Respon Pembentukan Angkatan Siber TNI, SRC : Integrasi dan Kolaborasi adalah kunci bagi Keamanan Siber di Indonesia

Jakarta, Jempolindo.id  – Ken Bimo Sultoni, peneliti politik keamanan dari Sygma Research and Consulting (SRC), menegaskan pentingnya integrasi antara lembaga-lembaga keamanan siber di Indonesia dalam merespons ancaman digital yang semakin kompleks. Menurutnya, upaya yang telah dilakukan oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), TNI, dan Kepolisian perlu ditingkatkan dengan pendekatan yang lebih terkoordinasi.

Ken Bimo menyambut baik pembentukan Skadron Pendidikan 506 Siber oleh TNI Angkatan Udara sebagai bagian dari upaya memperkuat pertahanan siber nasional.

“Inisiatif ini merupakan langkah yang signifikan, namun akan lebih efektif jika ada sinergi yang lebih baik antara semua lembaga yang terlibat dalam keamanan siber, termasuk BSSN dan institusi lainnya. Ancaman siber bersifat lintas sektor dan membutuhkan koordinasi lintas lembaga untuk menangkalnya secara optimal,” ujar Ken Bimo dalam pernyataannya.

Ia menekankan bahwa BSSN, sebagai pengawal utama infrastruktur siber nasional, tidak bisa bekerja secara mandiri. Ken Bimo mengungkapkan, kolaborasi antar lembaga keamanan, termasuk TNI, Kepolisian, serta dukungan dari sektor swasta, sangat diperlukan.

“Setiap lembaga memiliki peran strategis, namun tanpa adanya koordinasi yang kuat, respons terhadap serangan siber bisa terhambat. Berbagi informasi intelijen dan teknologi secara real-time sangat penting untuk meningkatkan efektivitas pertahanan siber kita,” tambahnya.

Selain itu, Ken Bimo menilai bahwa dengan integrasi yang baik, Indonesia dapat memperkuat posisinya dalam kerjasama internasional, khususnya di bidang keamanan siber. Kerjasama dengan organisasi internasional seperti INTERPOL dan ASEAN dinilai sangat penting dalam menghadapi ancaman global yang semakin rumit.

“Kerjasama internasional ini memungkinkan Indonesia untuk meningkatkan kapasitas pertahanannya dan siap menghadapi ancaman lintas negara yang semakin canggih,” jelasnya.

Namun, ia juga mengingatkan adanya tantangan yang harus diperhatikan dalam proses integrasi tersebut. Salah satunya adalah perlindungan privasi dan hak kebebasan informasi.

Menurut Ken Bimo, meskipun integrasi keamanan siber sangat penting, regulasi yang jelas terkait penggunaan data publik harus tetap diutamakan agar tidak mengancam hak privasi masyarakat.

Di sisi lain, ia juga memperingatkan tentang risiko ketergantungan pada teknologi asing dalam memperkuat infrastruktur siber Indonesia.

“Kita harus sangat berhati-hati dalam menggunakan teknologi dari luar negeri. Ada potensi risiko keamanan seperti adanya backdoor atau kendali yang tidak sepenuhnya berada di tangan kita,” tegas Ken Bimo.

Ia menekankan bahwa tantangan di dunia siber akan terus berkembang, dan oleh karena itu, Indonesia perlu terus meningkatkan kapasitas serta memastikan koordinasi antar lembaga berjalan dengan baik. Hanya dengan kolaborasi yang kuat, Indonesia bisa menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks secara efektif dan efisien. (#)

Table of Contents
Exit mobile version