ADA APA DENGAN DPRD JEMBER

DPRD Jember
DPRD Jember

Loading

*) Oleh : Gilang Gibran

Jember – Tulisan ini saya buat karena tergoda oleh beberapa pemberitaan media di Kabupaten Jember. Akhir-akhir ini penulis melihat ada banyak dinamika menarik di Kabupaten Jember. Sebut saja mulai gonjang-ganjing honor covid-19, tender multi years, klengkengisasi kebun rembangan, penanganan banjir dan yang terakhir isu pecah paket.

Isu ini semakin menarik manakala dibahas secara gamblang di media sosial oleh pendukung dan kritikus Bupati. Sebut saja Cak Kustiono dan Cak Fuad yang merupakan representasi pendopo.

Meskipun konon katanya, saat ini Cak Kustiono sudah menjadi oposan dari Pak Bupati. Sementara Mas Rully, pemuda asal Tanggul yang popular dengan tagline #AngakHOO merupakan kritikus sejati Bupati Jember Hendy SIswanto.

Rully sangat getol mengkritisi Bupati Jember Hendy SIswanto. Semua kebijakan Bupati dan gerak-geriknya pun dikupas tuntas oleh Rully. Komunikasi verbal dan non-verbal dari Bupati dapat dikemas dengan baik dan menjadi jualan “ isu” yang menarik oleh Rully.

Isu terbaru tentang pecah belah paket proyek di Kabupaten Jember. Rully mengupas tuntas pekerjaan pengadaan karpet di pendopo, rehab fisik di pendopo bupati dan rumah dinas Wakil Bupati.

Yang menggelitik bagi penulis adalah kemanakah 50 orang wakil rakyat. Mengapa tidak pernah ada suara ?, padahal mereka merupakan penyambung lidah rakyat, yang seharusnya memainkan fungsi kontrol terhadap kinerja eksekutif. Padahal fungsi kontrol jika berjalan dengan baik, justru akan menyehatkan kinerja eksekutif karena legislatif merupakan mitra strategis dari eksekutif.

Sebelumnya ijinkan saya, mengajak kita semua membuka memori publik. Bagaimana kiprah para wakil rakyat dalam membangun Jember. Para wakil rakyat periode sekarang duduk di kursi DPRD sejak tanggal 21 Agustus 2019. Waktu itu eksekutif dipimpin oleh Bupati Faida. Mereka menjadi mitra strategis Bupati perempuan pertama di Jember selama kurang lebih 18 bulan.

Dalam kurun waktu tersebut DPRD betul betul menjadi agent of control dari kinerja eksekutif. Ada beberapa peristiwa penting terkait relasi panas dingin hubungan Bupati dengan DPRD Jember. Peristiwa pertama pada saat deadlocknya pembahasan APBD Jember tahun 2020.

Pemicunya adalah karena KSOTK Jember dianggap bermasalah oleh DPRD Jember. Selanjutnya, pada 23 Desember 2019, sebanyak 42 anggota DPRD Jember sepakat melayangkan hak interpelasi kepada Bupati Faida.

Hak interpelasi itu untuk mencari jawaban atas persoalan yang dialami Kabupaten Jember. Mulai dari teguran KASN, rekomendasi Kemendagri hingga alasan Pemkab Jember tak mendapatkan jatah CPNS. Tetapi, Bupati Faida tak menghadiri undangan saat DPRD menggelar sidang interpelasi pada 27 Desember 2019. Faida meminta DPRD Jember menjadwal ulang sidang interpelasi tersebut, namun DPRD tidak sepakat dengan permintaan itu.

Selanjutnya, pada tanggal 30 Desember 2019 DPRD Jember memilih menggunakan hak angket sebagai jalan konstitusional untuk menjalankan fungsi kontrol terhadap eksekutif. Hak angket digunakan DPRD untuk menyelidiki semua persoalan yang ada di Jember. Sebanyak tujuh fraksi di DPRD Jember sepakat dengan penggunaan hak angket. Ada empat hal yang menjadi fokus panitia hak angket.

Pertama menyelidiki kebijakan Pemkab Jember yang tidak mendapatkan jatah kuota CPNS 2019. Kedua , terkait mutasi ASN di lingkungan Pemkab Jember. Ketiga, menyelidiki kebijakan Pemkab Jember terkait 30 Perbup tentang KSOTK. Sebab, Mendagri meminta semua Perbup tersebut dicabut. Keempat, terkait pengadaan barang dan jasa.

Panitia hak angket DPRD Jember menjalankan tugasnya selama 60 hari kerja. Terdapat lima rekomendasi yang dihasilkan oleh panitia hak angket.

Pertama, meminta aparat penegak hukum, mulai dari KPK, Kejaksaan, dan Polri, menyelidiki dugaan tindak pidana khsusus yang dilakukan Pemkab Jember.

Kedua, meminta BPK melakukan pemeriksaan khusus atas temuan panitia hak angket. Ketiga, meminta semua penyedia barang dan jasa berbasis konstruksi rangka atap baja ringan menggunakan aplikator resmi bersertifikat. Sebab, beberapa proyek bangunan Pemkab Jember roboh. Keempat, meminta Mendagri memberi sanksi kepada Bupati Jember. Kelima, meminta DPRD Jember melayangkan hak menyatakan pendapat. Selanjutnya DPRD Jember mengusulkan hak menyatakan pendapat pada 22 Juli 2020. Akhir dari peristiwa ini, Bupati Jember dimakzulkan oleh DPRD Jember. Namun Mahkamah Agung menolak pemakzulan Bupati Jember oleh DPRD Jember.

Bandingkan dengan sikap institusi DPRD Jember di era pemerintahan Bupati Hendy Siswanto. Bupati yang terkenal Dermawan ini resmi dilantik sebagai Bupati Jember tanggal 26 Pebruari 2021. HS-GF julukan untuk pasangan Hendy Siswanto dan Gus Firjaun mengadakan peringatan 1 tahun memerintah kabupaten Jember di Mako 1 di Perkebunan Sentul milik Kodam V Brawijaya.

Dalam pertemuan tersebut Hendy Siswanto menyampaikan terimakasih kepada partai dan relawan pendukungnya. Dalam pertemuan tersebut, Bupati Jember menyampaikan permohonan maaf, bahwa Bupati dan Gus Firjaun tidak bisa bagi-bagi proyek.

Kalau mau dapat proyek harus professional. Silahkan menawar dengan harga terendah, kualitas pekerjaan terbaik dan dikerjakan secara benar. Ucap Bupati sebagaimana link berita https://nusadaily.com/news/regional/bupati-jember-terima-kasih-parpol-pengusung-dan-relawan-maaf-tidak-bisa-bagi-bagi-proyek.htm (Link berita ini sudah terhapus)

Selang satu hari dari perayaan 1 tahun pemerintahan HSGF, publik dikejutkan dengan isu pecah belah paket. Isu ini di sampaikan secara terang benderang oleh Rully dan beberapa pegiat media sosial lainnya. Beberapa pekerjaan rehabilitasi Gedung Wisma Prajamukti di Surabaya, pekerjaan rehabilitasi Gedung Pendopo, pengadaan sound system di Bagian Umum Setda Kabupaten Jember.

Sebelumnya isu pecah paket juga mencuat pada pengadaan Curing Tunnel di Dinas TPHP Kabupaten Jember. Jika isu ini benar, maka pernyataan Pak Bupati terkait tidak bagi bagi Proyek, longsor dengan sendirinya.

Dalam setahun pemerintahan Hendi Siswanto sebagai Bupati Jember banyak hal yang seharusnya menjadi kontrol serius oleh anggota DPRD. Selain kasus pecah belah paket sebagaimana yang dimaksudkan di atas. Sebut saja kasus honor pemakaman jenazah Covid-19 yang melibatkan Bupati, Sekda dan Pejabat BPBD Jember. Selanjutnya dugaan kong kalikong dengan lingkaran Bupati Jember pada pengelolaan kebun Rembangan. Yang juga diperparah penggantian Ikon buah naga dengan klengkeng.

Kondisi ini menunjukkan ada ketidak beresan tata kelola pemerintahan yang dilakukan oleh Bupati Jember. Terkait isu pecah belah paket ini jelas bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Juncto Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021. Dimana di dalamnya diatur tentang Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa. Kegiatan ini merupakan strategi Pengadaan Barang/Jasa yang menggabungkan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa sejenis.

Dalam perpres tersebut dijelaskan bahwa PA/KPA, PPK dan/atau UKPBJ memiliki kewenangan untuk melakukan konsolidasi pengadaan barang/ jasa. Bahkan Ketua Tim Koordinasi, Supervisi dan Pencegahan KPK RI Wilayah Kaltim  (Rusfian), menyampaikan dalam pengadaan barang jasa paket dipecah-pecah untuk menghindari lelang.

Ini modus. “Kami melihat, dengan cara ini, ada indikasi korupsi kecil-kecil, sebenarnya jauh lebih besar dari korupsi yang besar. Karena itu, kami akan pelototi pengadaan kecil-kecil,” tegasnya. Pada saat kegiatan MCP di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur pada 1 November 2021.

Begitu juga dengan klengkengisasi kebun buah naga. Semestinya Bupati tidak bisa serta merta membongkar kebun buah naga. Karena itu merupakan aset Pemkab Jember. Dalam pengadaan aset daerah, paling tidak ada rencana kebutuhan pengadaan barang/jasa. Termasuk ada mekanisme penghapusan aset.

Sehingga nanti tidak salah dalam penyajian dalam pembukuan aset pemerintah daerah. Bupati dan jajarannya tidak boleh keluar dari pakem PP 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan keuangan daerah. Permendagri 77 tahun 2020 Pedoman Teknis Pengelolaan keuangan daerah dan peraturan terkait lainnya. Jika ini terjadi sudah pasti ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Bupati dan Jajarannya.

Pertanyaannya, dimana sense of control dari wakil rakyat. Mengapa para wakil rakyat garang kepada Faida yang notabene Bupati Perempuan. Namun loyo dihadapan Bupati Hendy.

Wakil rakyat punya tugas kontrol untuk menyelamatkan Bupati dan Jajarannya dari kemungkinan salah dan khilaf. Jangan sampai muncul anekdot “ada baiknya fungsi kontrol ini didelegasikan kepada Rully Cs, Cak Kustiono dan Sutris”. Terkait standar ganda para wakil rakyat Hanya Bupati, Wakil rakyat dan Tuhan Yang Maha Tahu. (*)

*) Penulis adalah Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Jember Komisariat Pertanian

Table of Contents