Surabaya – Jempolindo.id – Aliansi Masyarakat Anti Korupsi (AMAK) Jawa Timur mempertanyakan raibnya kasus dugaan korupsi Rp 107 Miliar, yang terjadi pada era kepemimpinan Bupati Jember dr Hj Faida MMR (2020).
AMAK Jatim membawa sekira 150 orang, mendatangi Mapolda Jawa Timur, pada Kamis (18/07/2024) pukul 10.00 WIB.
Seperti tertuang dalam surat pemberitahuan yang ditujukan kepada Kapolda Jawa Timur,
Aksi itu bertujuan untuk menuntut pertanggungjawaban Pemkab Jember, atas tidak jelasnya anggaran covid sebesar Rp. 107 Miliar.
“Dari 220 miliar anggaran penanganan Covid 19, terdapat 107 Miliar yang tidak jelas pertanggungjawabannya. Hal ini merupakan temuan dari BPK,” ujar Afandi dalam orasinya.
Orator mengungkapkan keprihatinannya atas dugaan korupsi anggaran penanganan Covid 19.
“Ini yang menjadi keresahan kita semua, bagaimana mungkin anggaran penanganan bencana, Covid yang telah menewaskan ribuan manusia malah dikorupsi,” tegasnya.
Untuk itu, AMAK Jatim sengaja menggelar aksi, berupa unjuk rasa damai yang dilakukan dengan mengumpulkan peserta yang memiliki kesadaran akan pentingnya menjunjung tinggi keadilan dan memperjuangkan hak-hak masyarakat Kabupaten Jember
Pantauan media ini, peserta aksi tampak membawa spanduk, poster, yang bertuliskan “Usut Tuntas Korupsi Faida” dan atribut lain yang mengekspresikan beberapa poin tuntutan aksi terhadap Polda Jatim dan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
“Aksi ini akan dilakukan dengan tertib dan sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku,” kata Afandi.
Dalam orasinya, Afandi menjelaskan bahwa AMAK Jawa Timur mendukung Perlindungan Hak Asasi Manusia untuk Masyarakat Jember serta Jawa Timur.
“Kami juga Mengutuk keras tindakan para pihak yang mengambil keuntungan disaat negara dilanda bencana pandemi covid-19,” tandasnya.
Untuk itu, AMAK Jatim menuntut agar Aparat Penegak Hukum mengusut keterlibatan Bupati Jember serta jajarannya secara objektif, akuntabel dan transparan.
“Karenanya, kami mendesak Kapolda Jatim dan Kepala Kejaksaan Tinggi
Jawa Timur untuk segera mengusut tuntas kasus Korupsi Anggaran Covid oleh Pemkab Jember,” ujarnya.
Lebih lanjut, Afandi meminta dan mengajak seluruh elemen masyarakat Jawa Timur secara
seksama, mengawal kasus dugaan Korupsi Anggaran Covid oleh Pemkab Jember.
Tampak petugas pengamanan dari TNI Polri hanya berjaga – jaga, untuk mengamankan selama aksi berlangsung.
Aksi AMAK JATIM, Faida Berbuat Hendy Menanggung Beban
Mengutip laman resmi BPK Perwakilan Jawa Timur, menjelaskan bahwa
Bupati Jember Hendy Siswanto, justru berterima kasih kepada aparat Kepolisian Daerah Jawa Timur dan Kepolisian Resor Jember, karena menyelidiki temuan Badan Pemeriksa Keuangan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Jember Tahun Anggaran 2020 sebesar Rp 107 miliar.
Anggaran ini adalah anggaran belanja Covid-19 pada era Bupati Faida. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Jember 2020, penyajian kas di bendaharawan pengeluaran sebesar Rp 107.097.212.169,00 tidak sesuai dengan SAP (Standar Akuntansi Pemerintah).
Pengeluaran sebesar itu meliputi beberapa jenis belanja yaitu belanja honorarium, belanja uang saku, belanja makan minum bantuan sosial, belanja barang pakai habis (ATK, obat-obatan, alat kebersihan, alat kesehatan, makan minum petugas, APD), belanja modal (alat kesehatan, wastafel), belanja bansos (sembako, uang tunai).
“Saya mengucapkan terima kasih dapat tanggapan langsung, karena ini sudah cukup lama. Dengan Polda datang ke Jember, memudahkan kawan-kawan agar bisa lebih kooperatif tidak jauh harus ke Surabaya (untuk dimintai keterangan). Lebih bisa mempersingkat waktu,” kata Hendy.
Hendy berharap persoalan ini segera selesai.
“Kasihan juga teman-teman. Saya ingin membantu bagaimana secepat mungkin selesai, karena saya tahu tidak semua teman-teman bekerja tidak baik,” katanya.
Hendy punya alasan mengharapkan persoalan itu selesai. Posisi Rp 107 miliar tersebut selama ini tidak jelas. Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Jember Tita Fajarwati dalam rapat dengan Panitia Khusus Covid-19 di DPRD Jember, Kamis (2/9/2021), sempat mengungkapkan, surat pertanggungjawaban pelaksanaan dana Covid Rp 107 miliar belum disahkan.
“Dalam arti karena pada saat 31 Desember (2020), mereka (organisasi perangkat daerah pelaksana) belum memberikan kepada BPKAD. Sehingga pengesahan itu pada 2021 pembebanannya kan sudah tidak ada. Tidak ada anggaran, sehingga tidak disahkan,” kata Tita.
Sementara itu sejumlah rekanan proyek wastafel yang mengerjakan proyek dengan anggaran tersebut merasa belum pernah dibayar.
Rekanan wastafel menuntut agar Pemkab Jember membayar mereka. Namun permintaan itu sulit dikabulkan, karena menurut Hendy, Badan Pemeriksa Keuangan tidak merekomendasikan pembayaran itu.
Hal ini diperkuat dengan hasil konsultasi mantan Sekretaris Daerah Jember Mirfano dengan Hilman Rosada, Analis Keuangan Pusat dan Daerah Kemendagri, via daring, Kementerian Dalam Negeri, 1 Maret 2022.
“Nilai Rp 107 M dalam LRA (Laporan Realisasi Anggaran) tidak mungkin dibebankan pada tahun berikutnya,” kata Mirfano, Selasa (15/3/2022).
“Jika dilakukan pengesahan dengan menarik mundur tanggal pengesahan, apalagi ada tanggal penyetoran sisa ke kas daerah yang melampaui 31 Desember 2020, ini akan lebih berisiko untuk dianggap sebagai fraud dari kacamata audit oleh BPK,” kata Mirfano.
Fraud adalah kecurangan yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu, seperti memberikan gambaran keliru terhadap pihak lain atau menipu.
Menurut Mirfano, Hilman menyarankan agar Rp 107,097 miliar tetap berstatus sisa lebih penggunaan anggaran (silpa) dan menunggu BPK untuk melakukan koreksi dengan mendalami bukti-bukti transaksinya.
Sebelum laporan keuangan tahun anggaran 2022 dan LRA disusun, akan ada koreksi atas LRA berdasarkan hasil temuan BPK dan bila menjadi bagian yang direkomendasikan BPK untuk dikoreksi.
Kemendagri juga mengingatkan, pejabat dilarang mengeluarkan anggaran atau belanja yang belum cukup atau tidak tersedia anggarannya.
“Mekanisme BTT (Belanja Tidak Terduga) didahului dengan permohonan RKB (Rencana Kebutuhan Belanja) dulu untuk direalisasikan keuangannya, baru pekerjaan dilaksanakan dan bukan sebaliknya. Sehingga hal ini tidak bisa diakui sebagai utang,” kata Mirfano.
Sebenarnya, lanjut Mirfano, selama secara material formal dan kesesuaian transaksi tersebut dengan RKB bisa dibuktikan, sebenarnya ini bisa dikoreksi.
Namun Kementerian Dalam Negeri menegaskan yang berhak melakukan koreksi adalah BPK.
“Oleh karena itu sebaiknya Pemkab Jember menyampaikan dengan sebenarnya di CALK (Catatan Atas Laporan Keuangan),” katanya.
Dalam situasi ini, penyelesaian secara hukum menjadi solusi. Selama tidak ada putusan pengadilan mengenai status keberadaan Rp 107 miliar itu, maka nominal itu masih menjadi beban dalam neraca keuangan Pemkab Jember kendati keberadaan uangnya tidak jelas.
Ini yang menyebabkan Pemkab Jember akan sulit mendapat opini audit wajar tanpa pengecualian.
“Kami harus bekerja dan iklim investasi di Jember harus segera terbuka. Saat ini kami sedang melakukan pembenahan,” kata Hendy.
Akibatnya, dari anggaran tersebut, senilai 85 Miliar untuk 174 penyedia wastafel tak terbayar.
Atas keluhan para pengusaha penyedia wastafel, Bupati Jember Ir H Hendy Siswanto menyarankan agar melakukan gugatan melalui Pengadilan Negeri Jember.
Hingga, terdapat putusan pengadilan negeri Jember, yang memenangkan para penggugat, yakni pengusaha penyedia wastafel, yang dalam amar putusan hakim memerintahkan agar Pemkab Jember membayar sejumlah dana terhutang. (Ribut)