Jember – Jempolindo.id – Sebanyak 15 orang perwakilan warga Desa Klatakan, Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember, meminta pendampingan DPC PDI Perjuangan Kabupaten Jember, terkait dugaan korupsi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang diduga dilakukan oleh perangkat desa setempat.
Menurut pengakuan Warga, mereka sudah membayar melakui oknum pemerintahan Desa Klatakan, namun belum menerima bukti pembayaran, malah terbit SPPT tahun 2022, sebagai pajak terutang yang harus dibayar, sehingga patut diduga ada tindakan korupsi yang dilakukan oleh perangkat desa.
Seperti dituturkan, salah seorang perwakilan warga Aang Gunefi, atas dugaan tindak pidana korupsi itu, warga meminta pendampingan hukum kepada DPC PDI Perjuangan Jember.
“Tujuan kami warga Desa Klatakan ingin minta pendampingan hukum di PDI Perjuangan Jember. Terkait persoalan tagihan pajak yang ada di Desa Klatakan. Karena pajak yang kita bayar selama 2020-2021, ternyata malah jadi terutang di tahun 2022 ini. Kami berharap ada tindak lanjut,” kata Aang saat dikonfirmasi sejumlah wartawan di Kantor DPC PDI Perjuangan Jember, Rabu (9/11/2022).
Aang menjelaskan, munculnya keterangan pajak terutang yang dialami itu, hampir terkadi kepada 80 persen warga di Desa Klatakan.
“Kondisi ini, kurang lebih ada Rp 60 juta total, yang dianggap terutang itu,” katanya.
Kebiasaan warga Desa, kata Gunefi, sebagian besar mereka enggan menyimpan bukti pembayaran SPPT, karena sudah saling percaya.
“Kami tidak menyimpan bukti pembayaran (pajak) yang kami lakukan. Saya sendiri juga tidak menyimpan. Karena kita percaya dengan perangkat desa ini,” sambungnya.
Aang mengatakan, terkait munculnya pajak terutang itu, mengaku pernah meminta klarifikasi ke Kantor Desa Klatakan.
“Pas saya minta klarifikasi ke Kerawat Desa dengan marah-marah. Saya bilang saya sudah bayar, tapi malah uang saya (untuk Pajak SPPT) dikembalikan. Lah ini kan aneh, ada apa? Kok malah uang saya dikembalikan. Katanya saya memang belum bayar, apalagi saat saya minta bukti pembayaran tidak diberikan. Apalagi di rumah saya sering kebanjiran,” ungkapnya.
Padahal, lanjut Aang, warga sudah merasa membayar, karena warga tidak punya bukti SPPT tahunan, maka diangap belum membayar.
“Padahal kita sudah membayar itu. Besaran tiap-tiap warga macam-macam besaran nominalnya. Punya saya Rp 190 ribu untuk dua tahun,” sambungnya menjelaskan.
Karena warga tidak paham soal hukum, kata Aang, maka perwakilan warga desa meminta pendampingan hukum ke DPC PDI Perjuangan, agar dapat dilakukan kajian hukum, apakah ada dugaan pelanggaran hukum, soal dugaan korupsi dari uang pajak yang telah dibayarkan warga.
“Kita minta bantuan pendampingan hukum ini. Katanya disampaikan akan dikaji. Sekiranya nanti ada pelanggaran hukum. Persoalan ini akan kami teruskan ke polisi. Untuk persoalan ini, sejak zamannya mantan kepala desa Romlan, dan hingga Kepala Desa sekarang Ali Wafa itu. Malah lucunya perangkat desa yang baru, malah menagih ke kami. Lah kita sampaikan kalau sudah bayar. Untuk persoalan ini, melibatkan seluruh perangkat desa,” tandasnya.
Menanggapi persoalan tersebut, Sekretaris Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat (BBHAR) DPC PDI Perjuangan Jember Budi Hariyanto mengatakan masih akan melakukan kajian terkait pengaduan warga Desa Klatakan itu.
“Sebenarnya pengaduan ini kan ditujukan kepada Ketua DPC PDI Perjuangan, maka pengaduan ini kita terima dan kaji, terutama dari berkas-berkas yang telah diberikan. Nanti intinya, bagaimana langkah hukum yang akan dilakukan untuk menyikapi persoalan yang dialami warga Desa Klatakan ini,” kata Budi.
“Kita pelajari apakah ada pelanggaran hukum atau tidak. Namun jika ada, maka kita akan konsultasikan dengan pimpinan untuk langkah-langkah berikutnya,” sambungnya.
Namun demikian, lanjutnya, dari kajian sementara yang dilakukan, diduga persoalan pajak terutang itu tidak hanya terjadi di satu desa saja.
“Tapi bisa meluas di daerah lain. Saya pun juga sebagai warga di desa, juga pernah mengalami hal yang sama. Apalagi terkait kesalahan pembayaran pajak yang tidak dilakukan oleh perangkat atau pemerintah desa. Yang kita terima berkas tagihan SPPT, yang terbaru tahun 2022. Kenapa mereka tahu kok punya tagihan, di SPPT tahun 2022 ini kan tercatat dan tercantum. Kalau yang dulu (SPPT) kan tidak tercantum. Apakah punya tagihan atau tidak,” jelasnya.
Budi juga menambahkan, untuk temuan saat ini, yang terutang dan disampaikan belum terbayar. Itu dari tahun 2020-2021. Terkait persoalan yang ada Desa Klatakan, juga diketahui Kepala Desa saat ini sedang menghadapi persoalan dugaan korupsi tanah kas desa.
“Sehingga adanya persoalan ini, bupati harusnya turun tangan. Jangan hanya tahu, apalagi saat kepala desanya ditahan. Jangan sampai roda pemerintahan desa tidak berjalan. Karena sampai sekarang tidak tahu, apakah ada pejabat sementara untuk kepala desa itu, ini harus diperhatikan bupati, termasuk upaya masalah penyelesaian pajak daerah ini,” tandasnya. (Fit)