Jempolindo.id – Cerita Rajapatni Gayatri ini disitir dari tulisan Djunj Prasetya, Grup Facebook Cerita Nusantara, yang ditulis ulang setelah mendapatkan ijin dari penulisnya.
Kematian Jayanegara menghempaskan mimpi sebagian orang di putaran lingkup kelompok Pamalayu. Jayanegara belum memiliki keturunan. Kerajaan sebesar Majapahit tidak mungkin membiarkan dampar kencananya kosong.
Tak ada yang lebih berhak selain Sang Rajapatni Prameswari Gayatri, beliau yang di gambarkan sebagai sosok tiga jaman mulai dari Kertanegara, Kertarajasa dan Jayanegara.
Di era ayahanda Kertanegara , Gayatri adalah seorang putri yang memiliki kecerdasan dan rasa ingin tahu yang sangat luar biasa , bagi Kertanegara , Gayatri adalah teman diskusi soal visi sang Kertanegara “Mandala Dwipantara”, sebuah gagasan penyatuan Nusantara.
Gayatri yang mencatat semua “wejangan “ mimpi dari visi besar sang Ayahanda . Namun semesta berkehendak lain tiba tiba laskar Jayakatwang datang menyerbu dan membumihanguskan Kutaraja Singasari, jadi abu tanpa tersisa .disaat kekuatan Militer Singasari sedang pada titik “ terlemah “ karena sebagian besar Pasukan Singasari sedang melakukan ekspedisi Pamalayu .
Ketika Singasari disergap tanpa ampun oleh pasukan Kediri sehingga menewaskan kedua orang tuanya. Gayatri yang sedang berada di kaputren dalam luput dari pembantaian, dengan kecerdasan seorang wanita yang tanggap sasmitha akan situasi yang dihadapi.
Segera menyadari kekisruhan yang terjadi dalam keraton , Gayatri muda melepas seluruh pakaian kebesaran seorang Putri Raja dan mengganti dengan pakaian anak seorang abdi dalem istana.
Untuk menyamarkan dirinya Gayatri berganti nama menjadi Ratna Sutawan, putri seorang abdi dalem Pekaktik istana , yang kemudian digiring menuju Kediri sebagai tawanan.
Saat itu Lembu Sora , juga melepas segala atributnya sebagai seorang senapati Singasari, karena kaget melihat kenekatan Putri Gayatri yang bergabung dengan para abdi dalem dan langsung bergabung untuk memastikan keselamatan si Bontot, putri kinasih sang Kertanegara yang terkenal keras kepala , bersama mereka ikut diboyong ke Kediri menjadi tawanan dan ditempatkan di bangsal perempuan Keraton Kediri.
Sebelum meninggalkan istana, ia mengajak Lembu Sora melihat jasad kedua Orang tuanya yang telah gugur , untuk memberi sembah terakhirnya dan melakukan sumpah setia akan melanjutkan cita cita sang Kertanegara .
Dengan kecerdasanya dan keberaniannya, Gayatri mengumpulkan informasi intelijen tentang kekuatan pasukan Jayakatwang .
Lembu Sora lah yang bertugas sebagai Pengelasan yang melaporkan semua kepada sang Raden Wijaya.
Ketika Pangeran Wijaya masuk ke Kediri sebagai laskar yang menyerah, dalam sebuah arak-arakan, Gayatri ada diantara para kawula yang menyambut laskar yang telah dsarankan untuk “menyerah” oleh Sang putri.
Agar dapat membangun kekuatan dari dalam benteng Kediri. Itu jauh lebih baik daripada terus bergerilya di tengah hutan tanpa kejelasan persenjataan dan logistik.
Dan cinta diantara keduanya memang bersemi di tengah pahitnya perjuangan mewujutkan cita cita membangun sebuah kerajaan baru dari puing puing kehancuran Singasari, demi kawula dan martabat sebagai warga Singasari.
Kelak Kertarajasa menitahkan untuk menuliskan semua itu dalam prasasti, atas pengakuan akan cintanya pada istri istri beliau terutama sang Rajapatni, di tahun 1296 di desa Sukamerta yang menceritakan perkawinan dan perjuangan Raden Wijaya selama pelarian dari pengejaran oleh Pasukan Jayakatwang.
Kemudian, untuk mengambarkan secara lebih romantis tentang kecintaan dan kegaguman beliau pada seorang Gayatri maka diperintahkan untuk menuliskan bahwa kisah kasih asmara mereka adalah Dewa Siwa dan Dewi Uma sebagai Prasasti kertarajasa tahun 1305 di desa Balawi.
Diera Jayanegara, Prameswari Gayatri juga tak tinggal diam meredam setiap gejolak yang ditimbulkan, ulah kekanak kanakan an Kala Gemet, selama berkuasa.
Bahkan Ra Kuti sejatinya tidak bisa menguasai Kedaton Wilwatikta secara utuh. Karena Istana Gayatri tidak tersentuh tangan tangan pemberontakan Ra Kuti.
Jika beliau menjadi Ratu rasanya jauh dari pada sekedar pantas. Prapanca mengambarkan sosok sang Putri sebagai berikut kepada Pritha sahabatnya
“Adalah watak Rajapatna Gayatri yang agung, sehingga mereka menjelma pemimpin besar dunia, yang tiada tandingannya. Putri, menantu, dan cucunya menjadi raja dan ratu.
Dialah yang menjadikan mereka penguasa dan mengawasi semua tindak tanduk mereka (Negarakertagama, bab 48).”
Hingga di malam seperti yang dijanjikan kepada Mentri Mada, yang datang menghadap sang Putri, sebelum peristiwa kematian Kala Gemet.
Dengan kawalan abdi dalem menuju sebuah ruang yang teramat rahasia, sebuah ruang yang berada di puser Kedaton Kediri.
Ruangan yang tidak sembarang orang bisa memasukinya, abdi dalem dari kelompok Kalachakra yang telah disumpah mati oleh kutuk pastu bila khianat, berdinding panel yang berukiran Surya Majapahit dalam ukiran sangat indah, berhiaskan kepulauan Nuswantara terpahat disana, yang dapat digeser sebagai tameng rahasia dan pelindung, bila ada sergapan musuh dan terhubung ke bebetapa lorong rahasia.
“Mada apa yang kau sampaikan semalam sudah kami pelajari secara seksama,”
“Selanjutnya, bukan siapa siapa yang akan menjelaskan secara lebih terperinci, rasanya tak pantas aku bicara keliwat duniawi,” lirih suara sang Putri Gayatri.
“Baiklah , atas titah dan restu Yang MuliaTuan Putri, hamba ambil alih seluruh tanggung jawab mulai sekarang,” ujar Gajah Mada.
“Mada, engkau lelaki terhornat dan memiliki kehormatan seorang prajurit Majapahit,” kata Gayatri.
” sendiko Bopo…”
“Ingatkah kau saat masih seorang bocah kabur keanginan , kau terdampar di pertapaan Gunung kawi, dan kau bertemu seorang wanita yang menjelaskan panjang lebar tentang sebuah ajaran Mandala Dwiparna. Penyatuan pulau pulau nuswantara ?,”
“hamba bopo, hal tersebut yang membuat hamba bertekat mengabdi menjadi seorang prajurit yang memiliki tekat untuk ikut mengawal menyatukan Nuswantara menjadi satu di bawah panji Singasari pada waktu itu”.
‘Sesuai yang diajarkan oleh seorang “ibu” yang sangat Bijkasana yang ajarannya begitu meresap di hati hamba hingga saat ini, hingga menjadi cita cita yang rasanya jika diberi kesempatan akan hamba upayakan terwujud bagaimanapun caranya.”
“ Namun hamba tidak ingat siapa beliau , karena hamba tak berani menatap wajahnya, saat itu tak pantas rasanya sebagai kawula yang kabur keanginan , menatap kepada seorang wanita yg terlihat sangat agung dan bijaksana”
” Menteri Mada , atas perkenan beliau yang kini berada dihadapan mu , beliaulah wanita agung tersebut “ tegas sang Bukan siapa Siapa.
Tergagap Mada , sontak memberi penghormatan degan meredahkan kepala ke bhumi, memohon belas ampunan dan pangestu, kepada sosok guru yang telah lama ia cari. Yang membentuk karakternya selama ini, teryata adalah sosok yang ia dan seluruh kawula Majapahit cintai dan hormati, Sang Rajapatni Gayatri.
“Mada , bangkitlah, anggap smua itu adalah Cakra Manggilingan owah gingsir gilir gumanti”,
Kehidupan ini senantiasa berputar, berubah, berkembang, berganti situasi-dinamis. Sesuatu Manifestasi dari Cakra Manggilingan inilah yang kemudian disebut sebagai wolak-walike zaman.
Ini semua adalah berkat restu Sang Murbeng Jagad, agar kawula mampu Memayu Hayuning Bawana.
“Tugas kami disini adalah memastikan arah negeri Majapahit melangkah kedepan sebagai sebuah kerajaan yang bisa mengayomi, seluruh kawulanya menjadi sebuah bhumi pertiwi yang Gemah ripah Lohjinawi Tata Titi Tentrem Kerta Rajasa. Sambil menyiapkan kelahiran Sang Surya Majapahit.
Demi cita cita wangsa Kertarajasa mewujutkan Mandala Dwiparna dan kami menyebut diri kami adalah Kalachakra penjaga semangat Mandala Dwiparna.
“Dan Menteri Mada . kini kau telah lebih dari cukup untuk mengetahui rahasia ini. Kau adalah sekutu atau musuh terbesar kami saat ini,” tegas Sang Bukan siapa siapa.
Dua keplokan tangan Sang Bukan siapa siapa, membuat dinding berukir bergeser, 20 orang berkelebat keluar dari balik panel berukir dari kayu jati, menghunus belati di kedua tanganya, mengarah ke Mada.
“AKU MADA BERSEDIA HIDUP MATI ATAS SEMANGAT MANDALA DWI PARNA DAN MENJADI BAGIAN DARI KSATRIA KALACHAKRA”.
Pasukan mundur menghilang, seolah tak pernah terjadi apa-apa di ruang tersebut.
Putri Gayatri dan Sang bukan siapa siapa, menerima sembah bekthi dari Sang Menteri Mada yang berjanji Prasetya, untuk mengabdi kepada Majapahit.
Putri Tribuwana Tungga Dewi bergelar Sri Tribhuwana Wijayatunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani, naik taktha mengantikan Jayanegara menjadi ratu Majapahit di tahun 1329.
Sebagai perwujudan bakthi seorang anak kepada Ibundanya, yang sangat beliau cintai dan hormati Gayatri, kelak Gajah Mada menuliskan pada prasasti Gajah Mada pada tahun 1351 di Singasari.
Semua Kawula Majapahit mengadakam pesta selama tujuh hari tujuh malam atas pengangkatan Ratu mereka yang baru.
Ratu dari wangsa Kertarajasa yang diberkati oleh “ Ibu” kawula Majapahit sang Rajapatni Gayatri . yang sangat mereka hormati dan cintai.
Pesan damai didengung dengungkan oleh para pemuka agama dan para Narapraja atas perintah Putri Gayatri yang mengajak seluruh kawula Majapahit untuk bersatupadu, membangun negeri mereka.
Putri Gayatri sang Rajapatni atau pendamping raja, tidaklah gelar kosong. Mulai Kerta negara sang Ayahanda, Kertarajasa sang kekasihnya, Jayanegara sang Anak tirinya , Tribuwana Tungga Dewi anak Kandungnya dan Hayam Wuruk sang cucu kesayanganya.
Semua merasakan “sentuhan “ ilham yang semestawi dari seorang putri, yang tidak saja memiliki kecantikan dan kecerdasan yang paripurna, namun sang putri diberkati dengan kemampuan sasmitha yang weruh sang durunge winarah.
Beliau mampu menerjemahkan Visi menjadi sebuah bentuk keputusan yang “ tepat “ dalam menghadapi segala persoalan, yang dihadapi orang orang disekitarnya. Dialah Pamomong yang bekerja di balik layar kesuksesan Majapahit.
Putri Gayatri adalah sosok yang digambarkan sebagai Prajnaparamita adalah seorang dewi dengan kedudukan tinggi dalam Buddhisme Tantra Mahayana.
Dia dianggap sebagai “sakti“ atau pendamping, dari Buddha tertinggi, Prajnaparamita, wanita yang memiliki pengetahuan dan kebijksanaan yang Paripurna, atau gambaran seorang wanita nareswari, wanita utama yang dianngap sebagai “ibu” bagi Majapahit, secara keseluruhan.
Ialah Sang Rajapatni Sri Rajendra Dyah Dewi Gayatri. *)