Mengenang Hari Kartini, Sambil Membaca Kabar Miris Cicit Kartini

RA KARTINI
RA Kartini

Jember _ Jempol_ Mengenang hari Kartini, yang tepat tanggal 21 April  139 tahun lalu, seperti membaca satu halaman buku dengan dua cerita berbeda, senang dan sedih berbaur dalam satu rangkaian paragraf.

Hari ini, meski tak secara off line, mungkin juga secara on line, tentu kantor pemerintah, sekolah dari TK/PAUD hingga perguruan tinggi,  gegap gempita gebyar menyanyikan dan bertebaran selamat Hari Kartini.

Para pakar, komentator dan akademisi tentu berebut memberikan komentar tentang kisah sepak terjang Ibu Kartini  sebagai pejuang emansipasi wanita, dengan sudut pandangnya masing – masing yang mengagumkan.

Mengkaji tulisan surat RA Kartini kepada sahabatnya yang ada di Belanda, dan terangkum dalam buku berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”, adu argumen seolah paling tahu tentang siapa sosok RA Kartini.

Sisi lain, dari tahun ke tahun media massa menulis tentang kehidupan keturunan RA Kartini yang hidupnya dibawah garis kemiskinan, tetapi tak kunjung ada perhatian yang serius dan sepadan.

Semua tentu sudah tahu, RA Kartini  berdarah bangsawan Jawa, sang kakek merupakan tokoh agama, dia juga masih ada keturunan  Hamengkubuwana VI dan istana Kerajaan Majapahit.

Meski begitu, keturunan Kartini saat ini memilih untuk hidup apa adanya. Hal itu didasari atas perintah sang ayah yang menekankan untuk hidup sederhana dan tidak mengklaim status atau hak sebagai keturunan dari Pahlawan Nasional.

Mereka tak menggunakan keistimewaan gelar tersebut untuk menguasai atau sekedar ingin terkenal. Beredar kabar, cicit  kelima Kartini malah memilih jadi tukang ojek dan berbaur dengan masyarakat.

Hanya Punya Satu Anak Laki –Laki

Raden Adjeng atau Raden Ayu Kartini dijodohkan dengan sesama keluarga bangsawan. Tanggal 12 November 1903, ia dipinang oleh bupati Rembang. Kartini menjadi istri keempat dari K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojoadhiningrat.

RA Kartini dan Raden Adipati Joyoningrat

Kendati demikian, sang suami memahami keinginan Kartini dan memberinya kebebasan. Sehingga dipersilakan untuk mendirikan sekolah wanita yang saat ini menjadi Gedung Pramuka.

Dari pernikahan tersebut, Kartini dikaruniai seorang putra bernama Soesalit Djojoadhiningrat pada 13 September 1904. Hanya berselang empat hari sejak melahirkan, Kartini harus berpulang pada Sang Pencipta.

Sebenarnya nama anak laki-laki tunggal Kartini diberi nama Soesalit karena sejak kecil sudah tak merasakan kehangatan ibunya. Dalam bahasa Jawa, Soesalit akronim dari “susah naliko alit” atau susah di waktu kecil.

Raden Mas Soesalit Djojoadhiningrat merupakan tentara anggota PETA (Pembela Tanah Air), di era penjajahan Jepang. Di dunia militer, Soesalit sudah mencapai pangkat Mayor Jenderal. Ia dikaruniai seorang putra bernama R.M. Boedhy Setia Soesalit.

Cucu Kartini Satu-Satunya Hidup Sederhana

Raden Boedhy Setia Soesalit sebagai putra tunggal, sekaligus cucu kandung satu-satunya dari Pelopor Kebangkitan Wanita Pribumi, RA Kartini. Kemudian ia menikah dengan wanita berdarah Jawa, yakni Sri Bijantini.

Meski berasal dari keturunan priyayi dan pahlawan Tanah Air, Boedhy tak ingin memanfaatkan hal itu. Bersama istri dan kelima anaknya, ia memilih untuk hidup sederhana dan menutup diri.

Kabar Boedhy sekeluarga bak ditelan bumi. Bahkan keturunan Kartini memilih diam daripada mengaku. Dikabarkan cucu tunggal sang pahlawan telah meninggal pada usia 57 tahun.

Menunggu Janji Pemerintah

Dilansir dari artikel Diskominfo Jateng, kelima cicit RA Kartini hidup prihatin, di antaranya Kartini, Kartono, Rukmini, Samimum, dan Rachmat.

Dalam rangka peringatan Hari Lahir ke-139 RA Kartini tingkat Provinsi Jawa Tengah, Bupati Jepara ingin memberi bantuan pada keturunan RA Kartini itu.

“Ketika Anies Baswedan dan beberapa menteri berkunjung ke Jepara, juga pernah berjanji akan memberikan beasiswa bagi keturunan RA Kartini. Tetapi sekarang menterinya malah sudah ganti. Kepada Menteri PUPR saya juga pernah menyampaikan permintaan bantuan rumah untuk cucu RA Kartini,” kata Bupati Jepara Ahmad Marzuki, di Pendapa Kabupaten Jepara, Sabtu (21/4/2018).

Mengenang Hari Kartini Bersama Turunannya Yang Dikabarkan Jadi Tukang Ojek

Cicit yang pertama, dikabarkan kini sudah hidup dengan ekonomi lumayan. Sedangkan keempat adiknya sekiranya masih membutuhkan bantuan. Kedua adik laki-lakinya memilih untuk bekerja sebagai tukang ojek.

“Hanya yang pertama yang lumayan, sedangkan Kartono mengojek, demikian pula Samimun juga jadi tukang ojek. Sementara Rukmini telah ditinggal suaminya yang bunuh diri akibat terlilit ekonomi, dan Racmat yang menderita autis sudah meninggal,” terang Ahmad Marzuki.

Lantas sampai saat ini, belum ada lagi kabar terbaru mengenai kondisi kelima cicit RA Kartini. Bahkan mirisnya lagi Sekolah Kartini yang berada di Kota Rembang, mulai terlupakan. (*)

Exit mobile version