Jember _ Jempolindo.id _ Pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) di Kabupaten Jember, dinilai oleh DPK GMNI FIB Unej, masih belum memenuhi prinsip berkeadilan. Karenanya, DPK GMNI Unej berkepentingan mengajukan tuntutan, yang dituangkan dalam pernyataan sikapnya, tertanggal 23 Desember 2022.
Pernyataan sikap, yang telah dikirimkan kepada DPRD Kabupaten Jember dan Pemkab Jember, ditanda tangani oleh Ketua DPK GMNI FIB UNEJ, Abdul Aziz Al Fazr dan Sekretaris DPK GMNI FIB UNEJ, Charrisa Hanindya Utami berisi lima tuntutan, diantaranya :
- Menolak tegas kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) tahun 2023, karna naiknnya CHT akan semakin memperburuk situasi perekonomian bagi masyarakat pertembakauan ksususnya di Kabupaten Jember.
- Mendesak Pemerintah Kabupaten Jember untuk segera melakukan transparansi alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) tahun anggaran 2023 kepada seluruh masyarakat Kabupaten Jember.
- Mendesak Pemerintah Kabupaten Jember untuk memprioritaskan masyarakat pertembakauan dalam pendistribusian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) tahun anggaran 2023.
- Mendorong DPRD Kabupaten Jember untuk melakukan pengawasan terhadap distribusi Dana Bagi Hasil Cuka Hasil Tembakau (DBHCHT) tahun anggaran 2023.
- Mengajak seluruh masyarakat Kabupaten Jember untuk bersama-sama mengawal pendistribusian anggaran Dana Bagi Hasil Cuka Hasil Tembakau (DBHCHT) agar sesuai dengan prinsip keadilan.
Baca Juga : DPC GMNI Jember Minta Presiden Jokowi Cabut Ijin PT ADS
Menurut Abdul Aziz Al Fazr , tunntutan itu berdasarkan pada pertimbangan, bawa besaran DBHCHT selalu diperbaharui mengikuti produksi tembakau atau hasil tembakau pada tahun sebelumnya. Maka dari itu, DBHCHT yang telah disalurkan kepada setiap provinsi maupun daerah penghasil cukai atau tembakau, seperti Kabupaten Jember, tidak terlepas dari peran masyarakat tembakau (petani, buruh tani, buruh industri tembakau, dan industri tembakau) yang ada di Kabupaten Jember.
“Tantangan serta hambatan yang dirasakan oleh masyarakat tembakau terlihat dari kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau berupa cigaret, cerutu, rokok daun atau kelobot, dan tembakau iris,” ulasnya.
Sebagaimana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat melalui Peraturan Menteri Keuangan No 191/PMK.010/2022 tentang perubahan kedua atas PMK No 192/PMK.010/2021 Tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok daun atau Kelobot, dan Tembakau iris.
“Keputusan tersebut menjadi polemik bagi seluruh elemen masyarkat tembakau khususnya di Kabupaten Jember.” Kata Azis.
Karenanya, kata Azis, dampak dari kenaikan CHT bagi petani tembakau tentu mengakibatkan turunnya harga jual tembakau, Kenaikan CHT juga mempengaruhi berkurangnya lahan produksi tembakau di Kabupaten Jember yang mengakibatkan kebutuhan bahan baku tembakau berkurang.
“Kenaikan CHT juga dirasakan oleh buruh industri tembakau. Seperti naiknya biaya produksi yang disebabkan oleh kenaikan CHT, sehingga berimbas kepada upah buruh industri tembakau yang minim dan menjadikan kesejahteraan buruh industritembakau menurun, bahkan ancaman terbesar yaitu PHK massal,” ujarnya.
Lebih lanjut, Azis menjelaskan, bahwa Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau merupakan amanat dari Pemerintah Pusat yang ditegaskan pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 215/PMK.07/2021, Tentang Penggunaan, Pemantauan, Dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau.
“Pada amanat kebijakan tersebut menetapkan penggunaan DBHCHT dengan ketentuan, 50% untuk bidang kesejahteraan masyarakat, 10% untuk bidang penegakan hukum, dan 40% untuk bidang kesehatan,”paparnya.
Karenanya, kata Azis Pengunaan DBHCHT juga harus menggunakan prinsip pada program yaitu, Pemerintah Kabupaten Jember resmi menerima Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) Tahun 2022 dari Pemerintah Pusat sebesar Rp. 74,95 miliar. Sumber DBHCHT didapatkan dari Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang dianggarkan sebesar 2%.
Anggaran DBHCHT di Kabupaten Jember, kata Azis saat ini sedang disalurkan kepada enam OPD, yang akan mengelola semua anggaran dengan jumlah total Rp. 77 miliar, diantaranya Dinas Tenaga Kerja (Disnaker), Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Diperindag), Dinas Kesehatan (Dinkes), Dinas Tanaman Pangan Holikultural dan Perkebunan (DTPHP), Satpol PP, dan Dinas Sosial (Dinsos).
“Seluruh OPD yang terkait dengan anggaran DBHCHT akan merealisasikan anggaran tersebut dengan kegiatan yang berbeda-beda, sesuai dengan yang tertera pada PMK No. 215/PMK.07/2021,” ujarnya.
Mengacu pada penyaluran anggaran DBHCHT di Kabupaten Jember beberapa tahun sebelumnya, kata Azis masih banyak terjadi permasalahan di dalamnya serta dalam pendisrtibusian tidak memprioritaskan kebutuhan masyarakat tembakau di Kabupaten Jember.
“Seperti besaran penganggaran penggunanan DBHCHT yang tidak pernah diatur dalam APBD Jember, sedangkan peraturan tersebut telah tertuang pada Peraturan Menteri Keuangan Repulik Indonesia Nomor 215/PMK/PMK.07/2021 pasal 12 ayat 7, bahwa Kepala Daerah berkewajiban menetapkan RKP DBHCHT dalam APBD dengan di bahas bersama dengan kementerian negara/lembaga terkait paling lambat bulan november pada tahun sebelum pelaksanaan kegiatan,” ulasnya.
Sehingga hal tersebut, menurut Azis mengindikasikan bahwa tidak adanya transparansi mengenai besaran penganggaran dan penggunaan DBHCHT oleh Pemerintah Kabupaten Jember.
Kemudian, lanjut Azis permasalahan yang menjadi keresahan para masyarakat Pertembakauan di Kabupaten Jember, terkait penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang tidak tepat sasaran.
“Pada penyaluran BLT tersebut justru diberikan kepada para petani yang bukan menanam tembakau, sehingga hal tersebut menimbulkan polemik pada masyarakat pertembakauan dikarenakan mayoritas dari masyarakat pertembakauan tidak menerima BLT yang bersumber dari anggaran DBHCHT,” ujarnya.
Permasalahan dalam pendistribusian dan pengawasan pupuk subsidi , kata Azis belum maksimal, mengakibatkan kelangkaan pupuk subsidi. Padahal hal tersebut telah dijelakan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15/M-DAG/Per/4/13 Tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Secara Nasional Mulai dari Lini I sampaiLini IV, dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 41 tahun 2021 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi.
“Namun, kelangkaan pupuk subsidi di Kabupaten Jember masih marak ditemukan. Permasalahan ini juga dikarenakan kurangnya efisiensinya e-RDKK (Elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) dalam pendataan yang menjadi sebab banyaknya petani yang tidak mendapatkan pupuk subsidi.
Selain itu, menurut Azis petani juga mengeluhkan terkait pola pengawasan distribusi pupuk bersubsidi selama ini. Dikarenakan langkanya pupuk subsidi juga megakibatkan maraknya beredar pupuk ilegal di Kabupaten Jember, guna memenuhi kebutuhan produksi pertanian dan tingginya harga pupuk non-subsidi banyak petani yang memilih menggunakan pupuk ilegal.
“Melihat masih belum maksimalnya Pemerintah Daerah Kabuapten Jember dalamproses penganggaran dan pendistribusian alokasi DBHCHT di Kabupaten Jember sehingga menyebabkan masih banyaknya persoalan yang muncul dan mengancam kesejahteraan masyarakat pertembakauan di kabupaten Jember,” tandasnya. (#)