Jember _ Jempolindo.id _ Mahasiswa Papua, yang mengatasnamakan Persatuan Mahasiswa dan Pelajar Papua (Permappa) tuntut Pemerintah Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember, bertanggung jawab, atas dugaan penyalah gunaan budaya Papua.
Protes Permappa itu, tertuang dalam surat yang tertuju kepada Camat Rambipuji, Kabupaten Jember, tertanggal 18 September 2023.
Dalam surat yang ditandatangani oleh Ketua Permapa Jember Enditera Weda, menyebut bahwa pada tanggal 16 September 2023 Warga Jember, tepatnya di Rambipuji, kembali tampil karnaval budaya dengan mengenakan budaya papua.
“Kasus diskriminasi terhadap mahasiswa asal Papua kerap terjadi, termasuk di Kabupaten Jember,” sebutnya.
Salah satunya dialami oleh Kostantina 24 tahun, pada Agustus 2019. Saat itu, Mahasiswa Papua yang berkuliah di Kabupaten Jember diundang untuk mengikuti kegiatan Karnaval Agustussan di Kecamatan untuk menampilkan budaya Papua dipanggung.
“Yang membawakan budaya Papua di panggung festival adalah salah satunya yang mendapatkan tindakan rasis bernama Kostantina menari bersama enam orang lainnya yang bukan dari Papua,” tulisnya.
Panitia sempat mengarahkan Kostantina untuk bergandengan tangan dengan Bupati Jember dan mengajak menari bersama-sama.
“Namun, tiba-tiba tangan Kostantina ditarik diminta keluar dari kegiatan karnaval tersebut dengan alasan mengenakan pakaian yang tak sopan budaya pornografi dll. Padahal saat itu Kostantina mengenakan pakaian adat khas Papua yang sudah dimodifikasi,” katanya.
“Polisi tarik saya tangan lalu di suruh keluar karena pakaian dianggap kurang sopan dan tidak pantas. Hal itu dikatakan setelah saya ditarik keluar. Saya merasa tersingung karena budaya saya seperti itu, “kata Kostantina saat ditemui suaracendrawasih.com pada hari sabtu, (15/04/2023), tepatnya di Dabelway Unej, pukul 12.00 WIB.
“Saat itu, saya merasakan diskriminasi. Seharusnya kita sebagai manusia menghargai, melestarikan, merawat tradisi dan adat bukan malah dilecekan,” jelas Kostantina.
Ia mengaku ikut kegiatan karnaval dan menampilkan budaya Papua karena menghargai undangan. Namun tindakan yang dialami membuat Kostantina kecewa.
“Tindakan aparat itu membuat saya benar-benar kecewa, dan banyak teman-teman Papua juga ikut kecewa. Seharusnya sebelum menampilkan tarian, mereka bisa bicara apa yang boleh dan tidak boleh kita kenakan, termasuk urusan kostum. Bukan menarik tangan saya yang sedang menari di hadapan banyak orang. Saya benar-benar kecewa dan malu bahkan menyesal kenapa ikut kegiatan ini,” ujarnya.
Secara organisasi PERMAPPA Jember, saat itu tidak menanggapi, dikarenakan bersamaan dengan kasus RASISME di Surabaya waktu itu.
“Tetapi kami tanggapi secara tulisan kepada oknumnya,” katanya.
Apropriasi “Kultur Papua” terjadi di tengah budaya wilayah lain tanpa memaknainya.
“Dari itulah kami orang Papua di Jember sadari bahwa seperti yang telah dilakukan oleh warga Rambipuji Jember Jawa Timur, Sabtu 16 September 2023 adalah Pemalsuan budaya Papua, Dengan kata lain Pelecehan budaya secara serius,” tegasnya.
Perilaku semacam Ini adalah murni Program ‘KOLONIALISME’ yang meng-Indonesiakan orang Papua secara paksa.
“Dalam memory ingatan Rakyat Papua bahwa negara Indonesia telah memanipulasi sejarah politik bangsa Papua dan kini budaya pun sedang Apropriasi dengan jargon budaya Nusantara milik warga negara Nusantara Indonesia,” ujarnya.
Semua demi melegalkan kedudukan ‘aneksasi’ Indonesia di Papua.
“Tidak ada alasan menghormati budaya orang hanya dengan kenakan pakaian adat suku wilayah lain,” tegasnya.
Untuk itu, kata Enditera Wenda, Permappa akan mendatangi Kecamatan Rambipuji.
“Lebih jelasnya, Besok (Selasa, 19 September 2023), kami akan mendatangi Kantor Kecamatan Rambipuji,” ujarnya.
Respon Camat Rambipuji
Sementara, Camat Rambipuji Mohammat Farid Wajdi, saat dihubungi Jempolindo, belum bersedia memberikan keterangan, terkait protes Permappa.
“Kami tidak bisa memberikan tanggapan, karena harus berkoordinasi dengan pimpinan,” ujarnya melalui jaringan seluler nya.
Namun, menurut Farid Wajdi, kehadiran Perwakilan Permappa, di Kantor Kecamatan Rambipuji telah berlangsung damai.
“Mereka (perwakilan Permappa), datang ke Kantor Kecamatan Rambipuji dengan baik – baik dan dengan bahasa yang baik,” ujar Farid.
Hanya saja, Farid Wajdi merasa bingung, letak kesalahannya menggunakan gaun adat Papua.
“Dimana sebenarnya letak kesalahan kami, dalam karnaval,” tutupnya.(Gito)