17.4 C
East Java

Ketika Bupati dan Wakil Bupati Berseteru, Bukan Siapa Salah Tapi Siapa Rugi ?

Jember, Jempolindo.id – Ibarat pepatah, “Gajah Bertarung Pelanduk Mati di tengah tengah”. Wacana adanya konflik Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Jember, menarik publik untuk turut memperbincangkan. Pasalnya, dikhawatirkan bakal menyebabkan kerugian kepada rakyat. Tak terkecuali, LBH Bolo Syaif.

Berikut, Ketua LBH Bolo Syaif Jember, menulis terkait adanya dugaan polemik Bupati dan Wakil Bupati, yang diterima redaksi, pada Kamis (17/04/2025) malam.

Baca juga: Bedah Kasus: Tindakan Plt Kepala Bapenda Jember Saat Menyikapi Kedatangan Wabup Jember 

Konflik antara kepala daerah dan wakil kepala daerah, merupakan fenomena berulang dalam sistem pemerintahan lokal di Indonesia.

Bukan Hanya Soal Pribadi

Meskipun pasangan kepala-wakil kepala daerah terpilih melalui sistem satu paket dalam Pilkada, hubungan mereka seringkali tidak harmonis setelah menjabat.

Ketegangan ini bukan hanya persoalan pribadi, melainkan memiliki implikasi serius terhadap kualitas tata kelola pemerintahan dan pembangunan daerah.

Fenomena yang Kerap Terulang Konflik antara kepala daerah dan wakilnya memang bukan hal yang diharapkan, namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa konflik seperti ini cukup sering terjadi di Indonesia.

Contoh : Lampung (Ridho Ficardo – Bachtiar Basri), Surabaya (Risma – Wisnu Sakti Buana).

Pada Tahun 2020 Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) lembaga independen yang fokus pada pemantauan, kajian, dan advokasi terkait pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi di Indonesia, merilis laporan yang menyebutkan bahwa sekitar 30% pasangan kepala-wakil kepala daerah di Indonesia mengalami ketegangan atau konflik terbuka selama masa jabatan mereka.

Bentuk konfliknya beragam, seperti pengucilan terhadap wakil kepala daerah, tidak dilibatkannya dalam rapat strategis, hingga saling sindir di media.

Dampak Terhadap Pembangunan

Pakar otonomi daerah dan mantan Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Dr. Djohermansyah Djohan pada Kompas mengatakan, bahwa konflik ini kerap muncul karena tidak adanya struktur tugas yang jelas bagi wakil kepala daerah.

Perannya seringkali dibiarkan mengambang, tergantung selera kepala daerah. Kalau hubungan mereka retak, maka wakil akan dipinggirkan”

Dampak Nyata terhadap Pembangunan, Konflik di level pimpinan daerah. Terganggunya Koordinasi Pemerintahan Disharmoni Kepala Daerah memperlambat pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan.

Luasnya sektor-sektor Pemerintahan Daerah yang semestinya diawasi apabila Kepala Daerah dan Wakilnya tidak sama – sama kerja selaras maka akan kehilangan kendali dan membuat banyak blank spot pengawasan pelaksanaan kepemerintahan daerah yang dilakukan oleh aparatur sipil negara yang memungkinkan terjadinya pelanggaran.

Penurunan Kinerja Birokrasi

Penurunan Kinerja Birokrasi Hasil penelitian tahun 2019 yang dilakukan oleh Hendri Saparini mengungkapkan bahwa konflik politik di daerah berdampak pada menurunnya indeks efektivitas pemerintahan hingga 15% dibanding daerah dengan kepemimpinan yang solid.

Konflik politik di daerah memungkinkan untuk dimanfaatkan bahkan memberi peluang kepada oknum Birokrat nakal untuk melakukan penyimpangan dalam menyelenggarakan pelayanan publik, tugas pemerintahan, dan tugas pembangunan.

Supervisi Birokrat yang tidak dilakukan secara baik , kompak, dan terpadu oleh Kepala Daerah dan Wakilnya menciptakan kerenggangan atau konflik yang bisa diekploitasi untuk kepentingan pribadi mereka.

Dampak Terhadap Iklim Investasi

Terhambatnya Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah Investasi butuh jaminan stabilitas, ketika ada konflik di pucuk pimpinan daerah, keputusan strategis bisa tertunda atau berubah bahkan menciptakan standar ganda yang bersifat personal yang jelas akan menciptakan ketidakpastian, ini menjadi beban investor selain juga persaingan usaha yang semakin kompetitif.

Investor akan tertarik menanamkan modal jika regulasi pemerintah memberikan kepastian hukum, stabilitas, dan kemudahan dalam berinvestasi, serta memberikan insentif yang menarik, dan regulasi yang jelas dan terintegrasi, tanpa tumpang tindih atau inkonsistensi merupakan kunci utama.

Merawat Citra

Citra Pemerintah Daerah Menurun Cepat dan terbukanya informasi lewat media lokal, nasional, maupun media sosial kerap mengangkat konflik ini ke publik.

Akibatnya, kepercayaan masyarakat bisa menurun, terutama jika konflik berdampak pada pelayanan publik.

Pemerintah tidak harus dikeramatkan, namun harus berintegritas agar masyarakat tidak memandang bahwa Pemerintah hanya main – main yang dapat menghilangkan kepercayaan masyarakatnya.

Dukungan dan partisipasi aktif masyarakat adalah kunci dalam memajukan daerah.

Setiap permasalahan hadir bukan hanya untuk dikritisi, tapi juga perlu evaluasi untuk dicari jalan keluarnya.

Pembagian Peran

Setidaknya ada 4 hal yang bisa menjadi solusi atau setidaknya rekomendasi. Revisi Undang-Undang Pemerintah Daerah Perlu ada regulasi yang menjelaskan secara eksplisit pembagian peran kepala dan wakil kepala daerah.

Hal ini untuk mencegah dominasi sepihak. Prof. Mahfud MD ketika menjabat Menko Polhukam mengusulkan agar ke depan sistem pemilihan wakil kepala daerah dipertimbangkan ulang, atau setidaknya ada regulasi tegas yang menetapkan tugas pokok dan fungsi wakil kepala daerah secara hukum, bukan hanya perjanjian politik.

Lambatnya perubahan regulasi juga menjadi hal yang disayangkan, cepatnya perubahan pada zaman ini membuat masyarakat lebih adaptif dalam segala aspek, artinya masyarakat akan siap mengikuti perubahan regulasi jika memang itu dianggap perlu untuk kebaikan bersama.

Etika Berpolitik

Penguatan Etika Politik dan Pendidikan Kepemimpinan Pada zaman yang serba kompetitif sekarang ini, partai politik kerap terjebak pada logika elektoral semata dalam mengusung calon kepala daerah.

Padahal, kepemimpinan bukan hanya tentang menang dalam kontestasi, tetapi juga soal integritas, tanggung jawab, dan keberpihakan pada rakyat.

Proses kaderisasi politik harus menjadikan etika kepemimpinan sebagai fondasi utama.

Seorang pemimpin daerah memiliki tanggung jawab besar, tidak hanya menjalankan roda pemerintahan, tetapi juga menjadi teladan moral, sehingga sebagai pilar demokrasi, partai politik tidak hanya berperan namun juga memiliki tanggungjawab etik terhadap kepemimpinan pemimpin yang berasal dari kadernya.

Mekanisme Resolusi Konflik Internal Peran pemerintah pusat juga dibutuhkan aktif melakukan evaluasi terhadap para pemimpin di daerah, melewati Kementrian Dalam Negeri pemerintah pusat bisa membentuk tim mediasi jika muncul konflik serius antar pimpinan daerah, sebelum berdampak sistemik.

Dampak Agenda Berbeda

Transparansi dan Akuntabilitas Kinerja Pimpinan Daerah Dalam sistem pemilihan langsung menjadikan kepala daerah dan wakilnya bukan lagi satu paket ideologis, tetapi lebih keperluan elektoral. Akibatnya, setelah terpilih, mereka bisa punya agenda berbeda, oleh karena itu Publik harus diedukasi untuk menilai kinerja pemimpin bukan dari popularitas, tapi dari hasil nyata dan integritas kerja sama mereka.

Konflik antara kepala daerah dan wakilnya adalah pemborosan energi politik yang semestinya bisa dihindari. Di tengah tantangan pembangunan yang kompleks, sinergi antar-pemimpin lokal adalah fondasi penting dalam mewujudkan daerah yang maju dan berdaya saing.

Kepemimpinan yang kompak dan kolaboratif bukan hanya ideal, tapi kebutuhan mutlak dalam tata kelola pemerintahan yang modern dan berorientasi pada rakyat.

Bagaimana Mengelola Konflik

Namun meskipun tampak merugikan, sebenarnya jika konflik dikelola dengan pendekatan yang matang, perbedaan pandangan antara kepala dan wakil bisa memunculkan diskusi yang memperkaya kebijakan.

Dalam politik yang sehat, perbedaan pendapat bisa menjadi check and balance, dan hal ini hanya mungkin terjadi jika kedua pihak dewasa secara politik dan berorientasi pada kepentingan publik, bukan ego pribadi.

Konflik antara kepala daerah dan wakilnya bukan merupakan pelanggaran hukum, setidaknya selama tidak mengganggu penyelenggaraan pemerintahan, namun sebaiknya dihindari.

Konflik sering muncul karena perbedaan kepentingan politik dan ambisi pribadi, dan umumnya jika sang wakil merasa tidak diberi peran (terkesan seperti ban serep) walaupun hal itu sesuai dengan aturan perundangan yang menyatakan bahwa Wakil kepala daerah membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah sebagai satu kesatuan yang secara implisit bisa diterjemahkan dengan analogi “tidak ada matahari kembar dalam tata surya kita”, yang ada matahari sebagai sumber cahaya dan bulan memantulkannya, namun kerja sama antara kepala daerah dan wakilnya adalah amanat undang-undang tersebut.

Konflik Bupati dan Wakil Bupati Jangan Rugikan Rakyat

Penting untuk dicamkan, bahwa dalam konflik kepala daerah masyarakat jangan sampai dirugikan, karena tidak hanya jika berimplikasi menghambat urusan Publik, namun juga karena kebijakan yang tumpang tindih yang tidak esensial, lamban, dan tidak efisien sejatinya juga merugikan masyarakat !

Dalam Rakornas Kepala Daerah Tahun 2020 Presiden Joko Widodo sudah menegaskan pentingnya soliditas antar Pimpinan Daerah.

“JANGAN BARU MENANG LALU PISAH JALAN. RAKYAT BUTUH KERJA NYATA, BUKAN DRAMA POLITIK ! ”

Semoga Retreat Kepala Daerah Batch 2 meliputi pendewasaan, kebijaksanaan dan diikuti couple Kepala Daerah dan Wakilnya agar di treat kekompakannya.

Saya Novi Kusuma penggemar One Piece, untuk Jember yang lebih progresif. Salam. (*) Penulis adalah: Novi Kusuma, SH, Ketua LBH Bolo Syaif

- Advertisement -spot_img

Berita Populer

- Advertisement -spot_img