. Situasinya saat itu semburat (kocar kacir, red) para penonton. Apalagi asap dari gas air mata itu semakin banyak (mengepul). Posisi saya di VVIP, jadi gas air mata itu tidak ditembakkan di arah tempat saya. Apalagi ada tamu undangan,” ulasnya.
Theo menambahkan, dirinya baru merasakan perihnya asap gas air mata. Setelah ada hembusan angin yang mengarah ke tribun VVIP, tempatnya menonton.
“Nah saat itu, yang saya rasakan perih di mata dan karena tidak kuat sesak napas. Kemudian Saya keluar (stadion), berusaha menyelamatkan diri. Alhamdulillah saya dapat keluar, karena kondisi penonton tidak terlalu crowded (banyak, red). Karena kuotanya terbatas,” ucapnya.
Kata Theo, dirinya tidak bisa membayangkan yang ditembakkan langsung ke arah tribun penonton. Asap putihnya pekat dan ada di tribun. Makanya saat saya lihat di medsos wajah korban (meninggal), lebam apalagi di bagian mata. Mungkin karena tidak kuat dengan perihnya di mata, dan sesak napas dari aroma gas air mata itu.
“Setelah keluar lapangan (stadion). Saya (bersama penonton lain) dikawal polisi, kemudian diinstruksikan bagi (penonton) perempuan dan yang bawa anak kecil. Untuk lekas menjauh (dari sekitar stadion). Saya dengan teman saya keluar dan menjauh,” imbuhnya.
Saat di luar stadion, Theo melihat situasinya tidak terlalu ricuh. Tapi jalanan itu, jalur untuk kendaraan pemain dan official yang akan meninggalkan stadion ditutup, bahkan berjalan keluar dari stadion memutar untuk menuju tempat parkir kendaraan.
“Situasi itu menurut saya tidak terlalu ramai (atau tidak sampai terjadi penumpukan suporter). Saya pun juga melihat ada yang terbakar. Entah itu mobil, atau kayu-kayuan yang terbakar. Tapi tidak terlalu ricuh seperti di dalam stadion,” sambungnya.
Terkait situasi yang terjadi saat itu, Theo menambahkan, ketika dirinya berjalan keluar dari dalam stadion. Sempat melihat jika ada korban berjatuhan.
“Saya belum kepikiran kalau (para) korban itu meninggal, atau dalam situasi berbahaya. Tapi saat saya lewat (keluar stadion). Memang banyak korban, tapi saya kira pingsan biasa atau karena lemas. Paling banyak cewek (perempuan),” ujarnya.
Theo baru tahu kalau meninggal, ketika melihat banyak berita. Saat itu, Theo menuju pulang ke hotel tempatnya menginap.
“Sebelum lanjut ke Jember. Saat itu kabarnya yang meninggal sekitar 47-50 orang. Kemudian tahu juga kalau ada 7 atau 8 orang yang meninggal di dalam ruang ganti pemain, dari medsos,” ungkapnya. (Fit)