Kebijakan Sekdakab Jember Hentikan Bansos Selama Pilkada Bikin Pemerima Bansos Merintih 

Loading

Jember, Jempolindo.id – Siang itu, seorang perempuan tua usia sekira 65 tahun, Warga Desa Rambipuji Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember, sedang duduk dikursi plastik butut, mengaku selama ini mengaku sebagai penerima bansos, selama pasangan Ir H Hendy Siswanto dan KH MB Firjaun Barlaman menjadi Bupati dan Wakil Bupati Jember.

Dia tinggal dirumah berdinding bambu, yang sudah lapuk, kehidupannya terlihat memprihatinkan.

Tentu saja, ibu tua itu tidak pernah mendengar Sekda Jember Hadi Sasmito telah mengambil kebijakan menghentikan program berbasis kemasyarakatan hingga selesainya tahapan Pilkada 2024, baik yang berupa bantuan sosial maupun insentif guru ngaji.

Kabarnya,  alasan penundaan pencairan bansos itu, Sekda Jember berdalih adanya arahan untuk mewujudkan netralitas ASN agar tidak dimanfaatkan sebagai bentuk kampanye.

Kebijakan itu seolah hendak mencegat program Wis Wayahe Lanjutkan, sebagai sebuah semangat pasangan Hendy Siswanto dan Gus Firjaun dalam mewujudkan Jember lebih baik.

Saat wartawan berkunjung di kediaman nya, Bu Suyati didampingi putrinya, Devi Ika Yustiantini, yang mewakili ibunya menuturkan kekecewaannya.

Jika memang benar, Bansos tu dibekukan, Devi jmengaku kecewa atas kebijakan yang dinilainya tidak berpihak kepada penderitaan masyarakat.

Devi yang tinggal bersama 6 anggota keluarga lainnya, diantaranya Suami, Dua orang tua, dan dua anaknya, selama ini merasa terbantu hidupnya dengan adanya bantuan sosial dari pemerintah.

“Ibu menerima bantuan BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai) yang dapat memenuhi kebutuhan hidup Ibu,” ujarnya.

Bantuan Sosial BPNT itu, telah selama dua tahun diterimanya secara rutin, setiap dua bulan sekali.

Jika ada penundaan Bansos itu, baik BLT, PKH, atau jenis bantuan lainnya, karena alasan penyelenggaraan Pilkada, Devi mengatakan tidak setuju. Karena dinilai tidak ada kaitannya antara bantuan dan Pilkada.

‘Kan gak ada hubungannya, ya jangan dikait kaitkan hanya karena alasan Pilkada,” tegasnya.

Menurut Devi, soal pilihan dalam Pilkada, merupakan hak masing masing masyarakat, tidak pada tempatnya jika dikaitkan dengan adanya bantuan.

“Kalau soal pilihan, seperti ibu saya ini, kan ya terserah individunya, kan gak mungkin terpengaruh karena adanya bantuan,” jelasnya.

Sementara ini, masyarakat yang berharap adanya bantuan sosial itu di Desa Rambipuji, menurut Devi cukup banyak.

“Kalau gak dapat BLT, ada juga dapat dari jenis bantuan lainnya,” ujarnya.

Demikian juga dengan pengakuan Holilah, yang tinggal bersama 6 anggota keluarga lainnya, diantaranya Suami, Ibu Mertua, adik dan 2 anak.

Sudah cukup lama, Holilah mengaku mendapatkan program Bantuan Langsung Tunai (BLT), yang selama ini dirasakan cukup membantu memenuhi kebutuhan keluarga.

“Buat anak sekolah, kadang juga buat modal jualan,” katanya.

Perempuan itu mengaku belum tahu ada kabar penundaan pencairan bantuan sosial, karena alasan Pilkada.

“Ya gimana ya mas, kan bantuan itu bisa membantu, kalau ditunda ya kecewa mas,” ujarnya dengan nada sedih.

Persoalan politik, perempuan itu sama sekali tidak tahu, dia menganggap tidak ada hubungannya antara politik dan bantuan sosial.

“Kalau politik ya politik, apa hubungannya dengan bantuan,” katanya.

Meski dia biasanya menerima bantuan setiap dua bulan sekali, namun bantuan sosial itu telah dirasakannya cukup membantu mengurangi beban hidupnya.

“Kalau bisa ya jangan ditunda mas, kalau ditunda ya kami kecewa mas,” penuh harap. (Gilang)

Table of Contents