Mengejutkan, Kasus Bansos DPRD Jatim, Ada 11 Aspirator Siluman

Sidoarjo _ Jempolindo.id _ Mengejutkan, fakta persidangan, menunjukkan bahwa anggota DPRD Jatim, hanya berjumlah 120 orang, sedangkan Aspirator Pokir terdapat 131 orang. Terdapat 11 orang Aspirator Siluman.

Dari data bertajuk “Alokasi Belanja Hibah Uang pada APBD/P Anggota DPRD di Pemprov Jatim 2020-2023 per Aspirator” yang dikeluarkan Bappeda, tercatat aspirator sebanyak 131 padahal jumlah anggota DPRD Jatim hanya 120. Ada 11 ‘aspirator siluman’?

Sebagaimana Barometerjatim.com, merilis bahwa  dari empat saksi yang dihadirkan dalam sidang lanjutan Sahat Tua Simandjuntak, terdakwa perkara korupsi dana hibah Pemprov Jatim di Pengadilan Tipikor Surabaya, Jalan Raya Juanda Sidoarjo, Selasa (30/5/2023), Kabid Randalev Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jatim, Ikmal Putra paling banyak dicecar JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

JPU KPK mengejar siapa ‘aspirator siluman’ di DPRD Jatim itu.

“Aspiratornya dibilang 120, lha di sini ada 131. Bisa saksi jelaskan terkait ini?,” tanya JPUI KPK.

“Yang jumlah aspirator ya?,” kata Ikmal.

Lantaran tak kunjung memberikan jawaban, JPU KPK mulai mencecarnya: “Di sini ada data nol nol, apa yang dimaksud dengan data kosong kosong ini?”

Sedangkan angka nol yang dimaksud JPU KPK, misalnya aspirator Khozanah Hidayati pada APBD 2020 menerima alokasi belanja hibah pokir sebesar Rp 11.225.000.000, 2021 (Rp 2.000.000.000), 2022 (0) dan 2023 (0).

Begitu pula dengan Reno Zulkarnanen pada 2020 mendapat alokasi Rp 23.850.000.000, 2021 (Rp 500.000.000), 2022 (Rp 9.543.582.000), dan 2023 (Rp 0)

Beda, misalnya dengan Muhammad Fawait yang di setiap tahun anggaran dapat alokasi hibah pokir. Pada 2020 mendapat Rp 148.315.168.000, 2021 (Rp 22.148.250.000), 2022 (Rp 34.566.146.000), dan 2023 (Rp 37.579.350.000). Atau Abdul Halim pada 2020 menerima alokasi Rp 30.250.000.000, 2021 (Rp 31.156.500.000), 2022 (Rp 34.266.096.000), dan 2023 (Rp 28.050.000.000).

Mendapat cecaran dari KPU KPK, Ikmal kemudian menyebut kalau yang tertera dalam daftar Bappeda tersebut merupakan data mentah alias bukan realisasi hibah pokir.

“Jadi yang data aspirator itu memang data mentah waktu ditarik oleh sistem kami. Itu data mentah. Izin saya bacakan, untuk tahun 2020 terdapat 119 anggota dewan yang dapat.. “

Belum lagi Ikmal menuntaskan penjelasannya, JPU KPK langsung menyergah: “Nah ini di data ini kan ada 131? Lha ini di data ini kan ada 131, di poin 131 (tertulis) tidak termonitor sebesar Rp 1,720 triliun, bagaimana ini?”

“Itu tidak terdapat di data yang ada. Jadi angkanya ada tapi aspiratornya tidak tertarik (sistem), tidak ada namanya,” elak Ikmal.

“Tapi ini terkait dengan hibah pokir kan?” tanya JPU KPK lagi yang dijawab Ikmal, “Ya”.

Namun Ikmal menepis kalau data tersebut sesuai dengan realisasinya, karena urusan realisasi tidak ada di Bappeda melainkan di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Jatim dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang melaksanakan kegiatan.

JPU KPK kemudian menanyakan apakah terintegrasi antara data di Bappeda dan BPKAD, misalnya untuk melihat realisasi hibah pokir masing-masing aspirator, apakah serapannya sampai 100 persen setiap tahunnya?

“Tidak, setahu saya enggak mungkin. Jarang sampai 100 persen. Per aspirator kayaknya tidak mungkin 100 persen,” jawab Ikmal yang langsung ditimpali hakim, “Jangan kayaknnya. (Jawab) yang saudara ketahui dengan pasti, dilihat, diketahui. Jadi ngomongnya jangan kayaknya.”

JPU KPK lantas menanyakan soal input di BPKAD dan dijawab Ikmal menggunakan SPID (Sistem Informasi Pemerintahan Daerah). “Berarti ini kan sama?” tanyanya. Namun menurut Ikmal beda, karena soal laporan sistemnya tidak terintegrasi.

Usai persidangan, JPU KPK Arif Suhermanto menyatakan, pihaknya akan terus melakukan pendalaman lewat saksi-saksi lainnya di persidangan berikutnya, karena keterangan Ikmal dinilai berubah-ubah terutama soal realisasi hibah pokir.

“Keterangan sebelumnya memang di dalam perkara yang lalu, bahwa itu realisasi anggaran dana hibah pokir yang diserap oleh aspirator, para anggotra DPRD itu. Nah saat ini, hari ini mengatakan bahwa itu data mentah, nanti kita akan pastikan lagi,” kata Arif.

“Keterangan yang berubah-ubah itu tentu akan kita dalami lagi. Terakhir dia mengatakan data dari sajian KPK. Kita tanyakan kembali pada yang bersangkutan, kalau itu datanya sendiri, data dari Bappeda, termasuk sebarannya ke mana, ke kabupaten yang lain dan berapa nilainya, itu semuanya berasal dari Bappeda,” sambungnya.

Soal apakah itu data realisasi atau bagaimana, tandas Arif, ini yang masih akan dikejar JPU KPK. Sebab, dalam fakta persidangan sebelumnya disebut  bahwa data tersebut merupakan realisasi setiap aspirator,. tak terkecuali alokasi jatah Sahat.

Dalam dakwaannya, JPU KPK juga merinci alokasi dana pokir jatah Sahat. Yakni pada APBD Jatim 2020 sebesar Rp 98 miliar untuk 490 Pokmas (Bangkalan, Blitar, Bondowosao, Malang, Mojokerto, Pamekasan, Sampang, dan Situbondo).

Lalu APBD Jatim 2021 sebanyak Rp 66,3 miliar untuk 377 Pokmas (Bangkalan, Blitar, Bodowoso, Jember, Jombang, Kediri, Lumajang, Magetan, Malang, Pamekasan, Probolinggo, Sampang, Sidoarjo, Situbondo, Sumenep, Tuban, dan Tulungagung)

Berikutnya APBD Jatim 2022 sebesar Rp 77,5 miliar untuk 655 Pokmas (Bangkalan, Bondowoso, Gresik, Jember, Ngawi, Pamekasan, Pasuruan, Sampang, Sidoarjo, Situbondo, dan Sumenep). Kemudian APBD Jatim 2023: sebesar Rp 28,5 miliar untuk 151 Pokmas (Bangkalan, Lumajang, Ngawi, Pacitan, Pamekasan, Sampang, dan Sumenep. (#)

Dikutip dari link :  https://www.barometerjatim.com/news-8256-jumlah-anggota-dprd-jatim-120-tapi-penerima-hibah-pokir-131-ada-11-legislator-siluman-di-indrapura

Table of Contents
Exit mobile version